Hutan belantara, sejak zaman dahulu, selalu menjadi rumah bagi misteri dan kisah-kisah makhluk mistis. Di seluruh penjuru dunia, kita sering mendengar cerita tentang makhluk humanoid besar, berbulu, dan kuat yang konon hidup di dalam hutan. Tentu saja, makhluk-makhluk ini tidak pernah muncul di depan kamera, tapi siapa yang tahu, mungkin mereka hanya pemalu atau belum menemukan angle yang tepat untuk selfie! Dua legenda paling terkenal dari tipe makhluk ini adalah Bigfoot dari Amerika Utara dan Genderuwo dari mitologi Indonesia.
Meskipun keduanya berasal dari budaya yang berbeda, kedua makhluk ini memiliki kemiripan yang mencolok. Mulai dari fisiknya yang besar dan berbulu hingga habitatnya yang terpencil, mereka seperti "versi internasional" satu sama lain. Apakah Bigfoot dan Genderuwo ini diam-diam adalah sepupu jauh yang terpisah benua? Atau mungkin mereka saling berkirim pesan lewat WhatsApp dan bertukar cerita mistis? Mari kita telusuri lebih dalam!
Kisah di Balik Nama Bigfoot dan Genderuwo
Siapa sangka, di balik sosok Bigfoot yang mengerikan, tersimpan kisah penamaan yang cukup unik dan, mungkin, sedikit mengejutkan. Sebelum dikenal sebagai "kaki besar," makhluk misterius ini lebih dulu disebut Sasquatch, yang dalam bahasa Salish berarti "manusia liar." Ternyata, istilah ini bukan nama band rock, ya! Namun, penemuan jejak kaki raksasanya pada tahun 1958 membuat julukan "Bigfoot" semakin populer. Karena, jujur saja, siapa yang punya kaki sebesar itu kecuali mungkin Yeti yang lagi main ski?
Sementara itu, di belahan dunia lain, Genderuwo, sosok mitologi dari Jawa, juga punya misteri yang tak kalah menarik. Nama "Genderuwo" sendiri berasal dari kata "gendru" yang konon menggambarkan langkahnya yang berat dan tubuhnya yang tinggi besar. Kalau dipikir-pikir, mungkin Genderuwo ini butuh sepatu ukuran spesial juga, tapi sayangnya, dia belum punya jejak kaki terkenal seperti sepupunya, Bigfoot. Walaupun tak ada bukti fisik semacam jejak kaki raksasa di lumpur, cerita tentang Genderuwo sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Jawa, mungkin karena dia lebih suka muncul di malam hari ketimbang mengunjungi toko sepatu.
Menyerupai Primata
Jika kita ingin mencoba membayangkan wujud kedua makhluk ini, bayangkan seekor gorila yang tiba-tiba memutuskan untuk berjalan tegak seperti manusia, tubuhnya ditutupi rambut lebat layaknya orangutan yang malas pergi ke tukang cukur, dengan kekuatan fisik dan magis luar biasa bagaikan karakter fiksi.
Satu kesamaan lagi yang tak boleh ketinggalan: keduanya tampaknya malas mandi. Bigfoot, misalnya, terkenal dengan bau menyengat yang bisa bikin hidung berontak. Detailnya? Aroma yang dikeluarkannya mirip bulu anjing basah yang kebetulan baru saja berkumpul dengan sekelompok hewan skunk, tapi kali ini baunya bertahan lebih lama di udara, seakan bilang, "Kau tak akan melupakan kehadiranku, teman!"
Sementara itu, Genderuwo juga tidak mau kalah dalam urusan aroma. Kehadirannya sering ditandai dengan bau khas seperti campuran kentang atau singkong bakar, bau anyir darah, amis ikan, dan yang paling favorit di kalangan makhluk mistis Indonesia: aroma kemenyan, parfum kebanggaan semua hantu Nusantara. Sepertinya, Genderuwo tidak hanya muncul untuk menakut-nakuti, tapi juga memberi kita pelajaran kilat tentang berbagai aroma alami yang mungkin belum pernah kita bayangkan!
