Keterbatasan Ekonomi dan Skill Sosial: Apa Pengaruhnya bagi Siswa?

Kesadaran akan dampak keterbatasan ekonomi terhadap bullying sangat penting dalam upaya menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan mendukung ...

Saya masih ingat dengan jelas saat saya duduk di bangku sekolah, melihat teman-teman sekelas saya yang berjuang dengan keterbatasan ekonomi dan kurangnya dukungan dari teman lingkungan sekitarnya. Saya menyaksikan bagaimana perbedaan status ekonomi dapat menciptakan jurang pemisah di antara mereka, yang sering kali berujung pada kesulitan belajar dan pengalaman belajar yang tidak seimbang. Dalam pengalaman saya, keterbatasan ekonomi tidak hanya memengaruhi penampilan fisik, tetapi juga akses terhadap sumber daya pendidikan yang lebih baik.

Faktor ekonomi adalah yang terbesar yang memengaruhi siswa untuk mencapai apa yang mereka inginkan, dan karena hal ini siswa tersebut menjadi sasaran bullying oleh orang-orang sekitarnya. Saya memiliki teman saat SMA, dia adalah seorang introvert yang minder atau insecure karena keterbelakangan ekonomi dan kurangnya keinginan bersosial. Oleh karena itu dia tidak berani bersosialisasi dan sulit untuk memiliki teman. Hal ini sudah tidak asing bagi kita karena banyak sekali kesenjangan sosial di mana pun dan kapan pun.

Keterbatasan Ekonomi dan Skill Sosial

Tentu di sekolah kita sudah tidak asing dengan kata sircle atau geng, dan orang yang sulit untuk bersosial dengan baik dikarenakan memiliki rasa minder dengan mereka. Saya sering melihat orang-orang yang sulit berteman dan bersosial akan mudah diremehkan oleh orang-orang atau sircle lain, hal ini sudah mengarah ke kasus bullying, contoh suatu ketika si korban sedang melakukan presentasi kelompok di depan teman-temannya, dan saat giliran si korban berbicara atau menjelaskan, sedikit orang yang mendengarkan dan mempedulikannya. Selain itu si korban memiliki sifat yang introvert dan malu dikarenakan kurangnya skill bersosial yang menyebabkan si korban tidak berani mengeluarkan suara yang lantang. Dan hal ini membuat audiens malas untuk mendengarkan dan semakin memiliki rasa yang tidak suka terhadap korban.

Kasus yang paling membuat saya kasihan adalah saat pembagian kelompok saat di kelas dan korban inilah yang sulit mencari kelompok, tentu kita jika disuruh oleh guru untuk membuat kelompok kita akan memilih teman-teman yang dekat dan memiliki keaktivan yang tinggi sehingga korban ini jarang sekali ada yang mengajak untuk berkelompok, dan jikalau ada pembagian kelompok yang sudah ditetapkan oleh guru, orang-orang yang berkelompok dengan korban akan sedikit rasa enggan dengan korban ini dan korban tersebut akan sulit diandalkan, akan diabaikan oleh teman sekelompoknya. Dan ini sangat berdampak kepada kesehatan mental korban yang diremehkan sehingga membuat trauma, depresi, sampai bunuh diri.

Dan orang-orang seperti ini tidak berani melapor kepada siapapun karena sang korban sudah memiliki rasa takut terlebih dahulu. Dan biasanya yang saya lihat hal seperti ini tidak akan berakhir sampai lulus, karena sang korban sudah terlanjur susah untuk mencari teman. Dan orang-orang pun jarang sekali untuk menemani mereka karena takut terkena dampaknya, yang akan diremehkan juga.

Keterbatasan ekonomi tidak hanya memengaruhi terhadap bersosialnya anak, oleh karena itu hal ini sulit untuk mencari jalan keluar. Dan di sekolah atau lingkungan mana pun banyak yang memiliki kasus seperti ini, karena hal seperti ini tidak bisa kita hindarkan di mana pun itu karena sifat orang berbeda-beda, tidak ada yang benar-benar baik atau dalam kata sempurna pasti memiliki kekurangan.

Saya yakin dalam menyelesaikan kasus seperti ini, jika dari sudut pandang saya sendiri, hal ini tidak akan efektif, jika seperti mengadakan edukasi stop bullying, menegur siswa yang melakukan bullying terhadap korban. Justru sebenarnya penyelesaian ini harus dari korban itu sendiri untuk berani berubah agar lebih berani untuk bersosial atau empati teman dari lingkungan tersebut, seperti merangkul dan memotivasinya agar orang tersebut harus berani bersosial, karena orang seperti itu tidak akan berani berbicara dengan orang-orang dan kita yang memiliki empati yang baik harus memulai pembicaraan terlebih dahulu dengan mereka secara empat mata, karena mereka tidak memiliki mental untuk berani berbicara di dapan banyak orang.

Kesadaran akan dampak keterbatasan ekonomi terhadap bullying sangat penting dalam upaya menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan mendukung bagi semua siswa. Saya berharap dengan memahami bahwa bullying sering kali berasal dari ketidakadilan sosial dan ekonomi, kita dapat bekerja sama untuk membangun sekolah yang lebih baik dan lebih inklusif bagi semua anak-anak kita. Setiap siswa berhak mendapatkan hak memiliki rasa nyaman dan aman tanpa harus menghadapi intimidasi atau perlakuan tidak adil karena latar belakang ekonomi dan kemampuan bersosial mereka. Saya ingin melihat perubahan nyata dalam cara kita berinteraksi satu sama lain di sekolah. Mari kita bersama-sama menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua anak di Indonesia, setiap individu dihargai dan diterima apa adanya, tanpa memandang latar belakang mereka.

Biodata Penulis:

Muhammad Tsaqif Yahya saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret.

© Sepenuhnya. All rights reserved.