Ketidakadilan Gender dalam Organisasi

Ketidaksetaraan gender adalah fenomena yang cukup kompleks dan tertanam kuat dalam institusi sosial dan budaya organisasi. Untuk mengatasi ...

Abstrak

Perbedaan Gender sering kali menjadi faktor utama dan hambatan bagi perkembangan sebuah organisasi. Ketimpangan peranan antara pria dan wanita sering kali memicu perselisihan dan etika berorganisasi yang pelik. Terutama mengenai status, posisi dalam kelembagaan, kualitas sumber daya diri bahkan tingkat pendidikan. Tentunya akan menghambat kinerja organisasi yang selayaknya bekerjasama secara adil, bijak dan setara. Pentingnya menyeimbangkan berbagai hal tentang gender akan memerlukan kerja sama yang solid antara kedua pihak.

Pendahuluan

Ketidakadilan gender dalam organisasi terletak pada perlakuan yang tidak adil berdasarkan jenis kelamin atau identitas gender seseorang. Dalam konteks organisasi, ketidaksetaraan ini terjadi dalam berbagai bentuk, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Misalnya, sering kali para wanita dibebani dengan ekspektasi mengelola pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan profesional secara bersamaan. Tentunya hal ini akan menghambat karier mereka, karena harus menyeimbangkan dua peran besar dalam hidup mereka.

Ketidakadilan Gender dalam Organisasi

Selain itu di level eksekutif, perempuan kurang terwakili meski partisipasi perempuan dalam kepemimpinan sangat penting agar tercipta keberagaman perspektif dan keputusan yang lebih inklusif. Stereotip ini melibatkan pandangan tradisional anggapan dalam dunia kerja tentang apa yang layak bagi laki-laki dan perempuan.

Misalnya, pria dianggap lebih pantas untuk posisi eksekutif atau teknis sedangkan perempuan dianggap lebih cocok untuk pekerjaan yang berhubungan dengan layanan atau administrasi.

Pembahasan

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa ketidakadilan gender adalah perlakuan yang tidak setara terhadap individu atau kelompok berdasarkan jenis kelamin mereka. Ketidakadilan gender sering dibahas dalam sosiologi sebagai bentuk dominasi atau ketidakseimbangan kekuasaan yang mengakibatkan diskriminasi terhadap satu jenis kelamin, paling sering perempuan, meskipun juga dapat terjadi terhadap laki-laki dalam situasi tertentu.

Berikut adalah beberapa jenis ketidakadilan gender yang umum ditemukan dalam organisasi masyarakat:

1. Diskriminasi di Tempat Kerja

Salah satu bentuk ketidaksetaraan gender yang paling umum adalah perbedaan pendapatan antara pria dan wanita untuk pekerjaan yang sama atau setara. Fenomena ini disebut sebagai kesenjangan upah gender (pay gap).

Selain itu perempuan sering kali menghadapi batasan karier, masalah dalam mendapatkan peran kepemimpinan, atau profesi bergengsi di berbagai sektor, meskipun memiliki kualifikasi yang sama. Sedangkan pria umumnya lebih sering mendapatkan promosi lebih besar dari pada wanita meskipun mempunyai kualifikasi dan skill yang setara, yang mengakibatkan adanya stereotip bahwa pria lebih cocok dengan posisi kepemimpinan atau jabatan yang lebih tinggi.

Hal lain yang tak kalah penting adalah perempuan lebih rentan terhadap pelecehan seksual di tempat kerja, sering diabaikan oleh pihak berwenang meski sudah ada korban yang melapor.

2. Pendidikan dan Akses ke Kesempatan

Di beberapa bagian dunia, perempuan dan anak perempuan memiliki akses yang lebih sedikit ke pendidikan, terutama di daerah norma budaya atau agama membatasi peran perempuan dalam pendidikan.

