Puisi: Batu dan Sungai (Karya Alizar Tanjung)

Puisi "Batu dan Sungai" menunjukkan bagaimana perbedaan bisa menjadi kekuatan yang mendorong kita untuk saling melengkapi dan mencari titik temu.
Batu dan Sungai

su, aku batu, keras luar dalam, berlumut di atasnya,
tinggal di daratan tinggi. aku kira aku si pemilik gunung,
bebas bertengkar dengan lumut, terlepas dari kedalaman
air sungai, sebab di sini sungai begitu dangkal.
pagi, siang, malam, bertemu harum lobak orang karangsadah,
aroma bawang perai orang rumah suluak, bau tomat busuk
yang tidak laku terjual.

su, kau sungai yang mengalir di air yang dalam, menggenang
dan mengalir tenang. pada kedalamanmu gerak air,
rahasia yang tidak dapat dibaca isyarat kataku, permukaanmu
sungai dareh yang menikung dan melengkung serupa ular jinak
ke abai siat.

kau bertapa dengan daratan rendah. pagi, siang, malam,
bertemu harum kelapa sawit, aroma getah karet, bau dasar
sungai yang menghanyutkan cintaku. tentu tak bertemu
batu daratan tinggi dan sungai daratan rendah, sebab itu, su,
aku bawa batuku ke sungaimu, aku yang mempertemukannya.

2013

Analisis Puisi:

Puisi "Batu dan Sungai" karya Alizar Tanjung mengandung lapisan makna yang mendalam dan simbolisme yang kuat. Melalui pertemuan antara dua unsur alam yang bertolak belakang—batu dan sungai—penyair menggambarkan sebuah hubungan yang penuh dengan perbedaan, pertentangan, namun akhirnya menuju penyatuan. Ini adalah puisi yang menggambarkan dinamika kehidupan, hubungan, dan perasaan yang berkembang dalam keadaan yang penuh konflik dan ketidakcocokan, namun pada akhirnya menemukan titik temu.

Batu: Simbol Kekuatan dan Ketegaran

Puisi ini dimulai dengan suara dari batu yang berbicara kepada "su," yang dalam konteks ini mengacu pada sungai. Batu digambarkan sebagai sosok yang keras, kokoh, dan terpisah dari elemen lainnya.

"su, aku batu, keras luar dalam, berlumut di atasnya, / tinggal di daratan tinggi. aku kira aku si pemilik gunung,"

Batu dalam puisi ini tidak hanya digambarkan sebagai objek fisik, tetapi juga sebagai simbol ketegaran dan ketidakmampuan untuk berubah. Batu merasa dirinya lebih unggul karena tinggal di daratan tinggi, seakan-akan memandang rendah terhadap sungai yang mengalir di daratan yang lebih rendah. Batu ini juga menggambarkan seseorang yang terperangkap dalam keangkuhannya, merasa menjadi pemilik segala sesuatu yang ada di sekitarnya, dan tidak terpengaruh oleh perasaan atau keadaan luar. Ia merasa bebas dari tantangan atau ancaman, "terlepas dari kedalaman air sungai," yang mencerminkan adanya ketidakterhubungan atau keterpisahan dengan elemen lain.

Namun, meskipun batu tampak keras dan teguh, ia juga dihadapkan pada kenyataan bahwa ia "berlumut di atasnya," menunjukkan bahwa di balik kekerasan dan ketegaran tersebut, ada ketidakmampuan untuk sepenuhnya menghindari perubahan atau pengaruh luar. Batu, yang seolah tak terpengaruh oleh dunia luar, tetap harus berurusan dengan lumut yang menempel, sebuah simbol dari keniscayaan dan ketergantungan pada elemen-elemen yang lebih kecil dan lebih lemah.

Sungai: Simbol Kehidupan, Aliran, dan Keberlanjutan

Di sisi lain, sungai digambarkan sebagai entitas yang lebih lembut namun penuh kehidupan. Sungai mewakili sesuatu yang terus mengalir, berubah, dan penuh dengan kedalaman yang tersembunyi.

"su, kau sungai yang mengalir di air yang dalam, menggenang / dan mengalir tenang. pada kedalamanmu gerak air, / rahasia yang tidak dapat dibaca isyarat kataku, permukaanmu / sungai dareh yang menikung dan melengkung serupa ular jinak / ke abai siat."

