Puisi: Bahasa dalam Tubuh (Karya Melki Deni)

Puisi "Bahasa dalam Tubuh" mengingatkan kita bahwa cinta sejati tidak selalu membutuhkan kata-kata. Bahasa tubuh dan kehadiran sering kali menjadi ...

Bahasa dalam Tubuh

Di sini hujan dingin menggigilkan mimpi-mimpi yang dingin: Kekasih, adakah kau mengerti daun-daun yang jatuh di musim dingin tidak melawan hukum alam menggodaimu sampai kau tak mengerti mengapa bahagia kita tak lama?

Adakah kau tahu arti tangisan rindu yang paling dekat dari orang yang begitu jauh darimu? Dan adakah kau mengerti tentang rindu yang paling jauh dari orang yang begitu dekat denganmu?

Adakah kau paham bahasa dalam tubuh yang menghanguskan kata-kata dan mempermainkan puisi? Nanti bila aku memeluk hatimu, aku ingin mendengarkan bahasa dalam tubuhmu: bahasa yang tak terdengarkan telinga; tak terucapkan kata-kata; tak dieja bahasa; tak terbunyikan musik; tak tercium bibir; dan yang tak sanggup dipeluk rindu.

Madrid, 27 Desember 2024

Analisis Puisi:

Puisi "Bahasa dalam Tubuh" karya Melki Deni adalah sebuah karya yang mengajak pembaca untuk merenungkan komunikasi di luar kata-kata. Melalui simbol-simbol alam dan sentuhan emosional, penyair menciptakan suasana melankolis yang menggambarkan keintiman, kerinduan, dan keheningan yang penuh makna.

Hujan dan Musim Dingin: Simbol Kerentanan

"Di sini hujan dingin menggigilkan mimpi-mimpi yang dingin."

Melki Deni membuka puisi dengan deskripsi atmosfer yang dingin, mencerminkan suasana hati yang rapuh dan penuh kerinduan. Hujan dan musim dingin menjadi simbol kerentanan manusia ketika menghadapi kehilangan atau perpisahan.

"Daun-daun yang jatuh di musim dingin tidak melawan hukum alam."

Perumpamaan ini menunjukkan penerimaan terhadap siklus kehidupan, termasuk kebahagiaan yang berlalu. Penyair menggambarkan bahwa cinta dan kebahagiaan, seperti daun yang gugur, adalah bagian dari hukum alam yang tak terhindarkan.

Kerinduan: Dekat yang Jauh, Jauh yang Dekat

"Adakah kau tahu arti tangisan rindu yang paling dekat dari orang yang begitu jauh darimu?"
"Dan adakah kau mengerti tentang rindu yang paling jauh dari orang yang begitu dekat denganmu?"

Bagian ini menggambarkan paradoks kerinduan yang dialami manusia. Rindu tidak selalu tentang jarak fisik, tetapi juga tentang keintiman emosional yang bisa terasa jauh meski secara fisik dekat. Sebaliknya, seseorang yang jauh secara fisik bisa terasa dekat karena kuatnya ikatan batin.

Bahasa dalam Tubuh: Komunikasi Tanpa Kata

"Adakah kau paham bahasa dalam tubuh yang menghanguskan kata-kata dan mempermainkan puisi?"

Bahasa dalam tubuh menjadi inti puisi ini, menekankan komunikasi yang tidak membutuhkan kata-kata. Penyair menyiratkan bahwa emosi terdalam manusia sering kali lebih jujur dan autentik ketika diekspresikan melalui tindakan, sentuhan, atau energi yang tidak bisa dijelaskan secara verbal.

Dimensi Intimasi yang Tak Terucapkan

"Aku ingin mendengarkan bahasa dalam tubuhmu: bahasa yang tak terdengarkan telinga; tak terucapkan kata-kata."

Di sini, penyair mengungkapkan keinginan untuk memahami cinta pada tingkat yang lebih mendalam, yang melampaui indra dan kata-kata. Bahasa dalam tubuh menjadi metafora untuk komunikasi emosi yang murni, yang hanya bisa dirasakan dan dipahami melalui keintiman sejati.

"Tak terbunyikan musik; tak tercium bibir; dan yang tak sanggup dipeluk rindu."

Melki Deni menggambarkan bahwa bahasa dalam tubuh adalah sesuatu yang abstrak, yang tidak bisa dijelaskan melalui medium biasa seperti suara, bau, atau kata-kata. Ini adalah dimensi cinta dan kerinduan yang hanya bisa dirasakan oleh hati.

Pesan dalam Puisi: Keindahan Komunikasi Nonverbal

Melalui "Bahasa dalam Tubuh," Melki Deni mengingatkan pembaca tentang keindahan komunikasi nonverbal. Dalam dunia yang sering kali terlalu bergantung pada kata-kata, penyair menekankan bahwa perasaan terdalam manusia sering kali hanya dapat diekspresikan melalui gestur, energi, atau keheningan.

Puisi Sebagai Eksplorasi Emosi

Puisi "Bahasa dalam Tubuh" adalah puisi yang mengajak pembaca untuk merenungkan aspek cinta dan kerinduan yang tidak terucapkan. Melalui simbol-simbol alam dan permainan kata yang penuh makna, Melki Deni menciptakan karya yang menghidupkan keheningan sebagai bentuk komunikasi yang paling jujur.

Puisi ini mengingatkan kita bahwa cinta sejati tidak selalu membutuhkan kata-kata. Bahasa tubuh dan kehadiran sering kali menjadi media yang paling kuat untuk menyampaikan perasaan, melampaui batas-batas bahasa verbal.

Puisi Melki Deni
Puisi: Bahasa dalam Tubuh
Karya: Melki Deni

Biodata Melki Deni:
  • Melki Deni adalah mahasiswa STFK Ledalero, Maumere, Flores, NTT.
  • Melki Deni menjuarai beberapa lomba penulisan karya sastra, musikalisasi puisi, dan sayembara karya ilmiah baik lokal maupun tingkat nasional.
  • Buku Antologi Puisi pertamanya berjudul TikTok. Aku Tidak Klik Maka Aku Paceklik (Yogyakarta: Moya Zam Zam, 2022).
  • Saat ini ia tinggal di Madrid, Spanyol.
© Sepenuhnya. All rights reserved.