Di balik banyaknya kemiripan fisik, ternyata kedua makhluk ini juga punya perbedaan yang cukup signifikan. Bigfoot, di Amerika, sering dianggap sebagai makhluk nyata yang bisa dilihat dengan mata telanjang, tanpa perlu menjadi seorang Indigo yang bisa 'melihat yang tak terlihat.' Di sisi lain, Genderuwo lebih sering digambarkan sebagai makhluk halus atau jin, yang tidak selalu hadir dalam wujud kasat mata. Jadi, kalau di Amerika orang bisa bilang, "Hei, aku melihat Bigfoot!" di Indonesia, biasanya Genderuwo hanya menampakkan diri kepada orang-orang yang sangat "beruntung" (atau tidak beruntung) dengan indera keenam.
Lalu, bagaimana dengan wajah mereka? Bigfoot sepertinya tidak terlalu menyeramkan jika dibandingkan dengan Genderuwo. Wajahnya sering digambarkan seperti hasil percampuran antara primata dan manusia purba yang, meskipun mungkin agak menakutkan, masih dalam kategori "wajah yang bisa diajak ngobrol." Sementara itu, Genderuwo lebih variatif, mulai dari yang mirip kera bertaring hingga yang memiliki wajah menakutkan yang bisa membuatmu langsung kabur meskipun baru melihat bayangannya saja. Tentu, ini semua berdasarkan laporan saksi-saksi mata, yang kita doakan tidak terlalu trauma saat melihat makhluk-makhluk ini!
Si Paling Pencinta Alam
Bigfoot maupun Genderuwo, dengan spek binaragawan dan kemampuan beradaptasi di alam liar, tampaknya dirancang khusus untuk menjadi penghuni tetap hutan belantara. Hutan, dengan segala misteri dan kegelapannya, adalah benteng sempurna bagi makhluk-makhluk yang ingin menjauh dari hiruk-pikuk peradaban manusia, apalagi kalau mereka malas ikut antre di mal atau terlalu lelah untuk berurusan dengan WiFi lemot. Bayangkan saja, hutan yang sunyi senyap, dipenuhi pepohonan rindang dan semak belukar, adalah rumah ideal bagi mereka. Di sana, mereka bebas berkeliaran, hidup sesuai dengan naluri, tanpa ada gangguan paparazzi. Hutan pun menyediakan segala yang mereka butuhkan—buah-buahan ranum, akar-akaran lezat, hingga hewan-hewan liar untuk menu utama. Alam liar yang kaya ini memungkinkan mereka bertahan hidup tanpa perlu bersaing dengan manusia, apalagi bersaing untuk mendapat tempat parkir!
Misteri seputar keberadaan Bigfoot dan Genderuwo semakin menarik ketika kita melihat perbedaan cara mereka berinteraksi dengan manusia. Bigfoot, dengan wujud kasat matanya yang menyerupai kera besar, tampaknya lebih memilih kesunyian hutan mungkin dia tipe introvert mentok yang lebih suka menghindari perhatian. Sementara itu, Genderuwo, yang dikenal sebagai makhluk halus penuh misteri, ternyata sedikit lebih bisa caper walaupun jangan harap dia muncul di acara arisan tetangga. Genderuwo sering dikaitkan dengan mitos-mitos tentang penunggu rumah tua atau makhluk yang bisa menjelma menjadi manusia atau hewan, mungkin karena dia butuh diversifikasi gaya hidup sesekali.