Sungai dalam puisi ini merupakan simbol dari kehidupan yang tidak dapat diprediksi dan selalu bergerak. Sungai tidak statis seperti batu, melainkan mengalir dengan tenang namun penuh rahasia di kedalamannya. Ia memiliki kedalaman yang tak terlihat oleh mata, penuh dengan kehidupan yang tidak terungkapkan, menciptakan rasa misteri dan ketidakpastian. Sungai ini, meskipun terlihat lembut dan tenang, memiliki kekuatan yang dapat membengkokkan batu dan membawa segala sesuatu dalam alirannya.

Sungai juga digambarkan dengan sifat yang bisa mengalir tanpa terhalang oleh apa pun, bahkan bentuk-bentuk terjal seperti batu. Pada tingkat simbolis, sungai mewakili perasaan yang dapat bergerak dengan bebas, fleksibel, dan mampu menemukan jalannya meskipun penuh dengan liku-liku.

Perbedaan yang Menggambarkan Kontradiksi dalam Kehidupan

Satu hal yang menarik dalam puisi ini adalah adanya ketegangan antara batu dan sungai. Batu, yang keras dan tak bergerak, berhadapan dengan sungai, yang meskipun lembut, terus mengalir dan mengubah segala sesuatu yang ada di jalannya. Masing-masing unsur ini mewakili dua sisi yang berbeda dalam kehidupan, yakni stabilitas versus perubahan, ketegaran versus kelenturan, dan mungkin bahkan kesendirian versus hubungan.

"kau bertapa dengan daratan rendah. pagi, siang, malam, / bertemu harum kelapa sawit, aroma getah karet, bau dasar / sungai yang menghanyutkan cintaku."

Namun, meskipun ada perbedaan mendalam antara batu dan sungai, ada semacam pengakuan terhadap kenyataan bahwa keduanya tidak bisa dipisahkan begitu saja. Sungai yang lembut dan terus mengalir akhirnya harus berhadapan dengan ketegaran batu. Meskipun begitu, ada rasa saling ketergantungan antara keduanya, menciptakan pemahaman bahwa perbedaan adalah bagian yang tak terpisahkan dari hubungan yang lebih besar. Ada perasaan bahwa batu dan sungai, meskipun berbeda, memiliki hubungan yang mendalam—sungai memberi kehidupan dan pergerakan, sementara batu memberikan stabilitas dan keteguhan.

Penyatuan Batu dan Sungai: Mencari Titik Temu

Di akhir puisi ini, ada pengakuan dari batu bahwa ia membawa batunya ke sungai, "aku bawa batuku ke sungaimu, aku yang mempertemukannya." Ini adalah simbol dari usaha untuk menyatukan dua elemen yang tampaknya tidak mungkin bersatu. Batu, yang keras dan terisolasi, akhirnya menyadari bahwa ia perlu sungai, yang mengalir dan memiliki kedalaman yang penuh makna. Penyair melalui batu ini mengajak kita untuk memahami bahwa meskipun ada pertentangan dalam diri manusia, ada saatnya kita mencari titik temu dan saling melengkapi.

Penyatuan ini juga bisa dipahami sebagai penggambaran hubungan manusia dengan perbedaan-perbedaan dalam hidup. Meskipun kita hidup dalam dunia yang penuh perbedaan, kita dapat membawa perbedaan tersebut dalam harmoni, dan menemukan cara untuk saling melengkapi dan memperkaya satu sama lain.

Puisi "Batu dan Sungai" karya Alizar Tanjung adalah sebuah karya yang mendalam tentang perbedaan, cinta, dan upaya untuk menyatukan dua unsur yang berbeda. Melalui simbol batu dan sungai, penyair menunjukkan bagaimana perbedaan bisa menjadi kekuatan yang mendorong kita untuk saling melengkapi dan mencari titik temu. Dalam kehidupan, seperti halnya dalam puisi ini, kita mungkin menghadapi banyak perbedaan, tetapi kita juga diajarkan untuk membawa perbedaan tersebut dalam keseimbangan dan penyatuan yang indah.

Alizar Tanjung
Puisi: Batu dan Sungai
Karya: Alizar Tanjung

Biodata Alizar Tanjung:
  • Alizar Tanjung lahir pada tanggal 10 April 1987 di Solok.
© Sepenuhnya. All rights reserved.