Puisi: Pemburu Laut (Karya Kumala Dewi Rimu)

Puisi "Pemburu Laut" karya Kumala Dewi Rimu menggambarkan betapa seriusnya dampak eksploitasi laut yang tidak bertanggung jawab.

Pemburu Laut


Pemburu Laut yang membabi buta
Kau buru ikan-ikan sampai ke benihnya
Racun kau larutkan pada laut perawan
Bom bom bom
Kau hancurkan terumbu karang
Demi ambisi dan keserakahan

Aku tahu siapa kau
Kau hanya datang untuk peruntungan
Kau nodai lautku
Betapa nista dirimu

Pemburu Laut
Apakah kau tak sadar
Dengan apa yang kau buat
Kau gadaikan laut
Warisan leluhur yang takkan hilang

Matahari tak bermaya
Bening matamu tak bercahaya
Rantau kampung penuh pesona
Berantakan tak peduli
Tangisan batin tak terperih
Pemburu laut kejar setor
Demi ambisi

Kuok Bangkinang, 10 November 2024

Analisis Puisi:

Puisi "Pemburu Laut" karya Kumala Dewi Rimu adalah sebuah karya yang menggugah, penuh kritik sosial terhadap tindakan eksploitasi laut yang merusak lingkungan. Puisi ini menggambarkan bagaimana keserakahan manusia bisa menghancurkan ekosistem laut, yang sejatinya adalah warisan berharga bagi generasi mendatang. Dengan pilihan kata yang tajam dan penuh emosi, Kumala Dewi Rimu menyampaikan pesan moral yang kuat kepada para pembaca.

Kritik terhadap Eksploitasi Laut

Puisi ini dibuka dengan penggambaran eksploitasi laut yang “membabi buta.” Frasa ini menggambarkan ketidakpedulian para pemburu laut yang merusak ekosistem secara masif, bahkan hingga “kebenihnya.” Aktivitas destruktif seperti penggunaan racun dan bom untuk menangkap ikan menjadi simbol dari perilaku yang tidak bertanggung jawab, demi memenuhi ambisi pribadi. Hal ini mencerminkan praktik nyata yang terjadi di beberapa wilayah pesisir, di mana kegiatan perikanan tidak ramah lingkungan mengancam kelestarian laut.

Ironi Keserakahan Manusia

Melalui baris “Aku tahu siapa kau / Kau hanya datang untuk peruntungan,” penulis menunjukkan ironi dari tindakan eksploitasi tersebut. Orang-orang yang merusak laut sering kali hanya peduli pada keuntungan finansial sesaat, tanpa memikirkan dampak jangka panjang. Penyair dengan tegas menyebut tindakan ini sebagai “nista,” mengajak pembaca untuk merenungkan nilai moral dari perbuatan tersebut.

Laut sebagai Warisan Leluhur

Salah satu pesan penting dalam puisi ini adalah penekanan bahwa laut bukan sekadar sumber daya, tetapi juga warisan leluhur yang memiliki nilai budaya dan historis. Pada baris “Kau gadaikan laut / Warisan leluhur yang takkan hilang,” Kumala Dewi Rimu mengingatkan bahwa tindakan merusak laut adalah bentuk pengkhianatan terhadap nenek moyang yang mewariskan ekosistem tersebut untuk dijaga dan dilestarikan.

Konsekuensi Kerusakan Lingkungan

Puisi ini juga menggambarkan konsekuensi dari eksploitasi laut secara visual dan emosional. Frasa “Matahari tak bermaya / Bening matamu tak bercahaya” menunjukkan dampak kerusakan alam pada kehidupan manusia. Kehancuran laut membawa kehancuran bagi masyarakat pesisir, yang kehilangan mata pencaharian dan sumber kehidupan mereka. Baris ini juga menggambarkan kerugian emosional dan spiritual yang dirasakan oleh mereka yang peduli terhadap kelestarian alam.

Keserakahan yang Tak Berujung

Pada bait terakhir, penyair menggambarkan pemburu laut sebagai sosok yang tidak peduli pada kehancuran yang mereka timbulkan. Frasa “Pemburu laut kejar setor / Demi ambisi” memperlihatkan bagaimana motivasi ekonomi sering kali menjadi pendorong utama di balik tindakan destruktif. Ini mencerminkan tantangan global dalam mengatasi eksploitasi sumber daya alam, di mana kebutuhan ekonomi kerap bertabrakan dengan upaya pelestarian lingkungan.

Relevansi dengan Isu Lingkungan Saat Ini

Puisi ini sangat relevan dengan isu lingkungan yang dihadapi dunia saat ini, terutama mengenai keberlanjutan ekosistem laut. Laut adalah rumah bagi jutaan spesies dan sumber utama bagi jutaan manusia. Namun, aktivitas manusia seperti overfishing, penggunaan bahan peledak, dan pencemaran laut terus mengancam kelestarian ekosistem tersebut. Pesan dalam puisi ini menjadi seruan untuk bertindak lebih bijak dalam menjaga lingkungan.

Melalui puisi "Pemburu Laut", Kumala Dewi Rimu berhasil menggambarkan betapa seriusnya dampak eksploitasi laut yang tidak bertanggung jawab. Dengan bahasa yang puitis namun tajam, ia menyuarakan kritik sosial dan mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan manusia dengan alam. Puisi ini tidak hanya menjadi pengingat tentang pentingnya menjaga laut, tetapi juga mengajak kita semua untuk bertanggung jawab atas warisan yang kita tinggalkan untuk generasi mendatang.

Puisi Terbaik
Puisi: Pemburu Laut
Karya: Kumala Dewi Rimu

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.