Puisi: Ritual Menjadi Abadi (Karya Novita Dina)

Puisi "Ritual Menjadi Abadi" karya Novita Dina mengeksplorasi pengalaman manusia dalam memahami kehidupan sebagai sebuah ritual yang membentuk ...

Ritual Menjadi Abadi


dalam bingkai angin yang menyeruak
aku memburu jejak tak terlihat
seperti aroma hujan dan bau tanah
sulam hari-hari dari jalinan melankoli

di ruang sunyi dan nyata
waktu-waktu berkelindan
ramai, sepi dan carut marut dunia
aku berpura-pura memahami
setiap jengkal arus dalam drama kosmik

setiap napas adalah ritual tak terucap
melafalkan mantra dari kalimat kosong
aku berpikir dengan penuh isi kepala
tuliskan puisi dan ritual untuk menjadi abadi.

Sukabumi, 16 September-10 Desember 2024

Analisis Puisi:

Puisi "Ritual Menjadi Abadi" karya Novita Dina merupakan sebuah karya yang menggugah pikiran, penuh lapisan makna tentang perjalanan hidup, waktu, dan keabadian. Dalam karya ini, Novita Dina mengeksplorasi pengalaman manusia dalam memahami kehidupan sebagai sebuah ritual yang membentuk jejak abadi.

Memburu Jejak Tak Terlihat: Eksplorasi Melankolia

Baris pembuka, "dalam bingkai angin yang menyeruak / aku memburu jejak tak terlihat," menampilkan citra yang menggabungkan gerakan, ketidakpastian, dan harapan. Angin sebagai simbol hal yang tak kasatmata membawa gagasan tentang pencarian sesuatu yang abstrak—seperti tujuan hidup atau makna eksistensi.

Penyair menyisipkan elemen alam seperti "aroma hujan dan bau tanah," yang menghubungkan pengalaman manusia dengan dunia natural. Hal ini menggambarkan bagaimana kehidupan sehari-hari, meski terlihat biasa, menyimpan keindahan melankolis yang sering terlewatkan.

Ruang Sunyi dan Realitas yang Berkecamuk

Baris "di ruang sunyi dan nyata / waktu-waktu berkelindan," memperkenalkan konsep dualitas. Novita Dina menciptakan atmosfer di mana sunyi dan hiruk-pikuk dunia saling bertaut. Hal ini menggambarkan paradoks dalam kehidupan modern: kita hidup dalam keramaian dunia nyata, namun sering merasa terisolasi secara emosional.

Konsep ini diperkuat oleh frasa "ramai, sepi dan carut marut dunia." Penyair tidak hanya berbicara tentang pengalaman pribadi, tetapi juga tentang kondisi manusia secara universal. Dunia yang kompleks dan penuh kontradiksi memaksa manusia berpura-pura memahami, seperti yang diungkapkan dalam baris "aku berpura-pura memahami / setiap jengkal arus dalam drama kosmik."

Ritual Napas dan Keabadian

Bagian paling mencolok dari puisi ini adalah saat penyair menyatakan, "setiap napas adalah ritual tak terucap." Di sini, napas—yang merupakan tanda kehidupan paling mendasar—dilihat sebagai sebuah ritual. Setiap hembusan napas menciptakan pola keberadaan yang tidak kasatmata, namun memiliki makna mendalam.

Penyair melanjutkan dengan, "melafalkan mantra dari kalimat kosong," yang menunjukkan bahwa kata-kata, meskipun tampak kosong, memiliki kekuatan untuk menciptakan sesuatu yang berarti. Ini adalah refleksi tentang bagaimana manusia sering kali mencari keabadian melalui bahasa dan ungkapan kreatif, seperti puisi itu sendiri.

Puisi sebagai Ritual Keabadian

Di baris terakhir, "tuliskan puisi dan ritual untuk menjadi abadi," Novita Dina menghubungkan penciptaan seni dengan upaya manusia untuk melampaui batas waktu. Puisi dilihat sebagai bentuk ritual di mana seorang penyair mencoba meninggalkan jejak yang akan bertahan selamanya. Melalui karya seni, manusia bisa mencapai keabadian, meskipun tubuhnya fana.

Tema-Tema Utama dalam Puisi

  • Eksistensialisme dan Pencarian Makna: Puisi ini menggambarkan perjuangan manusia untuk memahami keberadaannya dalam dunia yang penuh kontradiksi. Setiap napas menjadi simbol upaya manusia untuk menemukan makna dalam hal-hal kecil sekalipun.
  • Kehidupan sebagai Ritual: Puisi ini menggambarkan kehidupan sehari-hari sebagai ritual yang sering kali tidak disadari. Penyair memberikan makna mendalam pada hal-hal sederhana, seperti napas dan kata-kata.
  • Keabadian melalui Kreativitas: Dengan menulis puisi, manusia berusaha menciptakan sesuatu yang melampaui kefanaan dirinya. Seni menjadi media untuk meninggalkan jejak abadi di dunia.

Gaya Bahasa

Puisi ini memanfaatkan metafora dan simbol yang kaya, seperti "bingkai angin," "drama kosmik," dan "mantra dari kalimat kosong." Gaya bahasa yang melankolis dan reflektif menciptakan suasana yang intim dan mendalam.

Relevansi dengan Kehidupan Modern

Puisi ini relevan di era modern di mana manusia sering kali merasa terjebak dalam rutinitas dan kehilangan makna. Novita Dina mengingatkan kita untuk menghargai setiap momen, memaknai kehidupan sebagai ritual, dan menciptakan sesuatu yang bermakna bagi diri sendiri dan orang lain.

Puisi "Ritual Menjadi Abadi" karya Novita Dina adalah puisi yang mengajak pembaca merenungkan makna hidup, waktu, dan seni. Dengan menggambarkan kehidupan sebagai ritual dan puisi sebagai medium keabadian, karya ini menawarkan pandangan mendalam tentang bagaimana manusia dapat menghadapi kefanaan dengan menciptakan sesuatu yang abadi. Puisi ini adalah bukti bagaimana kata-kata sederhana dapat menyimpan kekuatan luar biasa untuk menyentuh jiwa manusia.

Novita Dina
Puisi: Ritual Menjadi Abadi
Karya: Novita Dina

Biodata Novita Dina:
  • Novita Dina adalah nama pena dari Novita Sari. Perempuan pecinta buku dan puisi. Alumnus pendidikan Manajemen Keuangan ITB AD Jakarta. Pernah belajar di Asqa Imagination School (AIS). Buku kumpulan puisinya, Dear Rena terbit pada 2021. Buku keduanya kumpulan quote, Stop Being Perfect terbit pada 2024. Karyanya juga terhimpun di berbagai buku antologi bersama penulis lainnya. Karyanya juga tersebar di berbagai media online. Juara 2 dalam ajang Asqa Book Award ke-XXIV tahun 2024. Beberapa kali memenangkan lomba menulis quote dan penulis terpilih dalam lomba puisi. Penyair masuk dalam 30 Besar Anugerah COMPETER 2025 yang pemenangnya diumumkan pada 1 Januari 2025.
© Sepenuhnya. All rights reserved.