Anggur
goyang anggurku goyang
goyang pinggulmu lenturkan
goyang sedihku goyang
goyang lukamu tumbangkan!
tak cukup luka pepohonan hari
tak padam resah batang topan
tak ngatup luka dalam diri
Anggur datanglah bawakan perban!
1977
Sumber: Horison (Januari, 1978)
Analisis Puisi:
Puisi "Anggur" karya Sutardji Calzoum Bachri mengungkapkan ekspresi emosional yang kuat melalui simbol-simbol yang menggambarkan penderitaan dan harapan akan penyembuhan. Puisi ini bukan hanya berbicara tentang luka fisik atau emosional, tetapi juga tentang proses penanggulangan dan upaya mencari kedamaian melalui simbol anggur yang muncul dalam bentuk simbolik di tengah-tengah pergulatan batin. Dalam puisi yang singkat ini, Sutardji menggambarkan perasaan yang saling bertentangan: antara kesedihan yang mendalam dan harapan yang mencari pertolongan.
Simbol Goyangan dan Anggur
Di awal puisi, kata-kata seperti "goyang anggurku goyang", "goyang pinggulmu lenturkan", dan "goyang sedihku goyang" menciptakan irama yang bergerak, membawa pembaca masuk ke dalam dunia perasaan yang bergolak. Kata "goyang" diulang secara berulang, memberi kesan sebuah pergerakan yang terus menerus, seolah-olah perasaan dan kehidupan tidak pernah berhenti berputar. Dalam hal ini, "goyangan" anggur tidak hanya sekadar gerakan fisik, tetapi juga representasi dari perasaan yang bergolak dan membutuhkan pelepasan.
Anggur, sebagai simbol, memiliki banyak makna dalam budaya dan puisi. Dalam puisi ini, anggur tidak hanya berfungsi sebagai simbol kenikmatan atau hiburan, tetapi sebagai penawar luka. Anggur datang untuk menenangkan atau menyembuhkan luka batin, membawa kesembuhan bagi penderitaan yang dialami oleh pembicara puisi. Goyangan anggur yang berulang mengisyaratkan pencarian seseorang akan kedamaian dan pelipur lara dalam menghadapi kesulitan yang ada.
Luka yang Tak Terobati
Sutardji Calzoum Bachri dengan jujur menggambarkan bahwa luka tidak hanya berasal dari kejadian-kejadian fisik, tetapi juga dari pergulatan emosional dan mental. Baris "tak cukup luka pepohonan hari, tak padam resah batang topan" menggambarkan luka-luka yang datang tak hanya dari dunia luar, tetapi juga dari dalam diri. Luka ini sangat dalam, terbawa oleh waktu dan berbagai pengalaman hidup. Pepohonan yang tidak cukup menjadi simbol luka, serta topan yang membawa resah, menunjukkan betapa besarnya penderitaan yang harus ditanggung.
Luka yang disebutkan dalam puisi ini juga tidak hanya bersifat fisik. Topan, yang identik dengan kekuatan alam yang tak terkendali, mewakili perasaan resah yang datang tanpa diduga dan tak mudah padam. Di sini, luka dan kesedihan bertambah dengan setiap angin yang datang, yang tak bisa begitu saja dihentikan.
Pencarian Penyembuhan Melalui Anggur
Namun, di tengah-tengah luka yang melanda, ada harapan yang tampaknya datang dalam bentuk "anggur." Pada bagian akhir puisi, Sutardji memohon, "Anggur datanglah bawakan perban!" Perban di sini berfungsi sebagai simbol penyembuhan, sebuah permintaan untuk menemukan solusi atas penderitaan. Anggur, yang sebelumnya digambarkan sebagai simbol kesedihan dan goyangan, kini menjadi penawar luka, sesuatu yang mampu memberikan pelipur lara bagi jiwa yang sedang terluka.
Permintaan untuk "membawakan perban" mencerminkan harapan untuk ditemukan penyembuhan atau perawatan atas luka-luka yang mendalam. Sebuah panggilan untuk pertolongan, baik dalam bentuk fisik maupun emosional, yang dapat membantu menenangkan dan mengobati penderitaan yang telah lama dirasakan.
Interaksi Antara Luka dan Penyembuhan
Puisi "Anggur" menggambarkan bagaimana luka dan penyembuhan saling berhubungan dalam kehidupan manusia. Luka-luka yang timbul dari pengalaman hidup sering kali tampak tidak bisa dihindari dan tak terobati dengan mudah. Namun, dalam pencarian makna, ada usaha untuk mencari penyembuhan. Anggur menjadi simbol dualitas ini—sebuah benda yang dapat membawa kesenangan dan juga membawa penyembuhan.
Pengulangan kata "goyang" juga memberi kesan bahwa dalam proses penyembuhan, ada gerakan, proses yang terus berlangsung, dan kadang kala, rasa sakit itu harus dilalui terlebih dahulu sebelum mendapatkan kenyamanan. Luka tidak akan hilang begitu saja, tetapi mungkin, dalam waktu dan pencarian yang tepat, kita dapat menemukan kedamaian yang datang dari luar dan dalam diri kita.
Puisi "Anggur" karya Sutardji Calzoum Bachri adalah sebuah karya yang menggambarkan pencarian manusia akan penyembuhan dari luka fisik dan emosional. Melalui penggunaan simbol yang kuat—angur, goyangan, dan perban—puisi ini mengajarkan bahwa meskipun luka dalam hidup tak terhindarkan, ada usaha untuk mencari solusi dan menemukan kedamaian di tengah perasaan yang bergolak. Dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, Sutardji mengajak pembaca untuk merenungkan penderitaan, harapan, dan proses penyembuhan dalam kehidupan mereka sendiri.
Karya: Sutardji Calzoum Bachri
Biodata Sutardji Calzoum Bachri:
- Sutardji Calzoum Bachri lahir di Rengat, Indragiri Hulu, Riau, pada tanggal 24 Juni 1941.
- Sutardji Calzoum Bachri merupakan salah satu pelopor penyair angkatan 1970-an.