Disebabkan oleh perbedaan kualitas hidup yang mencolok, ketimpangan sosial adalah fenomena yang terjadi di Indonesia dan di seluruh dunia. Cerminan sosial sangat jelas dari berbagai aspek, seperti keadilan. Orang kaya dan miskin sangat berbeda dalam berbagai hal, dan orang-orang di desa yang tinggal di kota juga terkena dampak dari perbedaan ini.
Memang benar bahwa orang kaya menjadi lebih kaya dan orang miskin menjadi lebih miskin. Akibatnya, orang tidak peduli satu sama lain karena ada perbedaan yang terlalu mencolok antara orang kaya dan orang miskin. Banyak orang kaya memandang rendah orang-orang di bawah, terutama mereka yang miskin dan kotor, bahkan tidak mau membantu mereka ketika mereka melihat mereka. Salah satu faktor terbesar ketimpangan sosial yang menjadi momok dalam kehidupan masyarakat adalah kemiskinan.
Faktor-Faktor Penyebab Ketimpangan Sosial
Ada dua faktor penghambat yang dapat menyebabkan gangguan sosial. Faktor-faktor ini mencegah dan menghalangi seseorang untuk memanfaatkan akses atau kesempatan yang diberikan.
1. Faktor yang Berasal dari Dalam (Internal)
Faktor internal terdiri dari Sumber Daya Manusia yang rendah karena keterampilan yang rendah, tingkat kesehatan yang rendah, dan hambatan budaya kemiskinan. Nilai-nilai akumulasi sekelompok orang dapat menyebabkan kesenian sosial. Akibatnya, nilai-nilai luas, seperti apatis, memiliki kecenderungan untuk menyerah pada keadaan, tidak memiliki arah untuk kehidupan masa depan. Menurut Lewis, kemiskinan menimbulkan keselarasan tipe sosial ini.
2. Faktor yang Berasal dari Luar (Eksternal)
Hal ini dapat terjadi karena birokrasi atau peraturan resmi, yang dapat membatasi atau mengukur seseorang untuk memanfaatkan kesempatan dan peluang. Dengan kata lain, kesenjangan sosial tidak terjadi karena seseorang malas bekerja atau tidak memiliki kemampuan disebabkan kurangnya Sumber Daya Manusia, hal itu terjadi karena hambatan struktural atau tekanan.
Salah satu faktor yang menyebabkan kemiskinan adalah kesenjangan sosial ini. Menurut Alfian, Melly G. Tan, dan Selo Sumarjan, kemiskinan struktural adalah jenis kemiskinan yang diderita oleh suatu kelompok masyarakat karena struktur sosial masyarakat tersebut tidak dapat menggunakan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kurangnya fasilitas pemukiman, pendidikan, komunikasi, peluang kerja, dan perlindungan hukum adalah penyebab kemiskinan struktural (Abdain, 2014).
Peran Ekonomi Islam dalam Mengatasi Ketimpangan Sosial dan Kemiskinan
Ekonomi Islam berperan penting dalam mengatasi ketimpangan sosial dan kemiskinan melalui prinsip keadilan, redistribusi kekayaan, dan pemberdayaan masyarakat. Ekonomi Islam didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan sosial dan keinginan dengan tujuan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan seimbang. Salah satu prinsip utama dalam Ekonomi Islam adalah keadilan sosial, yang memastikan bahwa kesempatan pemerataan dan distribusi kekayaan yang adil harus diberikan kepada setiap anggota masyarakat.
Dalam Ekonomi Islam, kekayaan sumber daya ekonomi dianggap sebagai amanah Allah yang harus dikelola dengan bijaksana dan adil untuk mengurasi perbedaan antara yang kaya dan miskin. Selain itu, Ekonomi Islam menawarkan kerangka kerja yang holistic untuk mendorong keterlibatan dan inklusi. Ekonomi Islam mendorong praktik ekonomi yang berkelanjutan, seperti pengelolaan Sumber Daya Alam yang bertanggung jawab, perlindungan lingkungan, dan pendekatan jangka panjang. Selain itu, Ekonomi Islam mendorong ekonomi inklusi dengan memberikan akses ekonomi yang adil dan merata kepada setiap orang, tanpa memandang status sosial atau ekonomi mereka (Riadi, 2023).
Ketimpangan sosial dan kemiskinan merupakan dua tantangan utama yang dihadapi masyarakat global, termasuk Indonesia. Sistem ekonomi sering kali konvensional menghasilkan distribusi kekayaan yang tidak merata, yang menyebabkan kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin semakin melebar. Dalam konteks, Ekonomi Islam hadir sebagai solusi alternatif yang menawarkan nilai-nilai keadilan, kebahagiaan, dan kesejahteraan bersama (Chapra, 2008).
Ketimpangan sosial sering kali muncul akibat akses yang tidak dapat merata terhadap sumber daya dan peluang. Ekonomi Islam menawarkan pendekatan inklusif yang dapat mengatasi masalah ini (Abdain, 2014), seperti:
1. Bekerja (Al-'Amal)
Sebagaimana digambarkan dalam Al-Quran, surat al-Mulk 67:15, manusia diwajibkan untuk bekerja (berusaha), berkeliling dunia, dan memakan rezeki Allah. Arti al-'amal di sini adalah upaya besar yang dilakukan manusia untuk menghasilkan barang atau jasa.
