Puisi: Alam (Karya Rustam Effendi)

Puisi | ALAM | Karya | Rustam Effendi | Alam!!!/ Alangkah sebatnya suara ini/ dikeluhkan nyawa, kalbu nurani/ yang tengah berkhali menanti Zaman/ ....
Alam

Alam!!!
Alangkah sebatnya suara ini,
dikeluhkan nyawa, kalbu nurani,
yang tengah berkhali menanti Zaman.
Alam, penuh oléh duri dustaan,
diliputi dosa, keganasan nafsu,
pertempuran dendam, marah dan sayu.
Alam, tempat bunga berkarang duri,
Gua godaan percintaan put’ri,
mengeluh, menangis, merindu cinta,
meratap, menggigir, kujur tiada berkata.

Alam!!!
Apakah gerangan kuasa engkau,
maka tiada tertinggalkan pulau
oleh sekalian manusia ini?
Adakah hidup di dunia fani
akan kekal berzaman Khulud?
makanya kita menaruh takut,
jikalau maut menjemput hartanya?
Apakah yang mengebat kita di dunya?
Rantai percintaan kepada,
atau ke anak, atau kepada kekasihmu?

Alam!!!
Apakah gerangan godaan kamu,
apakah juga yang mengebat kalbu,
tiadalah béta yang engkau paut!
O, Rabbi, kirimkan béta malaikat maut,
tuntutlah nyawa di muka saatnya.
Lah cukup berat béta derita,
lah bosan béta didera hidup,
‘kan senyum aku menempuh khulud.
...........................................................................
Sekiranya ada hati menyesal,
tak lain sebabnya, karena tangan tiada berbekal.

Sumber: Puitika Roestam Effendi dan Percikan Permenungan (2013)
Catatan:
Khulud = abadi.

Analisis Puisi:

Puisi "Alam" karya Rustam Effendi adalah sebuah karya yang penuh dengan intensitas emosional dan kedalaman filosofi. Dalam puisi ini, Effendi menggambarkan gambaran dunia yang penuh dengan konflik batin, godaan, dan pencarian makna yang tidak pernah berakhir. Alam menjadi simbol dari kehidupan itu sendiri, dengan segala kerumitan, kesedihan, dan pencarian yang tak terjawab.

Struktur dan Tema Puisi

Puisi ini terdiri dari tiga bagian besar yang berisi seruan dan pertanyaan mendalam tentang alam semesta dan kehidupan manusia. Setiap bagian dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang menuntut refleksi mendalam tentang hubungan antara manusia, dunia, dan kekuatan yang lebih besar.

Bagian pertama diawali dengan seruan emosional yang mendalam:

Alam!!!
Alangkah sebatnya suara ini,
dikeluhkan nyawa, kalbu nurani,
yang tengah berkhali menanti Zaman.

Seruan ini menunjukkan sebuah pergolakan batin yang menginginkan jawaban atas kesulitan dan kebingungannya terhadap dunia yang penuh dengan keputusasaan. Alam di sini tidak hanya dimaknai sebagai dunia fisik, tetapi juga sebagai ruang batin manusia yang dipenuhi oleh keraguan, dosa, dan kegelisahan. Efendi mengungkapkan bahwa alam adalah tempat yang penuh dengan konflik—baik di luar diri manusia, maupun di dalam hati manusia itu sendiri.

Bagian kedua melanjutkan dengan pertanyaan filosofis yang lebih mendalam, mengungkapkan kebingungan manusia akan tujuan hidup dan ketidakpastian yang ada:

Alam, apakah gerangan kuasa engkau,
maka tiada tertinggalkan pulau
oleh sekalian manusia ini?

Di sini, penulis mulai mempertanyakan kekuatan dan pengaruh alam terhadap kehidupan manusia, yang seolah-olah tidak bisa dilepaskan dari pengaruhnya. Alam, dengan segala godaan dan kekuatannya, memegang peranan besar dalam menentukan jalan hidup setiap individu. Puisi ini mencerminkan pandangan bahwa manusia seringkali tersesat dalam godaan duniawi dan terjebak dalam lingkaran dosa serta pencarian yang tak pernah selesai.

