Hukum yang berlaku di negara kita saat ini bisa dikatakan kuat, mengayomi, dan melindungi masyarakat. Namun, dalam eksekusinya sering kali kurang memuaskan dan membuat publik geram. Penerapan hukum yang berlaku hanya akan menjadi aib negara di mata dunia. Bahkan setiap bab dan pasal yang ada dalam hukum kita layaknya “Ornamen Majapahit pada Wayang Beber” yang menggambarkan kemustahilan untuk menerapkan hukum sebagaimana semestinya.
Buruknya penerapan hukum yang ada bisa dilihat dari setiap kasus hukum pidana yang menghiasi berita setiap tahunnya. Tidak ada satu pun di antara kasus-kasus dapat diselesaikan dengan baik. Mulai dari pembunuhan berencana pada 2022 silam yang dilakukan Jenderal Polisi hingga kasus korupsi timah pada April kemarin. Lagi dan lagi eksekusi hakim tidak mampu memberikan keputusan berdasarkan hukum. Banyaknya rekap hasil penindakan kasus yang ada semakin membuat kepercayaan masyarakat memudar kepada aparat penegak hukum. Karena hukum tidak lagi berpihak kepada masyarakat, tetapi kepada raksasa-raksasa terminator.
Dari banyaknya kasus hukum pidana yang terjadi, kebanyakan kasus baru ditangani setelah viral. Hal ini mengundang keraguan terhadap kinerja dan eksistensi aparatur negara sebagai pengayom rakyat. Bagaimana lagi masyarakat harus percaya terhadap sistem kalau sistem itu sendiri tidak jelas kemana arahnya. Pada akhirnya pengungkitan kejanggalan yang ada menjadi tugas rakyat dan bingung menuntut gajinya kepada siapa. Pembayaran pajak kepada negara hanyalah bentuk pembodohan kepada masyarakat terutama kelas menengah ke bawah yang sering sekali disepelekan haknya akan pajak yang disetor. Kedengaran lucu apabila aparat digaji masyarakat dengan wujud tanggung jawab yang diberikan bernilai nol.
Masyarakat yang berpartisipasi dalam mengungkit setiap kebusukan di balik kasus-kasus pelanggaran yang ada seharusnya diberikan lencana Pahlawan Nasional. Tetapi, sering kali fokus pemerintah yang sentris terhadap penanganan kasus dengan hasil menjengkelkan.
Ketimpangan penerapan hukum sudah sangat biasa terjadi sehingga bukanlah hal yang tabu lagi. Pemegang kekuasaan dan aligator lainnya yang tergiring ke dalam setiap kasus yang ada tidak menerima jatuhan hukuman yang sesuai dengan tindakan pelanggaran yang dilakukan. Dominasi uang yang dimiliki mereka mampu membungkam para hakim dalam persidangan. Tidak heran kalau negeri ini sulit untuk maju karena ketegasan dan sasaran pemberlakuan hukum sering kali melenceng. Setiap tahunnya kasus-kasus pidana menjadi kecacatan aparat dan pemerintah terhadap hukum di Indonesia. Tidak ada yang bisa diunggulkan dari aparatur penegak hukum di negeri ini. Tikus berdasi bebas merangkak di mana-mana dan terus mengambil hak milik rakyat. Sudah seharusnya kita sebagai rakyat proaktif melakukan gerakan perubahan atas penindasan ini. Bangsa yang merdeka adalah bangsa yang bebas atas sistem yang memperbudak mereka. Perubahan harus dilakukan atau bangsa kita akan menjadi mainan untuk memperlancar sistem dan pemenuhan hasrat para aligator.
Penulis: Samuel Luther A. I. Siregar