Kucing liar di area perkampungan biasa tak terhitung jumlahnya, baik yang sudah disteril, maupun yang belum sekalipun. Bukan hanya di area perkampungan, kucing-kucing ini juga sering terlihat di pasar, taman, trotoar, hingga di dalam area kampus. Banyak warga sekitar yang merasa iba dan memberikan makanan seadanya bagi mereka yang tengah mengeong kelaparan. Bahkan, beberapa kucing yang beruntung akhirnya diadopsi dan menjadi anggota keluarga baru masyarakat sekitar. Namun, kucing-kucing terlantar yang berlalu-lalang di area kampus menimbulkan banyak permasalahan.
Apa yang Terjadi Jika Dibiarkan Terlantar?
Tidak semua orang menyukai hewan berbulu satu ini. Akibatnya, banyak kucing yang dibiarkan terlantar, mengais makanan dalam kondisi yang memprihatinkan. Kucing yang terlantar mengalami berbagai nasib buruk, seperti kelaparan, kehausan, cedera, penyakit, hingga stres yang berkepanjangan. Bahkan, tanpa perawatan, kucing-kucing ini bisa mati perlahan-lahan, terjebak dalam siklus penderitaan tanpa ujung.
Bagaimana Nasib Kucing Terlantar di Area Kampus UNS?
Di area kampus UNS (Universitas Sebelas Maret) Surakarta, kucing-kucing terlantar sering terlihat berkeliaran di sekitar gedung perkuliahan dan taman. Beberapa mahasiswa mungkin merasa kasihan, lalu memberikan makanan sisa mereka kepada kucing-kucing yang lewat di sekitaran kantin. Namun, kenyataannya masih sering dijumpai beberapa terlihat dalam keadaan kurus kelaparan, sakit berjamur, hingga terluka tanpa diketahui penyebabnya.
Over populasi kucing di area kampus menjadi masalah utama yang serius dan sering merembet pada permasalahan lainnya, seperti polusi bau kotoran dan kucing yang berlalu-lalang atau melahirkan di ruang perkuliahan jelas menganggu kegiatan pembelajaran.
Permasalahan di atas diperparah ketika pandemi telah menjadi isu dunia. Seluruh aktivitas yang berhubungan dengan pendidikan di seluruh Indonesia dihentikan dan dialihkan dengan metode online (daring), termasuk kampus UNS di Surakarta ini. Dari fenomena tersebut, ternyata muncul dampak yang sering tidak disadari oleh civitas akademika, yaitu kucing-kucing liar banyak yang tergeletak mati kelaparan, beberapa di antaranya pun juga benar-benar hanya tinggal kulit dan tulang. Hal itulah yang menjadi keresahan banyak mahasiswa melihat kondisi tersebut nampak terjadi di kampus tercinta mereka.
Siapa yang Bertanggung Jawab Mengurusi Isu ini di UNS?
Sebenarnya ada komunitas mahasiswa UNS peduli kucing yang berdiri pada tahun 2020 ketika pandemi, yang diinisiasi oleh beberapa kumpulan mahasiswa UNS dari berbagai fakultas. Mereka kemudian mulai mengajak mahasiswa lain untuk menjadi relawan dengan menyebarkan poster open recruitment melalui Instagram @kucinguns dan mengampanyekan gerakan peduli kucing dengan me-rescue serta memberi pakan kucing-kucing liar. Selain dari mahasiswa UNS sendiri, staff UNS beserta anggota komunitas kucing Solo, Cateyes Solo juga berperan sebagai relawan, meski sebagian besar di antaranya memang terdiri dari mahasiswa aktif UNS.
Kegiatan yang menjadi fokus utama dalam komunitas tersebut, yaitu street feeding yang biasa dilakukan 3 hari sekali melalui beberapa jalur di kampus pusat dan kampus cabang, walaupun pemberian pakan terkadang mengalami kemunduran disebabkan tidak adanya ketersediaan stock pakan ataupun faktor cuaca yang tidak mendukung. Ketika pemberian pakan, relawan juga sekalian mengecek kondisi kucing-kucing tersebut. Apabila ada kucing yang ketahuan sedang sakit, mereka akan segera melakukan penyelamatan dengan cara mengunggah poster open donasi untuk masyarakat umum melalui akun Instagram yang sama.
Seiring berjalannya waktu, komunitas berkembang semakin besar dengan banyaknya mahasiswa yang tertarik untuk bergabung. Namun, sayangnya upaya yang dilakukan oleh para mahasiswa tersebut tidak dapat bertahan lama dengan alasan utama semakin berkurangnya personel komunitas. Meskipun sudah dicoba untuk regenerasi pengurus, tetapi pada akhirnya tidak dapat berlangsung lama sehingga komunitas ini harus hiatus pada tahun 2023 sesuai dengan penjelasan yang terunggah di akun Instagram mereka.
Apa yang Perlu Dilakukan untuk Mengurangi Dampak Buruk dari Permasalahan Ini?
Langkah yang paling penting tentunya dengan meningkatkan kesadaran civitas akademika mengenai tanggung jawab sosial terhadap hewan. Sosialisasi terkait perlunya menjaga serta merawat hewan liar di sekitaran kampus demi meminimalisasi dampak negatif dapat dimasukkan ke dalam program-program kemahasiswaan seperti seminar yang menghadirkan pakar untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman. Selain itu, kolaborasi dengan organisasi perlindungan hewan diperlukan supaya mudah menciptakan program sterilisasi dan adopsi yang lebih terstruktur.
Langkah di atas dapat dilakukan apabila kampus mendukung program yang melibatkan perlindungan dan perawatan kucing liar di sekitar kampus.
Apabila isu ini dapat perhatian khusus, ada kemungkinan bahwa komunitas peduli kucing UNS dapat kembali hadir di tengah-tengah mahasiswa sebagai garda terdepan menciptakan kesejahteraan bagi kucing-kucing liar. Sebab tanggung jawab tidak hanya terletak pada individu atau pihak tertentu saja, tetapi juga pada komunitas untuk bersama-sama menciptakan solusi yang berkelanjutan.
Dengan meningkatkan kesadaran dan melakukan aksi nyata, kita dapat bersama-sama memberikan harapan baru bagi kucing-kucing yang membutuhkan pertolongan. Semoga ke depannya kampus UNS ini dapat menjadi tempat yang ramah bukan hanya bagi mahasiswa, melainkan juga kucing-kucing liar.
Biodata Penulis:
Nanda Indira Putri, lahir pada tanggal 11 Januari 2006 di Pekalongan, saat ini aktif sebagai mahasiswa di UNS, prodi Pendidikan Administrasi Perkantoran. Penulis bisa disapa di Instagram @nindiraraa