Alam sebagai Simbol Kehidupan yang Tidak Pernah Sempurna

Effendi menggambarkan alam sebagai tempat yang penuh dengan paradoks—tempat di mana bunga tumbuh berduri, dan perasaan cinta disertai dengan rasa sakit dan keraguan. Dalam baris:

Alam, tempat bunga berkarang duri,
Gua godaan percintaan put’ri,
mengeluh, menangis, merindu cinta,
meratap, menggigir, kujur tiada berkata.

Alam menjadi ruang bagi segala macam perasaan manusia yang tidak sempurna—bahkan yang tampak indah pun menyimpan potensi penderitaan. Dalam hal ini, alam berfungsi sebagai simbol kompleksitas hidup itu sendiri, yang tidak selalu sesuai dengan harapan atau impian, tetapi tetap harus dijalani oleh setiap individu.

Pertanyaan Tentang Takdir dan Kehidupan Setelah Mati

Bagian ketiga puisi ini membawa pembaca untuk merenungkan masalah takdir dan kehidupan setelah mati. Effendi mengajukan pertanyaan-pertanyaan besar yang mengguncang pemahaman manusia tentang kehidupan dan kematian. Baris:

Apakah gerangan godaan kamu,
apakah juga yang mengebat kalbu,
tiadalah béta yang engkau paut!

Pertanyaan-pertanyaan ini muncul seiring dengan keresahan terhadap godaan duniawi yang membuat manusia sulit untuk mencapai kedamaian sejati. Effendi tidak hanya mempertanyakan godaan yang datang dari dunia ini, tetapi juga menyerukan doa kepada Tuhan untuk membebaskan dirinya dari penderitaan hidup yang tak berujung:

O, Rabbi, kirimkan béta malaikat maut,
tuntutlah nyawa di muka saatnya.

Pada titik ini, puisi ini mencerminkan perasaan putus asa dan kebosanan terhadap kehidupan duniawi. Penulis seolah-olah ingin mengakhiri penderitaan hidupnya dan berharap kematian datang sebagai solusi yang membebaskan. Kematian dianggap sebagai jalan untuk memperoleh ketenangan atau bahkan kebahagiaan yang tidak dapat ditemukan dalam kehidupan duniawi.

Makna dari "Sekiranya Ada Hati Menyesal"

Bagian terakhir puisi ini menawarkan renungan yang mendalam tentang kehidupan dan pertanggungjawaban pribadi. Effendi mengungkapkan bahwa jika ada penyesalan dalam hidup, itu semua disebabkan oleh kelalaian dan ketidaksiapan dalam menjalani hidup dengan bijaksana:

Sekiranya ada hati menyesal,
tak lain sebabnya, karena tangan tiada berbekal.

Penyesalan ini mencerminkan ketidakmampuan manusia untuk mempersiapkan diri menghadapi tantangan kehidupan dengan benar. Kealpaan dalam berbuat baik dan mempersiapkan diri untuk akhirat menjadi inti dari penyesalan tersebut. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung, agar tidak terlambat untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan dan kematian.

Puisi "Alam" karya Rustam Effendi adalah sebuah karya yang menggugah kesadaran pembaca akan hakikat hidup dan alam semesta. Dengan seruan-seruan yang penuh dengan pertanyaan dan refleksi, Effendi menggambarkan kehidupan sebagai perjalanan yang penuh dengan godaan, kebingungan, dan pencarian makna yang terus berlanjut. Puisi ini mengajak kita untuk merenung tentang kehidupan, tentang tujuan kita di dunia ini, dan tentang apa yang terjadi setelah kita meninggalkan dunia ini.

Rustam Effendi
Puisi: Alam
Karya: Rustam Effendi

Biodata Roestam Effendi:
  • Rustam Effendi lahir pada tanggal 13 Mei 1903 di Padang, Sumatra Barat.
  • Rustam Effendi meninggal dunia pada tanggal 24 Mei 1979 (pada usia 76) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.