Analisis Puisi:
Puisi "Bagai Dua Jari" karya L.K. Ara adalah seruan moral yang mendalam dan menyentuh. Melalui metafora dan gambaran yang kuat, puisi ini menyampaikan pesan tentang kasih sayang, tanggung jawab sosial, dan konsekuensi dari tindakan manusia terhadap anak yatim.
Metafora "Dua Jari" sebagai Simbol Kedekatan
Judul puisi ini, "Bagai Dua Jari", adalah metafora yang melambangkan kedekatan yang ideal antara manusia yang peduli terhadap anak yatim dan tempatnya di sisi Tuhan. Frasa ini mengacu pada kesetaraan dan kedekatan spiritual yang hanya bisa dicapai melalui amal kebaikan dan perhatian tulus terhadap anak-anak yang kehilangan orang tua.
Metafora ini menjadi pengingat bahwa tindakan manusia terhadap anak yatim memiliki dimensi spiritual yang mendalam, bukan sekadar tanggung jawab sosial.
Anak Yatim sebagai Pusat Kasih Sayang dan Ujian Moral
Puisi ini menjadikan anak yatim sebagai simbol kelemahan dan kebutuhan akan kasih sayang. Dalam bait pertama, L.K. Ara menekankan tindakan konkret seperti:
- "Meluangkan waktu untuknya"
- "Membelai rambutnya"
- "Membendung air matanya"
Tindakan-tindakan ini sederhana namun penuh makna, menunjukkan bahwa perhatian kecil dapat membawa perubahan besar dalam kehidupan anak yatim. Anak yatim di sini tidak hanya membutuhkan materi, tetapi juga cinta, perhatian, dan penghiburan emosional.
Sebaliknya, bait terakhir mengingatkan tentang konsekuensi buruk dari ketidakpedulian: "Sedang hak anak yatim kau gasak." Puisi ini menyerukan pertanggungjawaban moral yang harus diemban oleh setiap individu terhadap kaum lemah.
Gambaran Dosa dan Akibatnya
Bagian terakhir puisi menggambarkan akibat tragis dari ketidakadilan terhadap anak yatim. L.K. Ara menggunakan deskripsi yang tajam dan metaforis:
- "Rasa sangsai bagai sungai mengilingi tubuhmu."
- "Menusuk-nusuk dagingmu, menyerang urat sarafmu."
Gambaran ini menghadirkan siksaan moral dan spiritual yang dialami oleh mereka yang berbuat zalim. Puisi ini memberikan peringatan bahwa dosa terhadap anak yatim tidak hanya dirasakan di dunia, tetapi juga di akhirat.
Kritik terhadap Keserakahan dan Ketidakadilan
Puisi ini juga menjadi kritik sosial terhadap keserakahan manusia. Dalam kalimat:
“Dan kehendakmu itu, Nafsu serakahmu itu, Masih kau pelihara juga.”
Penyair menunjukkan bagaimana nafsu serakah dapat menyebabkan seseorang melupakan tanggung jawab sosialnya. Bahkan hak anak yatim yang seharusnya dilindungi, justru dirampas untuk memenuhi ambisi pribadi.
Puisi ini menggambarkan kontradiksi antara kekayaan material yang dinikmati seseorang dan racun moral yang menghancurkan hidupnya.
Nilai Spiritualitas dalam Puisi
Puisi "Bagai Dua Jari" mengingatkan pembaca tentang dimensi spiritual dalam setiap tindakan sosial. Melalui seruan seperti:
“Bagaimana mungkin kita bagai dua jari … Bila engkau membiarkan anak yatim.”
Penyair menyampaikan bahwa tindakan baik terhadap anak yatim bukan sekadar amal sosial, tetapi juga sarana untuk mencapai kedekatan dengan Tuhan. Sebaliknya, dosa terhadap mereka menjadi penghalang yang menjauhkan manusia dari rahmat-Nya.
Relevansi Puisi dalam Kehidupan Modern
Di tengah dunia yang semakin materialistis, puisi ini relevan sebagai pengingat pentingnya nilai kemanusiaan. Kehadiran anak yatim sering kali diabaikan dalam hiruk-pikuk kehidupan modern, padahal mereka adalah cermin bagi nurani sosial kita.
Puisi ini juga relevan dalam konteks kebijakan sosial, di mana perlindungan anak yatim menjadi bagian dari tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
Pesan Moral dari Puisi
Puisi ini memberikan beberapa pesan penting:
- Kasih Sayang Adalah Amal Terbaik: Tindakan sederhana seperti membelai rambut anak yatim memiliki nilai spiritual yang besar.
- Keadilan Sosial Adalah Kewajiban: Mengambil hak anak yatim adalah dosa besar yang akan membawa konsekuensi buruk di dunia dan akhirat.
- Keserakahan Merusak Kemanusiaan: Nafsu serakah tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga menghancurkan moralitas pelakunya.
Puisi "Bagai Dua Jari" karya L.K. Ara adalah puisi yang penuh dengan nilai spiritual dan sosial. Melalui metafora, kritik sosial, dan gambaran dosa, puisi ini mengingatkan kita tentang pentingnya peduli terhadap anak yatim dan bahaya dari ketidakadilan sosial.
Dengan gaya bahasa yang sederhana namun mendalam, L.K. Ara berhasil menyampaikan pesan universal tentang kasih sayang, keadilan, dan pertanggungjawaban moral. Puisi ini adalah cermin bagi hati nurani manusia, mengajak kita untuk merenungkan hubungan kita dengan Tuhan dan sesama, terutama mereka yang lemah dan membutuhkan.