Batu
Setiap memandang batu, besar atau pun kecil
Terhimpit dalam semen beton atau bertahan dari kejatuhannya di lereng jurang
Terpikir olehku kebijaksanaan paling langgeng dan pantang menyerah
daripada hidup
Rupa-rupanya bagi segenap mahluk jenis batu
diam adalah seni paling cocok untuk segala waktu dan keadaan
Batu mahluk pilihan tidak seperti burung, ikan ataupun anak ayam
Batu tenang, burung dan anak ayam gelisah berkeliaran
Kita juga termasuk jenis burung, ikan atau anak ayam
Kita hidup di udara menuruti iklim dan cuaca
Bermain mencari bayang-bayang awan di air surut
Kita tak setenang batu
Karena itu tak sebijak batu
Batu yang tenang mengandung kebijaksanaan semacam makrifat dalam sufi
Batu mengandung kebijaksanaan yang tak dimiliki air ataupun api
Batu diam selalu
Diamnya dalam dan pasti, dalam diamnya berkata pasti
Arifnya terpancar pada kepastiannya yang tak tergoyahkan letusan gunung api
Ia tak punya kata-kata tapi lidahnya tajam sekali
Ia bebas dari samsara dan mencapai moksa karena terus menerus samadi
Ia menuntut dirinya sendiri bukan orang lain atau dunia ini
Batu tetap
Ketetapannya terus mengalir
lebih deras dari air
Batu digunakan untuk tugu, nisan dan candi
Karena ketetapannya yang pasti dan abadi
Karena diamnya banyak mengandung kata-kata bermakna tinggi
Batu ada di bumi tidak di langit
Batu mahluk pertama dan terakhir
yang selamat dari pengkhianatan evolusi dan kiamat bumi.
1978
Sumber: Horison (Oktober 1979)
Analisis Puisi:
Puisi "Batu" karya Abdul Hadi WM adalah sebuah refleksi mendalam yang memadukan filsafat, spiritualitas, dan kehidupan manusia melalui metafora batu. Abdul Hadi WM, sebagai salah satu tokoh utama dalam sastra sufistik Indonesia, dengan brilian menggambarkan batu sebagai simbol kebijaksanaan dan ketenangan yang abadi.
Makna Simbolik Batu
Dalam puisi ini, batu menjadi pusat simbolisme yang kaya. Batu bukan sekadar objek fisik, melainkan representasi dari kebijaksanaan, ketetapan, dan ketenangan yang tak tergoyahkan.
- Ketetapan dan Ketahanan: Batu digambarkan sebagai entitas yang memiliki ketetapan dan ketahanan luar biasa. Frasa "batu yang tenang mengandung kebijaksanaan semacam makrifat dalam sufi" menekankan sifat spiritual batu yang melampaui perubahan dan kekacauan dunia. Dalam tradisi sufistik, makrifat merujuk pada pengetahuan intuitif tentang Tuhan, sesuatu yang sangat dalam dan transenden, seperti kebijaksanaan batu.
- Keheningan sebagai Seni: Abdul Hadi menyebut bahwa “diam adalah seni paling cocok untuk segala waktu dan keadaan”. Keheningan batu bukanlah tanda kelemahan, tetapi ekspresi dari kedalaman dan kekuatan batinnya. Batu tidak tergesa-gesa seperti burung atau anak ayam yang gelisah, melainkan menunjukkan kebijaksanaan yang hanya ditemukan dalam ketenangan.
Batu dan Spiritualitas
Puisi ini mencerminkan pandangan sufistik Abdul Hadi WM, di mana batu dianggap telah mencapai moksa dan bebas dari siklus samsara. Dalam konteks Hindu-Buddha, moksa adalah pembebasan dari penderitaan duniawi, sedangkan samadi adalah meditasi mendalam yang membawa seseorang menuju kesadaran tertinggi. Batu, melalui diam dan ketetapannya, digambarkan sebagai entitas yang telah melampaui penderitaan dunia dan mencapai pembebasan spiritual.
