Di zaman modern ini kebanyakan perempuan terobsesi ingin menjadi perempuan mandiri, bukan? Atau bahasa gaulnya independent woman. Kita sering mendengar ungkapan independent woman yang seolah menjadi standar baru bagi kesuksesan perempuan. Namun, di balik semangat itu, ada sisi lain yang sering kali terlupakan: inner child kita. Bayangkan, di tengah kesibukan dan tuntutan hidup yang terus menggebu, ada bagian dari diri kita yang sebenarnya ingin merasakan pelukan hangat, terutama saat capek dan lelah.
Mengapa Perempuan Terobsesi Menjadi Independent Woman?
Di era modern, konsep "independent woman" atau perempuan mandiri telah menjadi subjek yang sangat menarik dalam diskusi tentang gender dan pemberdayaan perempuan. Banyak perempuan yang terobsesi untuk menjadi mandiri, baik secara ekonomi maupun emosional. Pertanyaan yang mendasar adalah, mengapa perempuan ini begitu terobsesi?
Kemandirian memberikan kebebasan bagi wanita untuk menentukan jalan hidup sendiri dan mengejar kebahagiaan pribadi. Dengan menjadi mandiri, mereka tidak hanya meningkatkan kepercayaan diri tetapi juga menciptakan peluang untuk mengembangkan potensi diri. Oleh karena itu, obsesi untuk menjadi wanita mandiri merupakan upaya untuk menegaskan identitas dan eksistensi mereka dalam masyarakat yang terus berubah.
Pertama-tama, pengaruh keluarga memainkan peran yang signifikan. Banyak wanita terinspirasi oleh sosok orang tua atau anggota keluarga yang telah menunjukkan kemandirian dalam hidup mereka. Contoh positif ini membentuk pola pikir bahwa wanita juga mampu mengejar impian dan meraih kesuksesan tanpa bergantung pada orang lain.
Selanjutnya, akses pendidikan yang semakin terbuka memberikan kesempatan lebih besar bagi wanita untuk mengembangkan diri. Dengan pendidikan yang baik, wanita dapat memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk bersaing di dunia kerja. Ini tidak hanya meningkatkan peluang karir, tetapi juga membangun rasa percaya diri dan kemampuan untuk mandiri.
Terakhir, ambisi pribadi tidak bisa diabaikan. Banyak wanita memiliki cita-cita dan tujuan yang kuat, yang mendorong mereka untuk bekerja keras dan mencapai kemandirian. Kemandirian dianggap sebagai simbol keberhasilan dan pencapaian, yang menjadikan wanita lebih termotivasi untuk mengatasi berbagai tantangan.
Fenomena Inner Child yang Terabaikan
Inner child, atau "anak kecil" dalam diri kita, merupakan bagian psikologis yang mencerminkan ingatan, perasaan, dan pengalaman masa kecil. Luka pada inner child bisa disebabkan oleh trauma, kekerasan, atau penolakan dari orang tua atau lingkungan sosial. Banyak orang masih mengalami gejala-gejala tertentu yang menunjukan adanya inner child yang terluka, seperti rasa takut dan harga diri rendah, keraguan mendalam, dan ledakan emosi yang kuat. Untuk menyembuhkan inner child yang terluka, langkah awal yang penting adalah mengenal dan memvalidasi perasaan. Ini berarti mengakui dan menerima emosi seperti marah, sedih, dan kesepian tanpa harus menutupilah.
Setelah itu, proses berdamai dengan pengalaman buruk masa lalu sangat efektif. Dengan cara ini, kita dapat membersihkan beban-beban emosional yang sudah lama menumpuk dan membiarkan diri kita benar-benar pulih. Selain itu, menggunakan teknik Ho'oponopono juga dapat membantu. Ho'oponopono adalah sebuah praktek spiritual yang berasal dari Hawaii yang fokus pada memaafkan diri sendiri dan orang lain. Dengan mengucapkan mantr-mantra seperti 'Maaf', 'Maafkan saya', 'Saya mencintaimu', dan 'Terima kasih', kita dapat membersihkan energi negatif dan membangkitkan energi positif baru. Dengan demikian, fenomena inner child yang terabaikan dapat dibersihkan dan dimurnikan. Dengan memahami dan menyembuhkan inner child, kita dapat meningkatkan kesejahteraan mental dan emosional, serta menciptakan kehidupan yang lebih harmonis dan sejahtera.
Independent Woman Juga Butuh Pelukan
Independent woman sering kali dipandang sebagai individu yang kuat dan independen, namun mereka juga memiliki kebutuhan emosional yang penting. Meskipun tampaknya mereka tidak butuh dukungan, faktanya adalah wanita mandiri juga membutuhkan momen-momen keintiman seperti pelukan. Pelukan bukan sekadar gerakan tubuh, tapi simbol kasih sayang dan penghargaan yang dapat membersihkan hati dan memberikan rasa aman. Interaksi emosional seperti ini membantu membangun komunikasi yang lebih dalam dan mengurangi tekanan yang sering dialami oleh mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Pelukan bukan hanya sekadar tindakan fisik; ia memiliki dampak psikologis yang signifikan. Kontak fisik dapat merangsang pelepasan hormon oksitosin, yang dikenal sebagai "hormon cinta." Hormon ini membantu mengurangi stres dan meningkatkan perasaan bahagia. Wanita mandiri yang sering kali menghadapi tekanan tinggi dalam pekerjaan atau kehidupan sehari-hari dapat merasakan manfaat besar dari pelukan dalam menyeimbangkan emosi mereka.
Biodata Penulis:
Dwi Lestari lahir pada tanggal 3 April 2006, saat ini aktif sebagai mahasiswa, program studi PPKn, di Universitas Sebelas Maret.