Ketika melihat film Jojo Rabbit di salah satu platform, sekilas dapat dibayangkan bahwa ini adalah film drama biasa. Seperti saya yang awalnya menanggapi bahwa film ini sama seperti film lain dengan tema Nazi yang berhasil membuat saya menitikkan air mata atas keprihatinan saya terhadap perang.
Film yang berjudul Jojo Rabbit ini menggambarkan tentang kehidupan anak kecil di tengah situasi perang dunia II. Walaupun kebengisan dalam perang dunia II tidak diperlihatkan secara eksplisit, namun kondisi Jerman yang diliputi propaganda Nazi membuat ketegangan semakin terasa.
Latar Belakang Tokoh Utama yang Unik
Johannes Betzler (Roman Griffin Davis) atau biasa dipanggil Jojo Betzler menjadi tokoh utama dalam film Jojo Rabbit. Ia digambarkan sebagai anak yang fanatik dengan pemerintahan Nazi. Dikisahkan Jojo tinggal bersama ibunya yang bernama Rosie Betzler (Scarlett Johansson). Ayahnya dikabarkan hilang saat menjadi serdadu Jerman-Nazi di front Italia dan kakak perempuan yang bernama Inge Betzler telah meninggal setelah terkena influenza.
Jojo adalah anak laki-laki yang menjadi penggemar fanatik Nazi dan memiliki teman imajinasi yang unik, seorang Adolf Hitler yang diperankan langsung oleh sang sutradara Taika Waititi. Walaupun ini hanya imajinasi Jojo, coba kalian bayangkan seorang Adolf Hitler yang dikenal sebagai diktator yang kejam malah digambarkan sebagai orang yang konyol dan bodoh sampai-sampai menawarkan rokok kepada anak 10 tahun.
Rosie Betzler adalah ibu dari Jojo dan termasuk orang yang menentang pemerintah Nazi, bahkan dia juga menjadi salah satu aktivis yang menentang secara diam-diam. Terkadang ia menyayangkan Jojo karena kesetiaannya pada rezim Nazi, Rosie berpikir dunia ini terlalu kacau untuk anak 10 tahun yang seharusnya bisa bermain tanpa memikirkan konflik yang tidak berkesudahan.
Dalam penggalan film ini, Rabbit atau kelinci menggambarkan ketidakmampuan Jojo untuk memenuhi harapan orang di sekitarnya, ia tidak bisa melakukan perintah untuk membunuh kelinci tersebut, hal ini juga menggambarkan karakter Jojo yang penakut. Artinya pengaruh propaganda Nazi belum sepenuhnya mempengaruhi hati dan pikiran anak-anak yang masihlah memiliki rasa empati terhadap makhluk lain seperti Jojo.
Dilema antara Ideologi atau Kemanusiaan
Insiden ‘Granat’ memulai perjalanan Jojo yang tidak dapat mengikuti pelatihan tentara anak-anak akibat dari luka fatal yang didapatnya setelah granat meledak di sekitarnya saat mengikuti pelatihan Jungvolk sehingga membuatnya tidak bisa beraktivitas seperti teman-temannya.
Permasalahan dimulai ketika Jojo yang berada di rumah sendirian menemukan sesuatu yang aneh dari kamar kakaknya. Sebuah celah rahasia yang berada di salah satu sisi dinding menarik perhatian Jojo. Ketika ia mencoba masuk ke dalam, sesuatu yang bersembunyi di dalamnya membuat Jojo ketakutan. Ia menemukan fakta baru bahwa ibunya menyembunyikan seorang gadis Yahudi bernama Elsa Korr (Thomasin McKenzie) di dalam rumahnya.
Setelah pertemuan yang cukup menegangkan antara si fanatik Nazi dengan gadis Yahudi, mereka menjadi sering menghabiskan waktu bersama dan mengajarkan Jojo bahwa perang adalah hal yang tidak berguna.
Adegan Sepatu yang Berulang Penuh Makna
Di dalam film ini banyak adegan kecil yang diperlihatkan secara khusus. Seperti kalimat yang pernah dikatakan oleh Rosie, sambil menari "Hidup itu anugerah, kita harus merayakannya, kita harus menari untuk menunjukkan kepada tuhan bahwa kita bersyukur bisa hidup".
Penyampaian kata-katanya adalah bentuk harapan di tengah peperangan yang mengajarkan bahwa di tengah kesulitan pun manusia tidak boleh menyerah dan tetap mencari kebahagiaan sebagai ungkapan rasa syukur terhadap tuhan.
Adegan Rosie yang selalu mengikat tali sepatu Jojo merupakan penggambaran kasih sayang ibu kepada anaknya. Sosok Rosie digambarkan sebagai orang tua yang tangguh. Di tengah situasi negara yang tidak stabil, Rosie mengatakan bahwa "Cinta adalah hal yang terkuat di dunia." Rosie memberikan pengertian tentang cinta di tengah perang kepada Jojo.
Terakhir, saat Jojo menemukan jasad ibunya yang tergantung. Di situlah perubahan dalam diri Jojo terpampang jelas, bagaimana sosok yang ia dukung malah merenggut seseorang yang ia cintai. Tiap adegan terasa berjalan sangat lama. Jojo mengikat tali sepatu ibunya, sebagai bentuk penghormatan terakhir dan awal perubahan dalam diri Jojo bahwa sekarang ia harus menghadapi dunia.
Akhir yang Bahagia
Di akhir film, Jerman dinyatakan kalah setelah musuh menginjakkan kaki di Jerman dan menghabiskan sisa-sisa tentara Jerman. Jojo dan Elsa sangat senang mendengar berita gembira ini. Keduanya menari bersama sebagai bentuk kebebasan mereka dari kediktatoran pemerintah kala itu.
Walaupun di film ini diselipi beberapa adegan komedi, namun ini juga mengingatkan kita betapa ironisnya dampak perang dalam dunia anak-anak. Perang hanyalah ambisi orang-orang egois yang memaksakan kehendak mereka tanpa memikirkan keadaan di belakangnya. Mereka tidak berpikir ada banyak pengorbanan, bahwa ada orang tua yang kehilangan anaknya karena maju membela negerinya sendiri dan ada anak yang harus kehilangan orang tuanya karena untuk melindungi anak-anaknya mereka.
Sadarilah kepada siapa kita harus memihak kawan, dengan menonton film ini kamu akan mendapat pandangan baru tentang perang dalam POV anak-anak.
Biodata Penulis:
Andiniya Luftansza lahir pada tanggal 12 Januari 2006 di Tangerang.