- Batu sebagai Teladan Kebijaksanaan: Batu menjadi contoh bagi manusia untuk mencapai ketenangan batin dan kebijaksanaan. Sifatnya yang “mengandung kata-kata bermakna tinggi” menunjukkan bahwa diamnya batu lebih bermakna daripada ribuan kata manusia yang sering kali kosong.
Kritik terhadap Manusia
Puisi ini juga menyiratkan kritik terhadap manusia yang sering kali kehilangan ketenangan dan kebijaksanaan dalam hidupnya. Abdul Hadi membandingkan manusia dengan burung, ikan, atau anak ayam yang gelisah, mengikuti iklim dan cuaca tanpa arah yang pasti. Frasa “kita tak setenang batu, karena itu tak sebijak batu” menunjukkan bahwa manusia cenderung terjebak dalam kegelisahan dan ketidakstabilan, jauh dari sifat batu yang tenang dan arif.
Filosofi Ketetapan dan Keabadian
Batu dalam puisi ini melambangkan keabadian dan ketetapan yang melampaui waktu. Frasa “batu digunakan untuk tugu, nisan dan candi” menunjukkan bagaimana batu menjadi simbol peringatan dan pengingat yang abadi. Batu adalah saksi bisu dari sejarah dan peradaban manusia, tetapi ia tetap bertahan bahkan ketika peradaban runtuh.
- Batu dan Evolusi: Baris “batu mahluk pertama dan terakhir yang selamat dari pengkhianatan evolusi dan kiamat bumi” menegaskan posisi batu sebagai entitas yang tidak terpengaruh oleh perubahan zaman. Batu menjadi lambang keberlanjutan, bahkan ketika dunia mengalami kehancuran.
Gaya Bahasa dan Struktur
Abdul Hadi menggunakan gaya bahasa yang padat makna dengan pemilihan kata yang filosofis dan sufistik. Struktur puisinya cenderung naratif, mengalir seperti alur pemikiran yang membawa pembaca pada kontemplasi mendalam.
- Personifikasi dan Metafora: Batu dipersonifikasikan sebagai makhluk yang bijak, arif, dan spiritual. Frasa seperti “diamnya dalam dan pasti” atau “lidahnya tajam sekali” menggambarkan bahwa meskipun batu tidak memiliki suara, ia mampu menyampaikan pesan yang mendalam.
- Kontruksi Filosofis: Puisi ini tidak hanya berbicara tentang batu sebagai benda mati, tetapi juga memproyeksikan nilai-nilai kehidupan dan spiritualitas manusia. Batu menjadi cermin untuk melihat kelemahan manusia sekaligus pelajaran untuk menemukan kebijaksanaan sejati.
Relevansi Puisi dalam Kehidupan Modern
Dalam kehidupan yang serba cepat dan penuh dengan distraksi, puisi "Batu" mengajarkan pentingnya ketenangan dan refleksi. Keheningan, seperti yang ditunjukkan oleh batu, bukanlah kelemahan melainkan kekuatan. Dalam dunia yang dipenuhi dengan suara dan kebisingan, menjadi tenang adalah tindakan revolusioner yang memungkinkan manusia untuk menemukan makna sejati.
Puisi "Batu" karya Abdul Hadi WM adalah sebuah meditasi tentang kebijaksanaan, ketenangan, dan ketetapan. Melalui simbolisme batu, Abdul Hadi mengajak pembaca untuk merenungkan makna hidup, spiritualitas, dan kebijaksanaan yang sering kali tersembunyi di balik kesederhanaan.
Batu, dalam diam dan ketetapannya, menjadi teladan bagi manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih bermakna. Dalam dunia yang penuh dengan kegelisahan, puisi ini menjadi pengingat akan pentingnya menemukan kedamaian dan kebijaksanaan dalam diri kita sendiri, seperti batu yang tetap kokoh di tengah perubahan zaman.
Karya: Abdul Hadi WM
Biodata Abdul Hadi WM:
- Abdul Hadi WM (Abdul Hadi Widji Muthari) lahir di kota Sumenep, Madura, pada tanggal 24 Juni 1946.
- Abdul Hadi WM adalah salah satu tokoh Sastrawan Angkatan '66.