Semesta Penuh Lara
Hamparan hujan mengguyur bunga
Semilir angin menggoyangkan rimpunan ilalang
Berbisik menyampaikan pesan
Memekikkan lara yang terbentang
Tangisan awan reda menampilkan cahaya semesta
Bunyi langkah kaki menuju rumpunan bunga
Gadis cantik tersenyum menampilkan lesung pipi
Memancarkan kebahagiaan karena bunga bermekaran
Kumpulan jalma memasang muka cemas
Menebak keadaan semesta dengan primbon Jawa
Khawatir akan semesta yang terus mengguyur bumi dengan air mata
Menampilkan elegi dan kerimpuhan
Para jalma berbondong-bondong merakit rencana
Bersujud kepada sang pencipta
Meminta petunjuk dan arah
Takut akan amukan semesta
Sumenep, 10 Desember 2024
Analisis Puisi:
Puisi "Semesta Penuh Lara" karya Amaya Quendrelina menghadirkan gambaran indah sekaligus tragis tentang hubungan antara manusia, alam, dan semesta. Dengan gaya bahasa yang liris dan penuh metafora, puisi ini membahas bagaimana alam menjadi cerminan dari perasaan manusia, serta bagaimana manusia merespons dengan ketakutan, harapan, dan doa.
Hujan Sebagai Simbol Kesedihan
Baris pembuka, "Hamparan hujan mengguyur bunga," langsung memperlihatkan suasana yang melankolis. Hujan, dalam puisi ini, menjadi simbol air mata alam yang menangisi sesuatu. Namun, hujan juga mengguyur bunga, yang dapat dimaknai sebagai upaya alam memberikan kehidupan meskipun sedang berada dalam kesedihan.
Simbolisme ini diperkuat dengan frasa, "Memekikkan lara yang terbentang," yang menggambarkan rasa sakit yang tidak dapat disembunyikan lagi. Alam tidak hanya menjadi saksi bisu, tetapi juga medium untuk menyuarakan penderitaan yang terjadi.
Kontradiksi Antara Kebahagiaan dan Kesedihan
Puisi ini juga menghadirkan kontras antara kebahagiaan dan kesedihan melalui sosok gadis cantik yang tersenyum, "Memancarkan kebahagiaan karena bunga bermekaran." Gadis ini mungkin melambangkan harapan atau keberlanjutan hidup di tengah kesedihan semesta.
Namun, kebahagiaan tersebut berdampingan dengan kecemasan yang dirasakan oleh "kumpulan jalma." Jalma, yang berarti manusia, memperlihatkan respons kolektif terhadap keadaan alam yang penuh dengan tanda-tanda ketidakstabilan. Kontradiksi ini memperkuat pesan bahwa kehidupan manusia selalu berada di antara kebahagiaan dan duka.
Kekhawatiran Manusia terhadap Alam
Baris, "Menebak keadaan semesta dengan primbon Jawa," menggambarkan bagaimana manusia berusaha memahami gejolak alam melalui tradisi dan kepercayaan. Primbon Jawa menjadi representasi dari kebijaksanaan lokal yang digunakan untuk mencari petunjuk di tengah ketidakpastian.
Namun, kekhawatiran yang muncul dari "semesta yang terus mengguyur bumi dengan air mata," mencerminkan ketidakberdayaan manusia ketika berhadapan dengan kekuatan alam yang besar. Elegi dan kerimpuhan yang ditampilkan semesta adalah gambaran bagaimana alam tidak dapat sepenuhnya dikendalikan oleh manusia.
Doa Sebagai Upaya Manusia Mengatasi Ketakutan
Di bagian akhir, manusia digambarkan berbondong-bondong memohon kepada Sang Pencipta. "Bersujud kepada sang pencipta, meminta petunjuk dan arah," menunjukkan bagaimana doa menjadi pelarian dan harapan terakhir di tengah ketidakpastian dan ketakutan.
Respons ini mencerminkan hubungan mendalam antara manusia dan kekuatan transendental. Ketakutan terhadap "amukan semesta," membawa manusia kembali pada spiritualitas, mengingatkan bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari diri mereka.
Makna Keseluruhan: Refleksi Tentang Hubungan Manusia dan Alam
Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan timbal balik antara manusia dan alam. Semesta digambarkan sebagai entitas hidup yang merasakan dan bereaksi terhadap tindakan manusia. Kesedihan semesta adalah cerminan dari penderitaan yang mungkin diakibatkan oleh ketidakseimbangan yang diciptakan manusia.
Namun, di balik elegi ini, ada harapan yang tersembunyi. Kehadiran gadis cantik yang tersenyum di tengah bunga bermekaran menunjukkan bahwa selalu ada ruang untuk kebahagiaan dan keindahan, meskipun dalam situasi yang sulit.
Relevansi dengan Kehidupan Modern
Puisi "Semesta Penuh Lara" juga relevan dengan isu-isu lingkungan dan perubahan iklim yang sedang dihadapi dunia saat ini. Hujan deras, kekhawatiran manusia, dan doa kepada Sang Pencipta dapat diartikan sebagai representasi dari bencana alam yang sering kali menjadi peringatan bagi manusia untuk lebih peduli terhadap lingkungan.
Tradisi seperti primbon Jawa menjadi simbol dari bagaimana budaya lokal berkontribusi dalam memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungan manusia dan alam.
Puisi "Semesta Penuh Lara" adalah karya yang menyentuh hati, mengingatkan kita bahwa semesta memiliki cara untuk menyampaikan pesan melalui keindahan sekaligus penderitaan. Puisi ini menggabungkan elemen alam, budaya, dan spiritualitas dalam satu narasi yang menggugah.
Amaya Quendrelina dengan indah menggambarkan bagaimana manusia harus merenungkan kembali posisinya dalam ekosistem yang lebih besar, sekaligus menemukan kekuatan dalam doa dan harapan. Puisi ini adalah seruan lembut bagi kita untuk lebih peka, lebih peduli, dan lebih bersyukur atas kehidupan yang kita miliki.
Karya: Amaya Quendrelina
Biodata Amaya Quendrelina:
- Instagram: @smilefake_va
- Tiktok @dxsmilefake
- Facebook: Amaya Quendralina
- Wattpad: @smile_fake11