Pendidikan sering kali mencerminkan dan memperkuat stereotip gender. Misalnya, gadis-gadis lebih sering didorong untuk memilih disiplin ilmu yang lebih "feminim" seperti seni atau bahasa, sementara anak laki-laki lebih sering didorong untuk mengejar bidang seperti sains, teknologi, teknik, dan matematika.

3. Ketidaksetaraan dalam Tugas Domestik

Wanita sering kali diharapkan untuk menangani pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak, meskipun banyak wanita juga bekerja di luar rumah. Pembagian kerja yang tidak adil ini menciptakan perbedaan waktu antara wanita dan pria dalam berbagai aspek kehidupan. Lebih dari itu dianggap lebih cocok untuk mengurus urusan rumah tangga dan keluarga, sementara pria dianggap lebih sesuai untuk bekerja di luar.

4. Kekerasan Berbasis Gender 

Perempuan dan anak gadis sering menghadapi kekerasan fisik, emosional, atau seksual di rumah mereka. Ini adalah semacam ketidakadilan gender yang menyebabkan penderitaan fisik dan psikologis yang serius bagi perempuan.

Korban kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, dan perdagangan manusia, yang berasal dari ketidaksetaraan gender dan persepsi dominasi laki-laki.

5. Stereotip Gender 

Masyarakat biasanya mengharapkan pria dan wanita untuk mematuhi norma gender yang telah ditentukan. Perempuan, misalnya, dianggap lembut, penuh kasih, dan pengasuh keluarga, sementara laki-laki diharapkan kuat, tegas, dan menjadi pencari nafkah.

Stigma terhadap wanita yang memilih untuk mengejar karier atau hidup mandiri sering kali dilabeli tidak sesuai dengan norma sosial yang diharapkan.

6. Pengaruh Budaya dan Media

Representasi gender dalam media sering kali memperkuat stereotip gender dengan menggambarkan perempuan sebagai objek seksual atau ibu rumah tangga tradisional, sementara laki-laki digambarkan sebagai pemimpin atau pahlawan. Representasi yang timpang ini dapat memperburuk persepsi ketidakadilan gender dalam masyarakat.

Iklan sering menggambarkan peran gender dengan cara yang terbatas, seperti memasarkan produk tertentu hanya kepada wanita atau pria, yang pada gilirannya memperkuat ideologi ketidakadilan gender. Stigma terhadap wanita yang memilih untuk bekerja atau hidup mandiri sering dianggap tidak mematuhi norma sosial yang diterima.

7. Diskriminasi Hukum dan Politik 

Di beberapa negara, perempuan tidak memiliki hak politik yang setara, termasuk hak untuk memilih dan menduduki jabatan politik. Mereka juga kurang mungkin mendapatkan perwakilan yang setara di badan legislatif atau pemerintahan.

Begitupun dengan undang-undang yang mengatur warisan, perceraian, atau hak asuh anak mungkin lebih menguntungkan pria daripada wanita, yang mengakibatkan ketidaksetaraan dalam kehidupan pribadi dan sosial wanita.

Sebagai negara berkembang, Indonesia terus menangani isu gender terutama dalam perekrutan tenaga kerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) untuk pekerja perempuan jauh lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. TPAK laki-laki sebesar 82,27% dibandingkan perempuan yang hanya 53,34% (BPS, 2022). Data BPS menyebutkan terdapat hanya 17.902.976 karyawan perempuan, sedangkan jumlah karyawan laki-laki jauh lebih tinggi yaitu 33.045.579(BPS, 2022).

Meskipun posisi perempuan di tempat kerja telah berkembang secara signifikan, bisnis masih menghadapi tantangan dalam memastikan lingkungan yang adil bagi semua karyawan (Adams-Prassl et al. 2020). Untuk mengatasi ketidakseimbangan gender, budaya organisasi harus berubah dengan membangun budaya inklusif di mana kontribusi setiap karyawan harus adil, tanpa memandang gender. Penerapan kebijakan inklusif akan mempromosikan keberagaman dan kesetaraan gender di semua elemen tempat kerja, termasuk gaji, promosi, dan kemajuan karier (Leovani, dkk 2023).

