Sate Ambal merupakan sebuah hidangan khas yang cukup populer di kalangan penggemar sate. Sesuai namanya hidangan sate tersebut berasal dari Desa Ambalresmi, Kecamatan Ambal sebuah daerah di tepi pesisir selatan Kebumen. Wilayah Ambal dilalui jalur Pansela yang membentang dari Anyer sampai Banyuwangi sejajar dengan pantai selatan Jawa. Adanya jalur jalan ini menjadikan Sate Ambal semakin dikenal oleh para pengguna jalan. Terlebih lagi di musim mudik lebaran, karena jalur ini menjadi alternatif menghindari kemacetan.
Kalian mungkin bertanya-tanya, apa sih yang membedakan sate Ambal dengan sate lainnya? Perbedaan Sate Ambal dengan sate-sate jenis lainnya terletak pada bumbunya. Jika sate lain disajikan dengan bumbu kacang atau kecap, Sate Ambal disajikan dengan bumbu sambal tempe. Bumbu Sate Ambal terlihat lebih encer, berwarna kuning tua kecoklatan sekilas terlihat seperti kuah masakan padang. Bumbu tersebut terlihat kental yang membuat ciri khas dari Sate Ambal.
Selain pada bumbunya, perbedaan Sate Ambal dengan sate lainnya adalah pada proses pemasakan dagingnya. Daging ayam yang akan dibakar harus direndam terlebih dahulu menggunakan berbagai bumbu dan rempah-rempah selama berjam-jam (bisa memakan waktu 2 jam hingga semalaman) tujuannya supaya bumbu dan rempah-rempah meresap ke dalam daging sepenuhnya. Sebanyak sepuluh rempah tersebut, yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, lada, ketumbar, kunyit, merica, jinten, kemiri, jahe, lengkuas, dan garam. Bumbu yang digunakan untuk merendam Sate Ambal perannya sangat besar bagi kelezatan Sate Ambal. Tumbukan aroma pala, jahe, lengkuas, dan kunyit membuat daging Sate Ambal tercium harum dan lezat.
Sate Ambal tidak menggunakan kecap dalam proses pemasakannya sehingga tidak menimbulkan arang kecap pada daging yang dapat menyebabkan kanker, sebagai pengganti kecap untuk rasa manisnya digunakan gula jawa atau gula merah.
Hal yang membuat lidah benar-benar bergoyang adalah bumbunya. Bumbunya tampil nyeleneh yang menggunakan sambal tempe yang terbuat dari kedelai. Bumbunya sendiri terbuat dari bahan dasar tempe. Tempe dikukus lalu dihaluskan, kemudian ditambahkan bumbu, seperti bawang merah, bawang putih, cabai, garam, gula merah, dan air. Sambal inilah yang menjadi pembeda Sate Ambal dengan sate ayam lainnya. Sate ayam buatan masyarakat Ambal selain cita rasanya yang khas juga unik karena bumbunya menggunakan campuran tempe kedelai. Sekilas tidak ada bedanya jika melihat sambal tempe dengan sambal kacang. Tapi begitu dicicipi jauh berbeda. Daging Sate Ambal memiliki rasa legit dan gurih yang disajikan dengan sambal tempe yang sedikit lebih manis. Bumbu yang sedikit kental dengan rasa gurih sedikit manis dan pedas akan menambah sensasi sendiri di mulut.
Tusuk Sate Ambal ini juga berbeda dengan sate lainnya. Jika biasanya sate pada umumnya menggunakan tusuk sate yang terbuat dari bambu, berbeda dengan Sate Ambal ini. Sate Ambal menggunakan tusuk sate yang terbuat dari daun kelapa atau disebut sodo, bukan bambu. Tusuk sate yang terbuat dari daun kelapa ini lebih kuat dari bambu, selain itu juga dapat menambah cita rasa Sate Ambal. Tak mengherankan karena letak Desa Ambal yang berada di pesisir pantai dapat dengan mudah menemukan pohon kelapa.
Sate Ambal disajikan dalam kondisi hangat sesaat setelah dibakar. Uniknya lagi, penyajian Sate Ambal tidak menggunakan lontong melainkan ketupat. Sate pada umumnya disantap menggunakan lontong ataupun nasi. Namun berbeda dengan Sate Ambal. Penyajian makanan tersebut adalah ketupat yang dijadikan pendamping makan Sate Ambal. Biasanya penyajian bumbu, sate dan ketupat disajikan di tempat terpisah. Sate Ambal biasanya akan dilengkapi irisan tomat, mentimun, dan taburan bawang merah goreng.
Jika kalian berkunjung ke Kebumen jangan lupa untuk menyempatkan waktu mencicipi Sate Ambal dengan bumbu yang nyeleneh ini. Di Kebumen, Sate ambal bisa dengan mudah dijumpai di banyak tempat. Berikut tempat makan Sate Ambal yang terkenal enak dan juga legendaris:
- Sate Ambal Pak Kasman
- Sate Ambal Pak Tino
- Sate Ambal Pak Tukijan
- Sate Ambal Pak Alip
Biodata Penulis:
Naela Shofi Afdila saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret.