Efektivitas Gerakan 15 Menit Membaca dalam Meningkatkan Minat Baca Anak SD di Indonesia

Implementasi Gerakan 15 Menit Membaca dapat berbeda-beda di setiap sekolah, menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing.

Indonesia menghadapi tantangan besar dalam bidang literasi, seperti yang terlihat dari berbagai survei global. Data UNESCO menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat kedua dari bawah dalam hal literasi dunia. Hal ini mencerminkan rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, dengan hanya satu dari 1.000 orang yang memiliki kebiasaan membaca. Selain itu, survei PISA terbaru menempatkan Indonesia di peringkat 62 dari 70 negara dalam kemampuan membaca, mempertegas pentingnya upaya untuk meningkatkan literasi sejak dini.

Kondisi ini semakin mencolok pada tingkat pendidikan dasar, yang menjadi fondasi penting bagi perkembangan literasi. Berbagai faktor turut mempengaruhi rendahnya minat baca di kalangan anak-anak sekolah dasar, seperti keterbatasan akses terhadap buku menarik dan kurangnya budaya membaca di rumah. Di banyak rumah tangga, membaca seringkali dianggap kegiatan yang kurang penting, sedangkan anak-anak lebih cenderung terpapar pada media digital seperti video dan permainan daring. Selain itu, masih banyak sekolah, terutama di daerah terpencil, yang kekurangan fasilitas perpustakaan yang memadai.

Efektivitas Gerakan 15 Menit Membaca

Sebagai langkah untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah meluncurkan Gerakan 15 Menit Membaca. Program ini bertujuan membangun kebiasaan membaca pada anak-anak sekolah dasar dengan mewajibkan mereka membaca buku non-pelajaran selama 15 menit setiap hari sebelum kegiatan belajar dimulai. Berbagai jenis buku yang dibaca, seperti cerita, dongeng, hingga buku ilmu pengetahuan populer, diharapkan dapat membangkitkan minat baca dan membentuk kebiasaan membaca secara mandiri. Guru berperan penting dalam program ini, baik sebagai motivator maupun fasilitator, membantu siswa memilih bahan bacaan yang sesuai.

Implementasi Gerakan 15 Menit Membaca dapat berbeda-beda di setiap sekolah, menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing. Beberapa sekolah menambahkannya dengan kegiatan diskusi atau presentasi buku yang dibaca siswa. Guru juga sering mengaitkan manfaat membaca dengan kehidupan sehari-hari, memperkuat pemahaman siswa tentang pentingnya membaca. Selain itu, perpustakaan sekolah didorong untuk menyediakan bahan bacaan yang lebih menarik dan relevan bagi siswa.

Namun, pelaksanaan gerakan ini tetap menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya adalah keterbatasan bahan bacaan yang menarik, terutama di daerah-daerah terpencil. Selain itu, dukungan orang tua masih terbatas, karena beberapa orang tua belum sepenuhnya menyadari pentingnya membaca dalam mendukung pendidikan anak-anak mereka. Tantangan lainnya adalah konsistensi dalam penerapan program ini, khususnya di daerah dengan sumber daya yang terbatas.

Meski demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang mengikuti Gerakan 15 Menit Membaca menunjukkan minat baca yang lebih besar dibandingkan mereka yang tidak mengikuti program serupa. Program ini terbukti tidak hanya meningkatkan minat baca tetapi juga membantu perkembangan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas anak. Selain itu, program ini mempererat hubungan antara siswa, guru, dan orang tua dalam membangun budaya literasi. Guru berfungsi sebagai panutan, sementara orang tua didorong untuk menciptakan suasana membaca di rumah.

Gerakan 15 Menit Membaca berpotensi menjadi solusi efektif dalam meningkatkan minat baca anak-anak di Indonesia. Dengan penyediaan bahan bacaan yang relevan, pelatihan untuk guru, dan peningkatan kesadaran orang tua, program ini dapat menciptakan generasi yang lebih literat, kritis, dan siap menghadapi tantangan masa depan.

Biodata Penulis:

Mahira Berliana saat ini aktif sebagai mahasiswa, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, di Universitas Peradaban, Bumiayu.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.