The Substance: Sinopsis dan Kaitannya dengan Sisi Psikologis

The Substance merupakan film dengan genre body horror garapan Coralie Fargeat yang dikemas dengan satir dan humor gelap.

Tidak diragukan lagi bahwa menjadi awet muda adalah impian semua orang, terutama bagi para wanita. Di dunia hiburan, semakin muda seorang talen, semakin besar pula value dan kesempatan yang mereka miliki, sementara semakin besar usia seseorang semakin kecil nilai mereka. Hal ini tidak terkecuali dengan apa yang dialami tokoh utama The Substance, Elizabeth Sparkle.

Elizabeth Sparkle adalah seorang mantan bintang hollywood yang kini menjadi pemandu acara aerobik di stasiun televisi. Meskipun namanya diabadikan di walk of fame yang ikonik, Elizabeth tidak lagi dikenali oleh publik dan ini membuatnya frustasi. Satu-satunya harapan yang ia inginkan di ulang tahunnya yang ke-50 adalah tidak menjadi 50. Ia ingin tetap awet muda, cantik, dan populer. sayangnya, di hari ulang tahunnya, Elizabeth justru dipecat dari pekerjaannya, alasannya tidak lain dan tidak bukan adalah karena faktor usia.

The Substance
sumber: primevideo.com

The Substance merupakan film dengan genre body horror garapan Coralie Fargeat yang dikemas dengan satir dan humor gelap. Film ini berhasil menyabet penghargaan best screenplay di Cannes Film Festival 2024 dan rilis di bioskop Indonesia mulai 16 Oktober kemarin. Menggaet Demi Moore sebagai Elizabeth Sparkle, The Substance juga menampilkan pemeran utama lain, yakni Margaret Qualley (Sue) dan Dennis Quaid (Harvey).

Film ini mengikuti Elizabeth Sparkle yang terobsesi dengan tampil muda hingga membuatnya nekat mengonsumsi serum The Substance yang ia dapatkan lewat seorang perawat setelah mengalami kecelakaan mobil. The Substance diklaim dapat menciptakan versi diri yang “lebih muda, lebih cantik, dan lebih sempurna”. Selepas Elizabeth menyuntikkan serum The Substance ke tubuhnya, punggungnya merekah dan memunculkan tubuh baru yang benar saja tampak lebih muda, lebih cantik, dan lebih sempurna.

Dengan penampilannya yang baru, Elizabeth melamar pekerjaan di tempat dulu ia bekerja dan disambut tangan terbuka Harvey, sang produser. Elizabeth versi baru memperkenalkan dirinya sebagai Sue, memikat semua orang dan menjadikannya populer dalam sekejap mata. Meski begitu, Elizabeth tidak bisa selamanya menikmati kepopuleran Sue, ia harus berganti tempat dengan tubuh lamanya setiap 7 hari.

Namun karena keserakahannya, lama-kelamaan Elizabeth melanggar aturan tersebut dan hidup sebagai Sue dengan menggunakan ulang suntikan-suntikan serum yang seharusnya digunakan sekali pakai. Kesadaran Sue dan Elizabeth yang seharusnya satu, akhirnya mulai berpisah dan tubuh Elizabeth semakin membusuk. Sue harus menyuntikkan cairan sumsum dari tubuh lamanya ke tubuh yang baru untuk tetap hidup, sayangnya tubuh lamanya sudah benar-benar busuk dan cairan sumsumnya sudah habis. Kini tubuh baru Sue mulai rontok dan hancur, giginya tanggal satu-persatu dan telinganya nampak rontok. Sue hampir gila karena besok adalah acara puncak tahun baru yang akan ia bintangi dan merupakan batu loncatan besar untuk kariernya yang sudah lama ia nanti-nanti.

Di tengah kepanikannya, muncul ide untuk menggunakan cairan The Substance ke tubuhnya yang baru, berharap akan terlahir kembali dengan versi dirinya yang lebih muda, cantik, dan sempurna. Sayangnya alih-alih terlahir kembali menjadi lebih cantik, tubuh Sue malah berubah menjadi monster gabungan dirinya dan Elizabeth, di sini sang monster ditampilkan sangat menjijikkan dan diberi nama Elisasue.

The Substance berhasil membawakan isu feminis dan sosial tentang sebagaimana mengerikan perempuan yang tidak puas dengan citranya. Dalam dunia nyata, tidak sedikit perempuan yang rela melakukan apa saja untuk tampil lebih muda dan lebih cantik. Semakin marak pula produk kecantikan yang mempromosikan klaim palsu dan menggunakan zat-zat kimia berbahaya untuk mengambil keuntungan dengan maksimal.

Seseorang yang tidak puas dengan penampilannya bisa jadi membuatnya terganggu secara mental. Banyak kasus gangguan psikologis yang didasari pada ketidakpuasan tersebut, salah satunya adalah Body Dysmorphia, pengidapnya membenci bagaimana tubuhnya terlihat dan memperhatikan secara detail setiap kekurangan yang ada pada penampilannya.

Dalam kebanyakan kasus, kekurangan fisik yang dibayangkan pengidap body dysmorphia atau BDD bukan merupakan kekurangan yang dapat dilihat secara signifikan. Kecemasan berlebihan yang dialami pengidap BDD sangat mengganggu karena menghilangkan rasa percaya diri secara ekstrem dan dapat mengakibatkan pengidapnya terjerumus pada depresi.

Ketidakpuasan dan kekurangan rasa syukur akan diri kita sendiri sangat berbahaya bagi kesejahteraan hidup. Oleh karena itu, kita harus menerima diri kita secara utuh dan mencintai setiap aspeknya. penerimaan diri akan membawa kita pada kedamaian dan kesejahteraan yang hakiki. Apabila anda merasa tidak puas dengan citra anda sendiri, tidak ada salahnya untuk mencoba berkonsultasi ke psikolog. Berbicara pada psikolog bukan berarti anda sakit, melainkan justru menunjukkan akan tingginya kesadaran dan kepedulian anda terhadap diri sendiri.

Jauza

Biodata Penulis:

Jauza adalah seorang mahasiswa yang kini menempuh pendidikan di S1, ia memiliki minat pada dunia hiburan seperti film dan karya sastra. Menyukai genre suspense dan thriller, Jauza bercita-cita menjadi sutradara di masa mendatang.


© Sepenuhnya. All rights reserved.