Melamar Surga
: Nyai Hj Alwiyah
Genap 100 matahari
Kau melamar surga
Dan tak kembali lagi
Yang tersisa hanya kenangan
Tak pernah bosan berkisah rindu
Dalam senyummu
Kau sembunyikan akar sakitmu
Junglorong, 12 Desember 2024
Analisis Puisi:
Puisi "Melamar Surga" karya Moh. Ghufron Cholid merupakan sebuah karya yang mendalam, dipersembahkan untuk mengenang sosok Nyai Hj. Alwiyah. Karya ini menggambarkan perjalanan spiritual menuju keabadian, sekaligus menjadi refleksi cinta, rindu, dan penghormatan kepada beliau yang telah berpulang.
Simbolisme “Melamar Surga”
Baris pembuka: "Genap 100 matahari / Kau melamar surga / Dan tak kembali lagi" menggambarkan momen kepergian yang bermakna. “Melamar surga” adalah metafora yang melukiskan perjalanan jiwa menuju tempat abadi, tempat segala kebaikan bersemayam. Kata “genap 100 matahari” mengindikasikan seratus hari sejak kepergian Nyai Hj. Alwiyah, momen yang dalam tradisi Islam sering kali diperingati dengan doa dan refleksi mendalam.
Kepergian yang disebutkan dengan ungkapan "dan tak kembali lagi" menegaskan kepastian perpisahan duniawi, namun sekaligus mengajak pembaca untuk merenungkan harapan akan pertemuan kembali di akhirat.
Kenangan sebagai Warisan Abadi
Baris: "Yang tersisa hanya kenangan / Tak pernah bosan berkisah rindu" menguatkan tema puisi ini sebagai penghormatan kepada kenangan indah yang ditinggalkan oleh Nyai Hj. Alwiyah. Kenangan adalah warisan yang tak akan pernah hilang, menjadi sumber kekuatan bagi mereka yang ditinggalkan.
Ungkapan “tak pernah bosan berkisah rindu” menunjukkan betapa mendalamnya cinta dan penghormatan kepada almarhumah. Setiap kenangan menjadi pelipur lara sekaligus pengingat akan kebaikan dan kebijaksanaan beliau semasa hidup.
Senyuman yang Menyembunyikan Luka
Pada bagian: "Dalam senyummu / Kau sembunyikan akar sakitmu" tercermin sebuah kekuatan luar biasa yang dimiliki oleh Nyai Hj. Alwiyah. Meski mungkin menghadapi rasa sakit atau ujian berat, beliau tetap tampil dengan senyum yang menenangkan. Hal ini menggambarkan keteguhan hati dan keteladanan beliau dalam menghadapi cobaan hidup.
Senyuman yang digambarkan sebagai “menyembunyikan akar sakit” menunjukkan kebesaran jiwa Nyai Hj. Alwiyah, yang memilih untuk tidak membebani orang lain dengan penderitaannya. Ini adalah cerminan dari kepribadian seorang pejuang sejati, yang senantiasa mengutamakan kebahagiaan dan kedamaian orang-orang di sekitarnya.
Refleksi Kepergian Seorang Tokoh
Melalui puisi ini, Moh. Ghufron Cholid tidak hanya mengenang Nyai Hj. Alwiyah sebagai individu, tetapi juga sebagai simbol kebijaksanaan dan kebaikan. Kepergian beliau tidak hanya meninggalkan duka, tetapi juga inspirasi bagi mereka yang ditinggalkan.
Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungi arti kehidupan dan keabadian, serta pentingnya meninggalkan jejak kebaikan selama hidup. Sosok Nyai Hj. Alwiyah, melalui karya ini, digambarkan sebagai figur yang layak mendapatkan tempat terbaik di surga karena kebaikan dan pengabdian yang telah beliau torehkan.
Pesan Spiritual dalam Puisi
Puisi Melamar Surga juga menyampaikan pesan spiritual yang mendalam:
- Kehidupan di dunia adalah perjalanan sementara, dengan tujuan akhir menuju surga.
- Kenangan dan kebaikan adalah warisan yang abadi, yang akan terus hidup meskipun fisik telah tiada.
- Keteguhan menghadapi cobaan adalah teladan bagi generasi berikutnya, sebagaimana ditunjukkan oleh Nyai Hj. Alwiyah melalui senyuman yang menyembunyikan luka.
Relevansi Puisi dengan Kehidupan
Karya ini relevan bagi siapa saja yang sedang merasakan kehilangan orang tercinta. Puisi ini mengajarkan bahwa meskipun kepergian orang yang kita cintai meninggalkan duka mendalam, kita dapat menemukan penghiburan melalui kenangan, doa, dan keyakinan bahwa mereka telah melanjutkan perjalanan menuju surga.
Bagi keluarga dan kerabat Nyai Hj. Alwiyah, puisi ini menjadi pengingat akan keteladanan beliau. Sementara itu, bagi pembaca umum, karya ini adalah sebuah refleksi yang menginspirasi untuk menjalani hidup dengan penuh makna dan kebaikan.
Puisi "Melamar Surga" adalah sebuah karya yang sarat dengan simbolisme dan emosi mendalam, menggambarkan kepergian seorang pejuang menuju keabadian. Melalui simbol hujan, senyuman, dan kenangan, Moh. Ghufron Cholid berhasil menghadirkan sebuah elegi yang menyentuh hati sekaligus menjadi penghormatan kepada sosok Nyai Hj. Alwiyah.
Karya ini mengajarkan kita untuk menghargai setiap momen bersama orang tercinta, serta untuk meninggalkan jejak kebaikan yang akan terus dikenang oleh mereka yang kita tinggalkan. Nyai Hj. Alwiyah, melalui puisi ini, diabadikan sebagai inspirasi dan teladan, menjadi bukti bahwa kebaikan sejati tidak akan pernah lekang oleh waktu.
Karya: Moh. Ghufron Cholid
Biodata Moh. Ghufron Cholid:
- Moh. Ghufron Cholid, nama pena dari Moh. Gufron, S.Sos.I, lahir pada tanggal 7 Januari 1986 di Bangkalan.
- Karya-karyanya tersiar di Mingguan Malaysia, Mingguan Wanita Malaysia, New Sabah Time, Utusan Borneo, Tunas Cipta Malaysia dan lain sebagainya, juga terkumpul dalam berbagai antologi bersama terbit di dalam dan luar negeri seperti Menyirat Cinta Haqiqi, Sinar Siddiq, Unggun Kebahagiaan, Ketika Gaza Penyair Membantah, Anjung Serindai (terbit di Malaysia), Epitaf Arau, Poetry-Poetry Indonesian Poets dan lain sebagainya.