Menunda untuk Produktif? Fenomena Deadliner di Kalangan Pelajar

Sebagai seorang mahasiswa, saya sering merasa dikejar-kejar oleh deadline. Rasanya tugas-tugas itu datang tanpa henti. Makalah, kuis, proyek, dan ...

Siapa nih yang suka menunda-nunda tugas sampai akhirnya mendekati deadline? Kalau dipikir-pikir, rasanya banyak juga ya, termasuk saya sendiri. Entah kenapa, ada sesuatu yang bikin otak terasa lebih “on fire” saat waktu semakin sempit. Ide-ide yang tadinya terasa buntu mendadak aja muncul dan mengalir gitu aja. Fenomena ini menarik untuk dibahas, terutama karena saya yakin tidak sedikit orang yang mengalaminya, dan pasti masih banyak yang penasaran mengapa fenomena seperti ini kerap sekali terjadi.

Fenomena Deadliner di Kalangan Pelajar

Sebagai seorang mahasiswa, saya sering merasa dikejar-kejar oleh deadline. Rasanya tugas-tugas itu datang tanpa henti. Makalah, kuis, proyek, dan ujian, semuanya seperti lagi ngantri. Hal ini sering membuat saya harus mengorbankan waktu istirahat saya. Biasanya, saya akan memilih untuk mengerjakan tugas berdasarkan urutan yang paling dekat tenggat waktunya.

Pernah suatu waktu saya mencoba memulai sebuah proyek jauh-jauh hari. Tujuannya tentu supaya punya lebih banyak waktu untuk mengerjakan dengan tenang. Tapi ternyata, semakin banyak waktu yang tersedia, semakin sulit juga untuk merasa puas. Saya terus-menerus mengecek ulang, mengedit, atau bahkan mengganti sebagian besar hasil kerja saya. Ujung-ujungnya, tetap saja proyek itu baru benar-benar selesai beberapa jam sebelum dikumpulkan. Dari pengalaman itu, saya belajar bahwa meskipun tenggat waktu terasa menekan, justru tekanan itulah yang sering kali membantu saya untuk fokus dan menyelesaikan pekerjaan. Tapi tentu saja, ini bukan berarti kebiasaan menunda-nunda tugas itu baik. Harus ada batasnya juga.

Kebiasaan menunda-nunda pekerjaan ini biasa disebut dengan istilah ‘procrastination’. ‘Procrastination’ merupakan perilaku psikologis yang berarti tidak melakukan hal-hal yang sudah direncanakan, kemudian menundanya tanpa batas waktu. Pada akhirnya, kita seringkali terlambat dalam melakukan pekerjaan tersebut atau bahkan tidak melakukannya sama sekali. Ketika kita memiliki waktu luang, kita merasa waktu itu lebih lama dari yang kita bayangkan, dan kita lebih suka menghabiskannya dengan bersenang-senang daripada menyelesaikan pekerjaan kita lebih awal.

Tubuh manusia tidak menyukai stres, kita secara alami diprogram untuk menghindari rasa sakit dan ketidaknyamanan. Hal ini jelas bermanfaat bagi kita, namun di sisi lain juga dapat menyebabkan kita tidak dapat menyelesaikan apa pun dengan nyaman karena zona nyaman kita yang terbatas. Dibutuhkan usaha dan kemauan yang lebih untuk mengatasinya. Kita sendiri perlu memahami kapan dan mengapa kita merasa ingin menunda suatu pekerjaan.

Lalu bagaimana dengan kerja otak kita yang justru bisa lebih fokus saat deadline sudah dekat? Saat waktu deadline sudah dekat, tentunya kita akan merasakan cemas dan banyak tekanan. Tekanan inilah yang mendorong kita untuk keluar dari zona nyaman. Tubuh kita bereaksi dengan melepaskan hormon stres seperti adrenalin, yang dapat meningkatkan kinerja fisik dan mental. Otak kita pun seolah-olah menempatkan kita pada situasi menang atau kalah yang tidak ada jalan keluarnya.

Dalam situasi yang mendesak, otak kita seperti "terpaksa" menghindari berbagai gangguan seperti media sosial atau hal yang tidak penting. Saat otak kita tahu kapan kita harus menyelesaikan suatu pekerjaan, maka otak tidak akan membiarkan diri kita terganggu oleh berbagai hal dan tidak akan membiarkan kita menunda-nunda waktu untuk mengerjakannya. Hal ini dikarenakan otak kita mengerti bahwa sesuatu yang penting bagi kita sedang dalam perjalanan dan kita merasa harus segera menyelesaikannya. Yang pada akhirnya, membuat kita dapat menyelesaikan tugas dengan cepat dalam detik-detik terakhir.

Meski begitu, hal tersebut bukanlah kebiasaan yang bagus. Terlalu sering menunda pekerjaan hingga mendekati deadline bisa menyebabkan stres berlebihan, kurang tidur, dan hasil kerja yang tidak optimal. Ada saatnya tekanan deadline membantu kita untuk fokus dan menyelesaikan pekerjaan, tetapi ada juga saatnya tekanan tersebut justru membuat kita kewalahan. Kuncinya adalah menemukan cara untuk tetap produktif tanpa harus bergantung sepenuhnya pada deadline.

Sebenarnya terdapat motivasi yang bisa membuat saya bekerja sesuai deadline, yaitu rasa takut akan sesuatu yang negatif terjadi. Saya takut akan tidak lulus dan orang-orang akan kecewa dengan saya. Yang menjadi masalah dari pemikiran ini adalah bahwa hal ini hanya akan memotivasi saya untuk melakukan hal yang minimum yang dituntut. Saya jadi melakukan pekerjaan dengan asal-asalan dan tidak maksimal, sehingga hidup terasa seperti rangkaian pencapaian yang "setengah-setengah." Oleh karena itu, rasa takut bukanlah alasan yang cukup untuk mendorong seseorang untuk memaksimalkan potensinya. Dibutuhkan perubahan pola pikir, di mana seseorang termotivasi oleh tujuan yang lebih positif, seperti hasrat untuk berkembang, rasa bangga akan hasil kerja, atau keinginan untuk memberikan kontribusi yang berarti.

Ketika kita menghadapi yang namanya ‘procrastination’, yang harus kita pikirkan adalah bukan menghindari pekerjaan itu sendiri, namun menghindari emosi negatif yang terkait dengan pekerjaan itu. Kita harus mengalihkannya sebisa mungkin. Ingatkan pada diri sendiri bahwa jika kita tidak mulai bergerak dari sekarang, selangkah demi selangkah kita akan menghabiskan satu tahun lagi seperti itu, dan kemudian suka menunda-nunda sepanjang hidup. Tentukan tujuan hidup mulai dari sekarang, karena jika kita tidak yakin mengenai apa yang harus kita lakukan, kita akan merasa sangat sulit untuk meraih keberhasilan yang diinginkan.

Anisa Devina Maharani

Biodata Penulis:

Anisa Devina Maharani, lahir pada tanggal 30 Januari 2007 di Banyumas, saat ini aktif sebagai mahasiswa, prodi Informatika, di Universitas Sebelas Maret.

© Sepenuhnya. All rights reserved.