Sejak dulu, seorang guru selalu dikatakan dengan julukan “pahlawan tanpa tanda jasa”. Saya sudah mendengar kalimat tersebut sejak memasuki Sekolah Dasar sekitar 12 tahun yang lalu. Guru sangat dipuji, disenangi, dan dihormati di kalangan masyarakat. Saya sebagai seorang siswa juga sangat menghormati profesi guru. Karena guru adalah pembangun generasi bangsa untuk menjadi lebih baik melalui pendidikan. Walaupun menjadi seorang guru itu tidak mudah, akan tetapi masih banyak yang mencita-citakan profesi ini sejak dulu hingga saat ini. Termasuk juga dengan ratusan ribu guru honorer yang masih tetap setia mengabdi untuk negeri dengan sejumlah polemik yang dialami.
Guru honorer adalah guru yang berstatus tidak tetap di sebuah sekolah atau yayasan. Tugas mereka hampir sama dengan tugas guru pada umumnya. Tidak banyak perbedaan yang bisa dilihat dengan mata secara langsung. Mungkin perbedaan yang nyata dari guru honorer dan guru tetap ada pada 3 hal yaitu ‘status’, ‘perlakuan’, dan ‘kesejahteraan’.
Secara tidak sadar dan kasat mata, memang ada sebuah strata sosial yang tercipta dari sebuah sekolah. Kasus yang sering terjadi adalah ketika yang merasa lebih tinggi meminta tolong kepada yang dirasa lebih rendah. Dan mereka tidak bisa menolak walaupun tidak ada imbalan apapun di akhirnya. Menurut apa yang pernah saya dengarkan dari cerita ibu saya yang dulunya adalah sebagai guru honorer, beliau seringkali dimintai bantuan untuk melakukan sesuatu. Parahnya lagi, guru tetap juga menyuruh guru honorer untuk membuatkan rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH) mereka. Ada yang dimintai tolong untuk menggantikan mengajar walau tidak dibayar. Sehingga banyak kasus yang membuat seorang guru honorer memiliki jadwal mengajar yang lebih dari apa yang formalnya ditugaskan.
Di beberapa daerah dan sekolah, masih banyak guru honorer yang menerima gaji yang tidak humanis di zaman sekarang ini. Karena gaji juga merupakan salah satu faktor kualitas serta rasa ikhlas guru dalam mengajar. Dari cerita Ibu saya dulu, beliau masih tidak menerima gaji sesuai dengan UMR, yaitu hanya sekitar Rp250.000-Rp500.000 saja sebulan. Mungkin untuk memenuhi kebutuhan sebulan saja tidak cukup, belum lagi untuk membeli kuota, bahan bakar, dan biaya operasional untuk mengajar di sekolah sangat jauh dari kata cukup. Hingga pada akhirnya tahun 2014 Ibu saya mencoba melamar CPNS dan alhamdulillah beliau diterima menjadi bagian dari PNS.
Harapan di Masa yang Akan Datang
Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi, masih ada harapan untuk perubahan yang positif bagi guru honorer. Dengan cara meningkatnya kesadaran tentang pentingnya kesejahteraan guru honorer dan komitmen dari pemerintah untuk memperbaiki kondisi mereka, diharapkan nasib mereka akan semakin membaik di masa depan.
Penting untuk terus mendukung dan memperjuangkan hak-hak guru honorer agar mereka dapat terus menjalankan tugas mulia mereka dengan lebih baik. Masyarakat juga perlu memberikan apresiasi yang lebih terhadap kontribusi mereka dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Guru honorer yang lebih lama pengabdiannya harus lebih didahulukan untuk diangkat menjadi guru tetap. Supaya kualitas pendidikan di Indonesia membaik, dan kesejahteraan mereka yang juga bisa lebih baik. Sehingga sebutan “Pahlawan tanpa tanda jasa” benar-benar mereka miliki di dalam profesi yang mereka kerjakan dan banggakan menjadi seorang guru.
Biodata Penulis:
Desri Nur Laili saat ini aktif sebagai mahasiswa, Pendidikan Kimia, di UNS. Penulis bisa disapa di Instagram @lihnly._