Upaya untuk Mengatasi Ketidakadilan Gender

Menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil dan inklusif dalam organisasi dapat dilakukan untuk menyeimbangkan gap antar gender melalui beberapa hal berikut:

  1. Menerapkan kebijakan terkait promosi, gaji, dan peluang karier untuk semua gender yang setara.
  2. Memberikan pelatihan tentang kesadaran sikap adil antar gender dan menghilangkan stereotip yang ada di dalam organisasi.
  3. Menciptakan lingkungan yang bebas dari diskriminasi dan pelecehan, dengan menyediakan saluran pengaduan yang aman dan terlindungi.
  4. Meningkatkan representasi perempuan dalam posisi kepemimpinan, agar tercipta model peran yang lebih beragam.
  5. Menerapkan kebijakan untuk mendukung pekerja dalam mengelola keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan, seperti cuti melahirkan dan cuti keluarga secara lebih fleksibel.

Ketidakadilan gender dalam sebuah organisasi memerlukan perhatian yang serius, sebab selain berhubungan dengan hak asasi manusia, ketidaksetaraan ini dapat berdampak negatif terhadap produktivitas dan kinerja organisasi secara keseluruhan yang akan menghambat perkembangan organisasi ke depannya.

Kesimpulan

Ketidaksetaraan gender adalah fenomena yang cukup kompleks dan tertanam kuat dalam institusi sosial dan budaya organisasi. Untuk mengatasi kesenjangan gender, perubahan sosial diperlukan yang melibatkan pemberdayaan perempuan, penghapusan stereotip gender, dan penegakan undang-undang yang adil untuk semua gender.

Islam memandang bahwa laki-laki dan perempuan memiliki potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal, yaitu orang yang bertaqwa. Islam memandang bahwa Allah memuliakan seluruh hamba-Nya yang beriman dan bertakwa, tanpa memperhatikan perbedaan yang melekat pada masing-masing darinya.

Dalam perspektif Islam organisasi tentunya membutuhkan peranan kedua gender secara berkeadilan, laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang setara di hadapan Allah, dan peran sesuai gendernya diatur berdasarkan syari'at dengan asas kemitraan dan keseimbangan. Islam tentunya lebih menekankan bahwa perbedaan peran, hak, dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan bukanlah sebagai bentuk diskriminasi, namun untuk menciptakan keharmonisan sosial, saling melengkapi dan keadilan sepertinya dalam organisasi terkecil dalam keluarga, kantor maupun lembaga resmi lain.

Referensi:

  1. Adams-Prassl, A., Boneva, T., Golin, M., & Rauh, C. (2020). Inequality in the Impact of the Coronavirus Shock: Evidence from Real Time Surveys. Journal of Public Economics, 189, 104245. https://doi.org/https://doi.org /10.1016/j.jpubeco.2020.104245
  2. Badan Pusat Statistik. (2022). Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2022. In Badan Pusat Statistik (Vol. 11, Issue 84). http://e-journal.uniflor.ac.id/index.php /analisis304Leovaniet al., 2023DOI: 10.37478/als.v13i2.3118)
  3. Leovani,Ega, Florentinus Heru Ismadi, Candra Astra Terenggana. 2023. Ketidaksetaraan Gender di Tempat Kerja: Tinjauan Mengenai Proses dan Praktek dalam Organisasi. Jurnal Ilmiah Fakultas Ekonomi Vol. 13 No. 02 Tahun 2023 P. 303-319ISSN 1907-5189e-ISSN 2722-6328 Published online in http://e-journal.uniflor.ac.id/index.php /analisis304Leovaniet al., 2023DOI: 10.37478/als.v13i2.3118

Nafiisah Az Zahra

Biodata Penulis:

Nafiisah Az Zahra saat ini aktif sebagai mahasiswa jurusan Sosiologi, di Universitas Muhammadiyah Malang.

© Sepenuhnya. All rights reserved.