Puisi: Jenazah (Karya Mansur Samin)

Puisi "Jenazah" karya Mansur Samin menggambarkan suasana pemakaman Arief Rahman Hakim, yang merupakan bagian dari demonstrasi mahasiswa.
Jenazah

Mataku terkapar ke tengah pintu
dekat mimbar, sorot lampu
samping pilar dan aula yang tenang
di tengah terbaring jenazah
berpagar beranda bunga
dan panji-panji Mahajaya.

Malam makin tenang saja
di benakku suara: hingar sekretariat negara
sejenak tenang, langkah riuh berderap
silang siur dengan kapal terbang
gardu dan pagar-pagar besi gempar sekali
kegaduhan dan sepatu duri berlari 
Kemudian mataku hinggap ke jenazah
dekat kesamaran gerombol mahasiswa
terpacak bendera
di ujung bangku tegak pekur para mahasiswa
di lengannya pita hitam dan selampai
dari celah-celah mereka, kulirik kertas putih
tertulis nama: Arief Rahman Hakim

Malam tambah jauh dan makin tua
tiba-tiba di belakangku muncul mahasiswa
dengan ragu bertanya: “Bapak siapa?
Wartawan atau alat negara?
Dengan sigap kujawab: “Saya penyair
yang turut ambil bagian
dalam demonstrasi tadi pagi!”

Di jalan pulang ke Timur
desah gerimis mulai turun
aku tunduk melangkah dan melangkah
lama baru sadar kemeja telah basah

Kutatap belakang jauhan tampak gedung-
gedung salemba
nun aula Universitas Indonesia
tempat upacara duka
terbaring putra tanahair
menanti kupahat dalam puisi

Sumber: Angkatan 66 (1968)

Analisis Puisi:

Puisi "Jenazah" karya Mansur Samin menggambarkan suasana pemakaman Arief Rahman Hakim, yang merupakan bagian dari demonstrasi mahasiswa. Puisi ini menyajikan gambaran seorang penyair yang menjadi saksi peristiwa tersebut dan merenungkan dampaknya.

Lokasi dan Konteks Puisi, Upacara Pemakaman Arief Rahman Hakim: Puisi dibuka dengan deskripsi lokasi, yakni di tengah pintu dekat mimbar, di mana jenazah Arief Rahman Hakim terbaring. Ada sentuhan visual yang kuat melalui gambar beranda bunga dan panji-panji Mahajaya, menciptakan atmosfer keheningan yang penuh makna.

Suasana Malam: Ketenangan dan Kesedihan: Penyair menyoroti ketenangan malam yang makin bertambah. Suasana ini menciptakan kontras dengan hingar-bingar aksi demonstrasi sebelumnya. Ada rasa kesedihan yang menciptakan suasana haru dan serius di sekitar jenazah.

Ketidakpastian Identitas Penyair, Wartawan atau Penyair? Dalam interaksi dengan mahasiswa, penyair ditanya apakah ia seorang wartawan atau alat negara. Jawaban tegas penyair bahwa ia adalah seorang penyair yang turut ambil bagian dalam demonstrasi menunjukkan bahwa ia adalah saksi yang turut terlibat secara emosional, bukan sekadar pihak yang netral.

Refleksi Penyair, Kesedihan dan Rasa Bersalah: Penyair merenungkan keadaannya saat pulang ke Timur. Gerimis yang turun menjadi metafora kesedihan dan penyesalan. Basahnya kemeja penyair mencerminkan ikut campurnya ia dalam peristiwa tersebut, dan tanda-tanda kepedihan yang masih membekas.

Gedung Salemba dan Aula UI, Simbolisme Identitas Mahasiswa: Tatapan penyair ke arah gedung Salemba dan aula Universitas Indonesia menjadi simbol identitas mahasiswa. Lokasi ini menandakan kedekatan jenazah dengan mahasiswa dan upacara duka yang akan diadakan.

Puisi "Jenazah" adalah puisi yang menyajikan suatu peristiwa dengan kepekaan dan kehadiran emosional yang kuat. Mansur Samin menggunakan bahasa yang sederhana namun sarat makna untuk merenungkan dampak peristiwa kematian Arief Rahman Hakim. Puisi ini bukan hanya kesaksian fisik tetapi juga refleksi atas keterlibatan dan rasa tanggung jawab sebagai seorang penyair.

Mansur Samin - Horison
Puisi: Jenazah
Karya: Mansur Samin

Biodata Mansur Samin:
  • Mansur Samin mempunyai nama lengkap Haji Mansur Samin Siregar;
  • Mansur Samin lahir di Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara pada tanggal 29 April 1930;
  • Mansur Samin meninggal dunia di Jakarta, 31 Mei 2003;
  • Mansur Samin adalah anak keenam dari dua belas bersaudara dari pasangan Haji Muhammad Samin Siregar dan Hajjah Nurhayati Nasution;
  • Mansur Samin adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.