Bekerja atau usaha adalah kunci dalam memerangi kemiskinan, yang merupakan alasan pertama untuk menghasilkan harta benda (kekayaan), dan unsur pertama dalam memakmurkan bumi yang telah diberikan kepada manusia oleh Allah dan diperintahkan untuk dimakmurkan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an melalui seruan Nabi Shaleh kepada kaumnya.
Masyarakat Islam, baik pemerintah maupun rakyat biasa, harus berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan mereka serta memanfaatkan kekuatan mereka, baik material maupun basyariyah (kemanusiaan) "mengikat" kemiskinan dan menyalakannya. Secara umum, peningkatan produksi bersama dengan peningkatan pemasukan akan berkontribusi pada pengurangan kemiskinan. Untuk memperkuat struktur sosialnya, setiap generasi masyarakat Islam harus bekerja sama untuk mengisi setiap celah.
2. Penguatan Sistem Zakat
Menurut Imam Syafi'i, zakat adalah hak yang melekat pada harta, dan fakir miskin mempunyai hak di atasnya. Salah satu kelompok utama yang berhak menerima zakat adalah orang yang sangat membutuhkan, tidak memiliki harta sama sekali atau kurang dari sebagian kebutuhannya, sedangkan miskin didefinisikan sebagai orang yang dapat memenuhi sebagian kebutuhannya tetapi belum cukup sepenuhnya. Sementara orang kaya tidak sering meminta-minta, orang miskin sering meminta bantuan.
Zakat berbeda dari pajak karena memiliki nilai moral dan spiritual yang menciptakan rasa solidaritas sosial antara orang kaya dan miskin. Melalui pembagian kekayaan dari sektor ekonomi, seperti 2,5% dari harta, hasil pertanian, atau kekayaan mineral, zakat yang mendorong keadilan sosial dan penghapusan kemiskinan.
Zakat juga membantu memperbaiki pola produksi, konsumsi, dan distribusi ekonomi serta mencegah monopoli. Zakat harus dikelola oleh lembaga independen, seperti BAZ dan LAZ, agar efektif karena dapat mengurangi penderitaan orang miskin dan mendorong pemerataan Ekonomi Islam. Zakat bukan hanya kewajiban individu, tetapi juga instrumen pengentasan kemiskinan yang terorganisir. Negara dapat mengelola zakat secara ringkas dan mendistribusikannya untuk program pengentasan kemiskinan.
3. Pengelolaan Wakaf Produktif
Wakaf produktif dapat digunakan untuk membangun infrastruktur publik, seperti sekolah, rumah sakit, dan usaha mikro. Dengan demikian, manfaat ekonomi dapat dirasakan oleh masyarakat luas.
4. Pembangunan Ekonomi Berbasis Komunitas
Ekonomi Islam mendorong partisipasi komunitas dalam kegiatan ekonomi. Misalnya, pembentukan koperasi syariah untuk memberikan akses pembiayaan bagi masyarakat yang tidak terjangkau oleh lembaga keuangan konvensional.
Ketimpangan sosial dan kemiskinan adalah masalah global yang mendalam, termasuk di Indonesia, yang dipengaruhi oleh perbedaan kualitas hidup, akses terhadap sumber daya, dan peluang. Faktor-faktor penyebab ketimpangan sosial dapat berasal dari dalam (internal), seperti rendahnya kualitas sumber daya manusia, serta dari luar (eksternal), seperti hambatan struktural dan birokrasi. Dalam konteks ini, ekonomi Islam menawarkan solusi yang berbasis pada prinsip keadilan sosial, redistribusi kekayaan, dan pemberdayaan masyarakat untuk mengurangi ketimpangan dan kemiskinan.
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, seperti keadilan sosial, pengelolaan sumber daya yang bijaksana, dan pemberdayaan ekonomi inklusif, dapat menjadi alat yang efektif dalam mengatasi ketimpangan sosial. Praktik seperti bekerja keras, penguatan sistem zakat, pengelolaan wakaf produktif, dan pembangunan ekonomi berbasis komunitas membantu menciptakan masyarakat yang lebih adil dan seimbang. Oleh karena itu, penerapan nilai-nilai Ekonomi Islam dapat menjadi alternatif yang kuat untuk menciptakan kesejahteraan bersama dan mengurangi kesenjangan antara yang kaya dan miskin.
Referensi:
- Abdain. (2014). Peran Sistem Ekonomi Islam Dalam Menanggulangi Tingkat Kesenjangan Sosial. Jurnal Muamalah, IV(2), 21-25. https://ejournal.iainpalopo.ac.id/index.php/muamalah/article/view/656
- Chapra, M. U. (2008). Vision of Development in the Light of Maqāsid Al-Sharī ‘ ah. May. https://doi.org/10.13140/RG.2.1.4188.5047
- Riadi, S. (2023). Peran Ekonomi Islam dalam Mengatasi Ketimpangan Ekonomi Global. Pascasarjana UIN Syahada Padangsidimpuan. https://pasca.uinsyahada.ac.id/peran ekonomi-islam-dalam-mengatasi-ketimpangan-ekonomi-global/
Biodata Penulis:
Zahra Lulu Al Aula lahir pada tanggal 17 Februari 2005 di Pemalang. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa, Program Studi Perbankan Syariah, di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.