Satu hal yang menarik: Genderuwo dengan hirarki tinggi dan kekuatan magis paling kuat biasanya malah memilih hidup menyendiri, mirip dengan sepupunya yang jauh, Bigfoot. Jadi, meskipun Genderuwo terkenal lebih sering “main-main” dengan manusia, yang lebih "berkelas" justru cenderung menjauh dari peradaban, mungkin karena mereka suka meditasi di hutan yang tenang. Hal ini menimbulkan pertanyaan menarik: mengapa Genderuwo terlihat lebih berani berinteraksi dengan manusia dibandingkan Bigfoot? Mungkin Genderuwo lebih percaya diri dengan kemampuannya menjelma, sementara Bigfoot masih sibuk memikirkan gaya rambut yang tepat sebelum muncul di depan kamera.
Kesamaan di Mata Tradisi
Meskipun berasal dari benua yang berbeda, cerita tentang Bigfoot dan Genderuwo memiliki kesamaan yang menarik—mereka berdua seakan-akan bekerja sebagai "polisi hutan" yang bertugas menjaga ketenangan alam liar. Baik Bigfoot di Amerika Utara maupun Genderuwo dalam budaya Jawa sering dianggap sebagai penjaga hutan. Bagi suku asli Amerika, Bigfoot dipandang sebagai roh pelindung yang menjaga keseimbangan alam. Sedangkan Genderuwo dalam budaya Jawa dikenal sebagai penguasa hutan, yang sepertinya lebih suka jadi "satpam hutan" daripada datang ke acara kantor. Mereka adalah sosok misterius yang menjaga keseimbangan alam dan melindungi wilayah mereka.
Meski sering digambarkan sebagai makhluk seram, baik Bigfoot maupun Genderuwo sebenarnya punya sisi mistis yang dipuja. Banyak yang takut pada mereka, tetapi di sisi lain, ada yang menganggap mereka sebagai makhluk suci. Di Jawa, misalnya, ada ritual khusus untuk menenangkan Genderuwo agar tidak mengganggu manusia, Genderuwo butuh diputerin playlist gamelan jawa, siapa tahu suntuk juga menjaga hutan sendirian! Sementara di Amerika, ada juga yang percaya bahwa Bigfoot bukan cuma makhluk biasa, melainkan semacam penjaga alam dengan kekuatan spiritual yang luar biasa. Jadi, meski penampakannya bikin jantung berdebar lebih cepat dari biasa, di treat spesial, ternyata mereka juga punya sisi yang lebih lembut dan sakral.
Selain menjadi sosok yang misterius, Bigfoot dan Genderuwo juga memiliki peran penting dalam masyarakat. Mereka sering dijadikan "kambing hitam" untuk menjelaskan fenomena alam yang sulit dipahami secara ilmiah. Misalnya, jejak kaki besar yang tiba-tiba muncul di tengah hutan sering kali langsung dikaitkan dengan keberadaan Bigfoot, ataupun suara lemparan kerikil ulah nakal Genderuwo. Demikian pula, cerita tentang Genderuwo dan Bigfoot sering digunakan untuk menakut-nakuti anak-anak agar tidak masuk hutan sembarangan. Siapa yang butuh papan larangan kalau punya cerita horor yang sudah efektif dari dulu? “Awas, jangan ke hutan, nanti ketemu Genderuwo!” adalah cara ampuh yang sepertinya tak pernah ketinggalan zaman.
Kemiripan antara Bigfoot dan Genderuwo menunjukkan bahwa ada benang merah yang menghubungkan berbagai budaya di seluruh dunia. Kita semua memiliki rasa ingin tahu yang sama terhadap alam dan makhluk-makhluk misterius yang hidup di dalamnya. Cerita tentang Bigfoot dan Genderuwo juga mencerminkan ketakutan kita terhadap alam yang tidak kita kenal dan keinginan kita untuk memahami dunia di sekitar kita.
Jadi, meskipun Bigfoot dan Genderuwo dikenal sebagai makhluk menakutkan, mereka sebenarnya juga memainkan peran yang cukup "baik" dalam menjaga hutan dan melindungi manusia dari bahaya—ya, selama kita tidak iseng-iseng coba ganggu mereka dulu!
Biodata Penulis:
Bagas Nurcahyo Aji, lahir pada 15 September di Surakarta, saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret.