Puisi: Tsunami (Karya Arafat Nur)

Puisi "Tsunami" karya Arafat Nur menggambarkan kejadian tragis tsunami dan dampaknya terhadap manusia. Dengan menggunakan gaya bahasa yang kaya ....
Tsunami (1)


Seharusnya kubuat kapal besar
di puncak gedung bertingkat itu
tapi sebelumnya tak ada pertanda
juga isyarat lainnya

badai gelombang itu datang tiba-tiba
bahkan sesudah gempa
tak ada senggang waktu untuk mengira

aku hanya bisa berharap
ada kapal besar yang lewat
tapi sudah lama sekali
kapal Nuh tidak berlayar lagi


Tsunami (2)


seusai badai gelombang
di pantai itu aku menemui
seorang lelaki tua
Khidir namanya

lantas kakek kurus itu bercerita
muatan perahu Nuh sudah penuh
ia hanya sebentar singgah di sini
membawa beberapa anak dan orang dewasa
berlabuh ke surga
sayang, jumlahnya sedikit saja.

Lhokseumawe, 7 Januari 2005

Analisis Puisi:

Puisi merupakan bentuk seni tulis yang mampu menggambarkan perasaan, pengalaman, dan refleksi penulis terhadap kehidupan. Salah satu puisi yang menarik untuk dianalisis adalah "Tsunami" karya Arafat Nur. Puisi ini terdiri dari dua bagian yang saling melengkapi, memperkuat makna, dan memberikan dimensi yang mendalam terhadap peristiwa tsunami.

Tema

Tema utama dalam puisi "Tsunami" ini adalah bencana alam, khususnya tsunami, yang melibatkan kejadian tanpa peringatan dan dampaknya terhadap kehidupan manusia. Puisi menggambarkan kehancuran dan kekacauan yang terjadi saat tsunami melanda, tanpa memberikan tanda atau isyarat sebelumnya. Penggambaran ini menciptakan atmosfer dramatis dan penuh kejutan.

Gaya Bahasa

  1. Metafora: Penggunaan metafora dalam baris pertama puisi pertama, "Seharusnya kubuat kapal besar di puncak gedung bertingkat itu," menggambarkan keinginan untuk menyelamatkan diri dari bencana dengan cara yang tidak biasa. Gedung bertingkat dianggap sebagai kapal besar yang dapat menyelamatkan, menciptakan gambaran kuat tentang keputusasaan dan keinginan bertahan hidup.
  2. Personifikasi: Penggunaan personifikasi dalam baris "badai gelombang itu datang tiba-tiba, bahkan sesudah gempa" memberikan karakteristik manusiawi pada gelombang, menciptakan kesan bahwa gelombang memiliki kemauan sendiri dan dapat menyerang dengan tiba-tiba, tanpa memberikan kesempatan untuk persiapan.
  3. Alusi: Penggunaan nama "Nuh" dalam baris terakhir puisi pertama merujuk pada kisah Nabi Nuh dalam Alkitab, yang membawa kapal besar untuk menyelamatkan manusia dan hewan dari banjir besar. Alusi ini memberikan dimensi spiritual pada puisi dan menunjukkan harapan akan pertolongan di tengah bencana.
  4. Dialog: Puisi kedua menghadirkan dialog antara pembicara dengan seorang lelaki tua bernama Khidir. Dialog ini memberikan dimensi naratif pada puisi, memberikan penjelasan tentang keadaan setelah tsunami dan memberikan sentuhan kearifan dari sosok Khidir.

Makna

Puisi ini tidak hanya berkisar pada peristiwa bencana alam, tetapi juga mengangkat tema keputusasaan, harapan, dan harapan akan pertolongan di tengah keterbatasan manusia. Meskipun usaha pembuat puisi untuk "membuat kapal besar" sebagai simbol persiapan, kehancuran datang dengan tiba-tiba, mengingatkan kita akan keterbatasan dan ketidakpastian hidup.

Pada bagian kedua, Khidir mewakili sosok yang memiliki pengetahuan dan kearifan, memberikan penjelasan bahwa meskipun pertolongan datang, jumlahnya terbatas. Ini menggambarkan realitas bahwa tidak semua orang bisa diselamatkan, dan kehidupan setelah bencana seringkali penuh dengan keraguan dan ketidakpastian.

Puisi "Tsunami" karya Arafat Nur menggambarkan kejadian tragis tsunami dan dampaknya terhadap manusia. Dengan menggunakan gaya bahasa yang kaya seperti metafora, personifikasi, allusi, dan dialog, puisi ini tidak hanya menyampaikan gambaran visual tentang bencana alam tetapi juga merangkum makna mendalam tentang keterbatasan, keputusasaan, harapan, dan kebijaksanaan di tengah-tengah kehidupan yang penuh tantangan.

Arafat Nur
Puisi: Tsunami
Karya: Arafat Nur

Biodata Arafat Nur:
  • Arafat Nur lahir pada tanggal 22 Desember 1974 di Lubuk Pakam, Sumatera Utara.
© Sepenuhnya. All rights reserved.