Puisi: Nyala (Karya AA Manggeng)

Puisi "Nyala" karya AA Manggeng adalah sebuah seruan untuk menjaga semangat dalam hidup, untuk terus berjuang demi kebenaran, dan untuk tidak ...
Nyala

Nyalakan unggun dalam jiwamu, saudaraku
agar malam tidak kelamkan kehidupan
dan kita masih bisa berkirim kabar tentang kematian
pada setiap hari yang kita tunggu-tunggu itu
menjadi rutin jadinya

Nyalakan unggun dalam jiwamu, saudaraku
agar semangat tetap menggelora dalam dada
dan kita tepis keraguan dijalan-jalan kebenaran
pada setiap keputusan yang kita sepakati bersama
adalah martabat kemanusiaan kita

Cahaya jangan sampai silaukan ruang dan waktu
gelora jangan sampai jadi ria, saudaraku
timbang-timbangkan antara yang jihad dan dendam
agar unggun dalam jiwa memancarkan suluh kebenaran.

Aceh, 1999

Analisis Puisi:

Puisi "Nyala" karya AA Manggeng adalah sebuah karya sastra yang mengandung ajakan untuk membangkitkan semangat dan kebenaran dalam hidup, meskipun dunia sering kali dihantui oleh kegelapan dan ketidakpastian. Dalam puisi ini, Manggeng menggunakan metafora api unggun untuk menggambarkan kekuatan jiwa dan semangat yang tidak boleh padam, meskipun menghadapi tantangan dan kesulitan hidup. Setiap bait puisi ini penuh dengan pesan moral dan ajakan untuk menjaga martabat kemanusiaan serta berpegang pada kebenaran yang sejati.

Membakar Unggun Jiwa untuk Menerangi Kehidupan

Bait pertama puisi dimulai dengan perintah yang penuh semangat: "Nyalakan unggun dalam jiwamu, saudaraku / agar malam tidak kelamkan kehidupan." Kalimat ini menggambarkan pentingnya menjaga api semangat dalam diri, agar hidup tetap terjaga dari kegelapan dan kesulitan yang dapat memadamkan harapan. Unggun, yang biasa digunakan sebagai simbol cahaya dalam kegelapan, di sini menjadi metafora untuk semangat dan kekuatan batin yang perlu terus dipelihara agar kita dapat tetap melangkah maju dalam kehidupan.

Manggeng mengajak pembaca untuk "berkirim kabar tentang kematian / pada setiap hari yang kita tunggu-tunggu itu / menjadi rutin jadinya." Di sini, kematian bukan dilihat sebagai sesuatu yang menakutkan, tetapi sebagai kenyataan yang harus diterima. Rutinitas kematian yang dimaksud di sini menunjukkan bahwa hidup ini tidaklah abadi, dan karena itu, kita harus terus menyala dan menyemangati diri kita untuk menjalani hari-hari dengan penuh makna, bukan dengan keraguan dan ketakutan.

Semangat yang Menggelora dalam Dada

Pada bait kedua, AA Manggeng menegaskan pentingnya menjaga semangat dalam diri: "Nyalakan unggun dalam jiwamu, saudaraku / agar semangat tetap menggelora dalam dada." Semangat yang menggelora adalah semangat yang tak terpadamkan oleh kesulitan atau rintangan. Ia menjadi sumber kekuatan untuk menghadapi segala tantangan hidup, baik itu rintangan pribadi maupun sosial. Dalam kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian, semangat menjadi bahan bakar yang mendorong kita untuk terus bergerak, berjuang, dan berusaha mencapai tujuan.

Penyair melanjutkan dengan ajakan untuk "tepis keraguan dijalan-jalan kebenaran / pada setiap keputusan yang kita sepakati bersama / adalah martabat kemanusiaan kita." Di sini, Manggeng menekankan pentingnya keyakinan dan komitmen terhadap kebenaran, meskipun jalan menuju kebenaran itu sering kali penuh dengan keraguan dan godaan. Setiap keputusan yang diambil bersama adalah bagian dari usaha untuk menjaga martabat kemanusiaan, yang harus dihormati dan dilestarikan, bahkan di tengah berbagai ujian kehidupan.

Cahaya yang Tak Boleh Silaukan dan Gelora yang Tak Boleh Menjadi Ria

Bait ketiga memberikan peringatan penting agar cahaya semangat yang kita miliki tidak menjadi silau, atau bahkan menyilaukan orang lain. "Cahaya jangan sampai silaukan ruang dan waktu / gelora jangan sampai jadi ria, saudaraku." Peringatan ini mengingatkan kita untuk tetap rendah hati dalam menjalani kehidupan. Semangat yang membara dalam jiwa tidak boleh berubah menjadi kesombongan atau kebanggaan yang berlebihan (ria). Jika semangat kita tidak disertai dengan kerendahan hati, maka itu akan mengarah pada sikap yang merusak diri sendiri dan orang lain.

Penyair juga memperingatkan agar kita "timbang-timbangkan antara yang jihad dan dendam." Ini adalah ajakan untuk menjaga niat kita tetap murni dan terfokus pada tujuan yang benar. Jihad, yang dalam konteks ini merujuk pada perjuangan untuk kebaikan dan kebenaran, tidak boleh tercampur dengan dendam yang dapat merusak tujuan mulia tersebut. Manggeng menekankan bahwa unggun dalam jiwa harus memancarkan "suluh kebenaran," yaitu cahaya yang membawa kita pada jalan yang benar, bukan jalan yang dipenuhi dengan kebencian atau keinginan untuk balas dendam.

Kehidupan sebagai Perjalanan Mencari Kebenaran

Puisi "Nyala" mengajak pembaca untuk menyadari bahwa kehidupan adalah perjalanan panjang yang dipenuhi dengan tantangan, kebingungan, dan perasaan yang saling bertentangan. Namun, dalam perjalanan itu, kita harus terus menyalakan unggun dalam jiwa kita untuk menjaga semangat hidup, tetap berada di jalan kebenaran, dan menghindari godaan yang bisa mengarahkan kita pada kesalahan. Puisi ini mengingatkan kita bahwa semangat hidup harus senantiasa ada, tetapi harus dikelola dengan bijak, agar tidak jatuh dalam kesombongan atau kebencian.

Puisi "Nyala" karya AA Manggeng adalah sebuah seruan untuk menjaga semangat dalam hidup, untuk terus berjuang demi kebenaran, dan untuk tidak terjerumus dalam kesesatan atau kebencian. Dengan menggunakan simbol unggun yang menyala, Manggeng mengingatkan kita bahwa kehidupan ini penuh dengan tantangan, namun kita harus mampu menjaga api semangat dan menjalani kehidupan dengan martabat, semangat, dan keteguhan hati. Puisi ini tidak hanya memberikan inspirasi untuk terus berjuang, tetapi juga mengajak pembaca untuk merenungkan tentang makna semangat yang sejati dan bagaimana cara kita menyalakan unggun dalam jiwa agar tidak terjebak dalam kegelapan.

Puisi Terbaik
Puisi: Nyala
Karya: AA Manggeng
© Sepenuhnya. All rights reserved.