Perasaan ingin diterima dan dicintai sering kali menjadi dorongan utama untuk menjalani hubungan percintaan pada masa remaja. Banyak orang sudah tahu tentang efek negatif berpacaran di usia muda, seperti gangguan emosional, gangguan akademik, dan efek lainnya, tetapi banyak remaja yang masih memilih untuk pacaran. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: mengapa remaja melakukan hal-hal ini meskipun mereka tahu konsekuensinya?
Remaja sedang dalam fase pencarian identitas diri, mereka menentukan tujuan hidup mereka dan siapa mereka. Pernikahan adalah salah satu cara untuk mengetahui identitas ini. Remaja yang pacaran mendapatkan pengalaman sosial yang membuat mereka merasa penting dan dibutuhkan. Meskipun mereka menyadari risiko emosional yang mungkin muncul, keinginan untuk merasa "dewasa" dan diterima di lingkungan sosial seringkali menjadi alasan utama mereka untuk berpacaran.
Remaja melihat gambar dan cerita tentang hubungan romantis di media sosial yang sering kali terlihat sempurna di era komputer dan internet. Karena mereka percaya bahwa pacaran adalah norma sosial yang harus mereka ikuti, fenomena ini meningkatkan kecenderungan mereka untuk mengikutinya. Pasangan sering dianggap sebagai simbol status atau kedewasaan di sekolah atau lingkungan teman sebaya. Remaja mengalami tekanan sosial yang kuat karena pengaruh lingkungan ini, yang mendorong mereka untuk pacaran untuk "menyesuaikan diri" dengan teman-teman mereka.
Pikiran dan tubuh seseorang mengalami perubahan yang signifikan pada usia remaja. Sering kali, rasa tertarik pada lawan jenis meningkat. Salah satu cara untuk mempelajari perasaan ini, baik itu cinta, kasih sayang, atau hubungan fisik, adalah pacaran. Banyak remaja tertarik untuk merasakan emosi pacaran karena mereka belum pernah melakukannya sebelumnya dan ingin mencoba memahaminya lebih jauh. Mereka tahu bahwa pacaran dapat membawa emosi yang tidak mudah dikendalikan.
Pacaran sering kali dianggap sebagai bagian dari proses pendewasaan. Banyak remaja yang merasa bahwa berpacaran adalah cara mereka untuk menunjukkan bahwa mereka sudah tumbuh dewasa dan siap menghadapi tantangan hubungan yang lebih serius. Meskipun mereka tahu bahwa hubungan pada usia muda bisa berakhir dengan kesedihan atau kebingungannya sendiri, keinginan untuk merasa dewasa dan menjalani pengalaman-pengalaman yang dianggap "dewasa" mendorong mereka untuk tetap melakukannya.
Beberapa remaja mungkin tidak sepenuhnya memahami atau memikirkan akibat pacaran di usia muda. Mereka mungkin tahu secara teori bahwa pacaran dapat memengaruhi prestasi akademik atau membuat perasaan terluka, tetapi mereka mungkin hanya menganggap masalah pacaran bisa diselesaikan dengan mudah, tanpa menyadari betapa besar dampaknya pada kesehatan emosional mereka.
Kurangnya komunikasi yang baik dengan orang tua atau figur dewasa lainnya bisa menyebabkan remaja merasa tidak memiliki tempat untuk berbicara tentang perasaan dan masalah dalam hubungan mereka. Tanpa pembimbingan yang memadai, remaja bisa membuat keputusan yang kurang bijak mengenai hubungan asmara mereka, dan akhirnya terjebak dalam hubungan yang tidak sehat atau tidak sesuai dengan kondisi emosional mereka.
Tidak jarang, remaja memilih berpacaran karena ingin belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka mungkin berpikir bahwa hanya melalui pengalaman mereka sendiri mereka dapat benar-benar memahami apa itu cinta, hubungan, dan tantangan yang datang dengannya. Kesalahan dan kegagalan dalam hubungan adalah bagian dari proses belajar untuk tumbuh bagi sebagian remaja.
Pacaran muda membawa banyak risiko secara emosional, sosial, dan akademik. Namun, pengaruh yang kuat dari teman sebaya, media sosial, dan keinginan untuk merasa dewasa dan diterima membuat banyak remaja tetap berpacaran, meskipun mereka tahu konsekuensi darinya. Sebagai orang dewasa, sangat penting untuk membimbing remaja dengan bijak, membantu mereka memahami akibat dari keputusan mereka, dan mendukung mereka dalam menjalani proses pendewasaan yang lebih bijaksana dan sehat.
Biodata Penulis:
Gabrikuz Aisyah Fairuz Fadhilah, lahir pada tanggal 26 Maret 2006, saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret. Penulis bisa disapa di Instagram @fairuz_fadhila