Fenomena hedonisme di kalangan siswa semakin meningkat, terutama dengan munculnya media sosial yang kian populer, seperti TikTok dan Instagram. Media sosial kini bukan sekadar platform untuk berbagi cerita, tetapi telah bertransformasi menjadi "panggung" gaya hidup. Siswa-siswa terdorong untuk tampil sempurna dan glamor demi mendapatkan pengakuan sosial. Namun, di balik tren ini, dampak negatif terhadap kesehatan mental mereka tidak bisa diabaikan
Tekanan Sosial yang Menghantui
Di era media sosial, tuntutan untuk tampil sempurna semakin menggigit. Banyak siswa merasa terpaksa untuk mengikuti tren demi menjaga eksistensi mereka di dunia maya. Standar sosial yang dibentuk oleh media—seperti memiliki barang bermerek, gadget terbaru, atau liburan mewah—mendorong siswa untuk terus mengejar validasi dalam bentuk "like" dan "komentar” Akibatnya, mereka sering mengalami kecemasan dan meragukan diri sendiri ketika tidak mampu memenuhi ekspektasi tersebut.
Di dalam pertemanan, tekanan ini semakin terasa. Siswa sering berpikir bahwa status mereka dalam kelompok ditentukan oleh kepemilikan barang tertentu. Hal ini menyebabkan siswa yang tidak dapat memenuhi standar tersebut sering diabaikan atau bahkan dikucilkan. Tekanan dari teman sebaya ini hanya memperburuk stres yang mereka alami.
Hilangnya Jati Diri dan Makna Hidup
Fenomena hedonisme yang dipicu oleh media sosial telah menyebabkan banyak siswa kehilangan arah dalam hidup mereka. Terfokus pada pencarian validasi sosial, mereka sering kali melupakan makna kehidupan yang lebih dalam. Ketika perhatian mereka hanya terfokus pada jumlah "like" dan "view," banyak siswa yang mendapati bahwa hidup mereka terasa kosong. Meskipun tampak bahagia di media sosial, kenyataannya, banyak dari mereka merasa kesepian dan tidak puas dengan kehidupan yang dijalani.
Kondisi ini berpengaruh negatif pada perkembangan psikologis mereka. Rasa tidak puas yang terus-menerus muncul dapat memicu berbagai gangguan kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan. Yang lebih mengkhawatirkan, siswa sering kali tidak menyadari bahwa perilaku mereka sangat dipengaruhi oleh budaya konsumerisme yang didorong oleh platform-platform sosial tersebut.
Dampak pada Kehidupan Sehari-hari
Perilaku hedonis memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan siswa, baik dari segi finansial maupun akademis. Banyak dari mereka yang rela menghabiskan uang untuk membeli barang-barang trendy atau mencoba makanan dan minuman mahal hanya untuk mendapatkan konten menarik di media sosial. Kebiasaan ini sering kali berujung pada pemborosan, bahkan utang, bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan finansial yang memadai.
Selain itu, fokus berlebihan pada gaya hidup mewah sering kali mengalihkan perhatian siswa dari pendidikan. Mereka cenderung mengabaikan tugas sekolah dan belajar, yang pada akhirnya berdampak negatif pada prestasi akademis mereka.
Langkah-Langkah Mengatasi
Menghadapi tantangan ini, diperlukan langkah konkret dari berbagai pihak, mulai dari orang tua, guru, hingga sekolah:
1. Pendidikan literasi digital
Pendidikan literasi digital penting untuk mengajarkan siswa agar lebih kritis terhadap informasi di media sosial dan menyadari bahwa tidak semua konten mencerminkan realitas. Selain itu, membantu mengurangi tekanan untuk mengikuti tren yang tidak bermakna.
2. Dukungan Orang Tua
Peran orang tua penting dalam membantu anak menghadapi tekanan media sosial dengan memberikan perhatian dan dukungan emosional, serta membimbing mereka dalam menyaring informasi agar tidak terjebak dalam perilaku merugikan.
3. Penguatan Nilai-Nilai Karakter
Sekolah memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai kesederhanaan, empati, dan tanggung jawab melalui pendidikan karakter.
4. Melakukan Kegiatan Positif di Sekolah
Sekolah memiliki kemampuan untuk menyediakan berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung pengembangan minat dan bakat siswa. Dengan berpartisipasi dalam aktivitas yang bermakna, siswa dapat menemukan kepuasan dan tujuan hidup yang lebih dalam, jauh dari pengaruh media sosial.
Hedonisme yang dipicu oleh media sosial menjadi tantangan besar bagi siswa di zaman sekarang. Namun, dengan dukungan dari keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitar, mereka dapat belajar menghadapi tekanan ini dengan bijak. Di sinilah literasi digital, pendidikan karakter, dan dukungan emosional berperan penting, membantu mereka menemukan makna hidup yang lebih mendalam.
Pada akhirnya, kebahagiaan sejati tidak terletak pada jumlah "like" atau barang yang dimiliki, melainkan pada hubungan yang bermakna dan tujuan hidup yang jelas.
Biodata Penulis:
Aqita Nadia Wijaya saat ini aktif sebagai mahasiswa.