Lebih dari Sekedar Pencari Nafkah: Keterlibatan Ayah dalam Perkembangan Emosi Anak

Keterlibatan ayah dalam perkembangan emosional anak jauh lebih dari sekadar memenuhi kebutuhan finansial. Ayah berperan sebagai pendukung utama ...

Dalam masyarakat modern, peran ayah sering kali dipandang sebagai pencari nafkah utama. Ayah berperan sebagai figur penting yang membentuk karakter dan kepribadian anak. Dalam Islam maupun dalam hukum, ayah tidak hanya bertanggung jawab atas kebutuhan materi, tetapi juga pendidikan moral dan emosional anak. Hal ini bisa disebut dengan Fatherless. Fatherless adalah kondisi ketika seorang anak tidak memiliki sosok ayah atau tidak memiliki hubungan dekat dengan ayahnya, baik secara fisik maupun psikologis.

Keterlibatan emosional ayah mencakup berbagai aspek, mulai dari kehadiran fisik hingga interaksi yang mendukung dan positif. Seorang anak yang memiliki hubungan dekat dengan ayah mereka cenderung lebih mampu mengelola emosi dan memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi.

Salah satu aspek penting dari keterlibatan emosional adalah komunikasi. Ayah yang terbuka untuk mendengarkan dan berbicara tentang perasaan mereka dapat menciptakan lingkungan yang aman bagi anak untuk mengekspresikan diri. Misalnya, saat anak mengalami kesedihan atau kekecewaan, kehadiran ayah yang mendukung dapat membantu anak merasa dipahami dan diterima. Ini membangun dasar yang kuat untuk pengembangan keterampilan emosional di masa depan.

Kepercayaan diri anak sering kali dipengaruhi oleh bagaimana mereka diperlakukan oleh orang tua mereka, termasuk ayah. Ketika ayah menunjukkan dukungan dan pengakuan terhadap pencapaian anak, baik besar maupun kecil, hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri anak. Misalnya, saat seorang ayah menghadiri pertunjukan sekolah atau pertandingan olahraga anaknya, kehadiran tersebut memberikan sinyal bahwa usaha anak dihargai.

Sebaliknya, kurangnya keterlibatan ayah dapat menyebabkan anak merasa tidak berharga atau kurang diperhatikan. Hal ini bisa berujung pada masalah emosional seperti kecemasan atau depresi, emosi yang tidak stabil, adanya penurunan prestasi akademik, kesulitan dalam pengendalian diri, dan punya banyak masalah dalam pergaulan saat remaja.

Banyak terjadi ayah tidak terlibat dalam pengasuhan. Budaya patriarki yang masih melekat pada masyarakat Indonesia bisa menjadi salah satu alasan hal itu bisa terjadi. Selain faktor budaya, anak bisa mengalami fatherless karena orang tua yang terlalu sibuk. Karena kesibukan bekerja, menjadikan ayah sulit untuk terlibat dalam pengasuhan. Ayah memiliki peran yang cukup penting dalam tumbuh kembang anak. Keterlibatan ayah dalam aktivitas bersama anak dapat menjadi kegiatan yang merangsang perkembangan kognitif. Ada perbedaan gaya bicara antara ayah dan ibu, seperti ayah yang cenderung lebih mengarahkan, lebih singkat. Bentuk komunikasi yang lebih kompleks dengan orang tua menuntut kemampuan bahasa yang lebih tinggi sehingga bisa merangsang perkembangan kognitif anak.

Keterlibatan Ayah dalam Perkembangan Emosi Anak

Misalnya seperti dalam acara My Golden Kids, merupakan program televisi Korea Selatan yang menyajikan realitas di mana para orang tua yang menghadapi masalah dengan anak-anak mereka tampil di acara tersebut untuk menerima masukan dan saran dari para ahli pengasuhan anak. Dalam wawancara solonya, Song Eojun berusia 4 tahun ditanya tentang hubungannya dengan orang tuanya. Ketika ditanya dengan siapa dia paling suka bermain, dia ragu-ragu sebelum mengaku: “Saya tidak tahu.” Ia menambahkan bahwa ia selalu bosan di rumah karena tidak ada seorang pun yang bermain dengannya.

Eojun menunjukkan kedewasaan emosional yang luar biasa untuk usianya, meskipun mengalami kurangnya dukungan dan perhatian dari orang tuanya. Eojun menunjukkan kerentanan emosional saat ia menangis dan berlari menuju ibunya, tetapi tidak mendapatkan kenyamanan yang ia butuhkan. Ketika Eojun meminta makanan penutup, neneknya memarahinya, yang menunjukkan metode pengasuhan yang keras dan dampaknya terhadap kesejahteraan emosional Eojun.

Dalam wawancara, anak itu mengungkapkan kebosanan dan kurangnya waktu bermain, serta ketidaknyamanannya terhadap ayahnya yang dianggap menakutkan. Eojun kemudian mengungkapkan bahwa ayahnya “menakutkan” saat sedang marah, dan menyampaikan keinginannya agar ayahnya memanggilnya dengan lebih lembut.

Dalam hal ini dapat dibuktikan bahwa kehadiran ayah dalam didikan juga mempengaruhi perkembangan emosi. Ketika perkembangan emosi tertunda, anak menjadi tidak dewasa secara emosional dan tidak mampu mengatur, mengekspresikan, dan mengendalikan emosinya. Keterlibatan ayah juga mempengaruhi keterikatan anak, yang pada akhirnya mempengaruhi perkembangan kognitif dan sosial anak. Anak-anak yang kurang mendapat perhatian dan kehangatan dari sosok ayah lebih besar kemungkinannya menderita kecemasan, keterampilan sosial yang buruk, dan self sistem yang lemah.

Keterlibatan ayah dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti melakukan kegiatan bersama, komunikasi dengan anak, saling berbagi hal yang disukai, mengasuh anak, memberikan pengarahan, selalu ada untuk anak dan lainnya. Ayah harus menjadi sahabat terbaik bagi anak laki-laki dan membangun hubungan yang sehat. Bisa melalui interaksi yang positif, ayah dapat menanamkan nilai-nilai moral dan sosial yang penting. Interaksi positif antara ayah dan anak mengajarkan anak tentang pengendalian diri, empati, dan cara berkomunikasi yang efektif. Ayah juga harus aktif dalam kegiatan sehari-hari, seperti bermain dan berbicara, meningkatkan kepercayaan diri dan kompetensi sosial anak.

Keterlibatan ayah dalam perkembangan emosional anak jauh lebih dari sekadar memenuhi kebutuhan finansial. Ayah berperan sebagai pendukung utama dalam membantu anak memahami dan mengelola emosi mereka, membangun kepercayaan diri, serta menciptakan pola hubungan sosial yang positif. Dengan memberikan perhatian dan kasih sayang secara konsisten, seorang ayah dapat membantu membentuk karakter dan kesehatan mental anak-anaknya.

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk menghargai dan mendorong peran aktif ayah dalam pengasuhan. Dengan demikian, kita tidak hanya menciptakan generasi masa depan yang lebih sehat secara emosional tetapi juga masyarakat yang lebih kuat dan saling mendukung. Keterlibatan emosional ayah adalah investasi jangka panjang bagi kesejahteraan keluarga dan masyarakat secara keseluruhan.

Biodata Penulis:

Sastia Ratih Puspita saat ini aktif sebagai mahasiswa, Manajemen Bisnis, di Universitas Sebelas Maret.
© Sepenuhnya. All rights reserved.