Haruskah Kita Hanya Diam Saat Dibully Kakak Tingkat di Kampus?

Kita perlu merenungkan apakah berdiam diri benar-benar pilihan yang bijak ketika menghadapi perundungan dari kakak tingkat? Ataukah kita seharusnya ..

Perundungan oleh kakak tingkat di kampus bukanlah hal baru. Dalam beberapa kasus, mahasiswa yang disebut adik tingkat sering kali menjadi sasaran perlakuan tidak menyenangkan dari kakak tingkat mereka, baik dalam bentuk verbal, mental, atau bahkan fisik. Ketika seorang mahasiswa menghadapi perundungan dari kakak tingkat, mereka merasa terjebak dalam dilema. Apakah harus melawan, atau hanya diam dan berharap masalah akan berlalu dengan sendirinya? Banyak yang beranggapan bahwa berdiam diri bisa menghindarkan mereka dari masalah yang lebih besar, dan mereka tidak ingin bercerita tentang masalah tersebut dengan sahabat, orang tua, ataupun saudara kandungnya. Sementara yang lain percaya bahwa tindakan tegas perlu diambil untuk menghentikan perundungan.

Namun, pertanyaannya adalah, apakah sikap diam benar-benar merupakan solusi yang tepat? Atau justru dapat memperburuk keadaan, baik bagi korban maupun bagi lingkungan kampus secara keseluruhan? Mari kita diskusikan secara singkat isu ini.

Mengapa Banyak Orang Memilih Diam?

Banyak dari mereka yang merasa takut atau bingung ketika menghadapi perundungan dari kakak tingkat. Alasan pertama mereka memilih untuk diam adalah ketakutan akan dikucilkan atau diintimidasi lebih lanjut. Ada kekhawatiran bahwa melawan atau melaporkan kakak tingkat yang melakukan perundungan akan memperburuk keadaan, sampai semakin parah perundungan yang dilakukan kakak tingkat.

Haruskah Kita Hanya Diam Saat Dibully Kakak Tingkat di Kampus

Dalam lingkungan kampus, kita tahu bahwa menghindari konflik sering kali dianggap sebagai cara termudah untuk bertahan. Alasan berikutnya adalah kurangnya dukungan dari sistem kampus. Mahasiswa tersebut mungkin merasa tidak memiliki kekuatan atau bantuan yang memadai dari pihak kampus. Mereka tidak tahu kepada siapa harus melaporkan perundungan yang dialami, dan sering kali ragu apakah laporan mereka akan ditindaklanjuti dengan serius atau hanya diabaikan oleh pihak kampus. Ketidakpastian ini membuat banyak korban lebih memilih untuk tetap diam, meskipun dalam hati mereka tahu bahwa apa yang dialami sudah tidak dapat ditoleransi lagi. Ada juga faktor budaya, di mana dalam beberapa konteks sosial, junior dianggap harus "menghormati" senior tanpa syarat. Budaya seperti ini, jika tidak diluruskan, bisa semakin menormalisasi perundungan.

Apakah Berdiam Diri adalah Solusi yang Tepat?

Memilih untuk diam mungkin tampak seperti jalan keluar yang mudah, namun dalam jangka panjang, hal ini bisa berdampak buruk bagi individu yang menjadi korban maupun bagi lingkungan kampus secara keseluruhan. Salah satu alasan mengapa berdiam diri bukanlah solusi yang tepat adalah karena perundungan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental, seperti mengikis rasa percaya diri, menimbulkan stres, kecemasan berlebihan, hingga depresi. Beberapa korban bahkan bisa merasa tidak berharga dan kehilangan motivasi dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Salah satu kisah tragis yang sedang viral baru-baru ini menggugah perhatian masyarakat, yaitu peristiwa yang dialami seorang mahasiswa Universitas Diponegoro, yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan menyuntikkan zat berbahaya ke dalam tubuhnya sendiri. Mengapa korban sampai pada keputusan bunuh diri tersebut? Jawabannya terletak pada perundungan yang dialaminya dari senior atau kakak tingkat. Perlakuan yang berupa ejekan, intimidasi, dan perlakuan merendahkan yang tidak masuk akal ini telah menciptakan tekanan psikologis yang sangat berat. Akibatnya, korban merasa tertekan dan putus asa, sehingga merasa tidak ada jalan keluar lagi selain memilih untuk mengambil langkah tragis tersebut. Tidak mudah untuk menghadapi perundungan, namun berdiam diri bukanlah satu-satunya pilihan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk merespons jika kita mengalami perundungan.

Bagaimana Cara Menghadapi Perundungan?

Mencari dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas adalah aspek utama bagi kita yang sedang mengalami perundungan. Mungkin berbicara dengan teman seangkatan atau komunitas kampus lainnya bisa memberikan rasa lega dan dukungan emosional. Kadang-kadang, memiliki seseorang untuk berbagi cerita dapat membantu meringankan beban mental. Dalam situasi sulit, memiliki someone to talk bisa menjadi penyelamat yang memberikan harapan dan mengurangi rasa kesepian kita. Apakah kalian mempunyai someone to talk? Cara yang kedua yaitu melaporkan kepada pihak yang berwenang. Kampus biasanya memiliki mekanisme pengaduan yang bisa dimanfaatkan. Jika perundungan sudah melewati batas toleransi, melaporkannya kepada pihak yang berwenang seperti dosen pembimbing, organisasi mahasiswa, atau bagian kemahasiswaan bisa menjadi solusi yang efektif. Penting untuk mengetahui hak-hak sebagai mahasiswa dan memanfaatkan jalur hukum atau regulasi kampus yang ada.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk tidak lagi menganggap perundungan sebagai bagian normal dari kehidupan kampus. Saatnya kita berhenti menoleransi perilaku tersebut dan mengambil tindakan nyata. Mulailah dengan berbicara, menyampaikan pengalaman, dan membangun sistem dukungan yang kuat. Kita juga perlu mendorong pihak kampus untuk lebih serius dalam menangani isu ini, dengan kebijakan dan tindakan yang tegas. Dengan begitu, kita bisa menciptakan lingkungan kampus yang aman, inklusif, dan mendukung bagi semua mahasiswa, tanpa terkecuali.

Kita perlu merenungkan apakah berdiam diri benar-benar pilihan yang bijak ketika menghadapi perundungan dari kakak tingkat? Ataukah kita seharusnya mulai bersuara, mencari dukungan, dan memastikan bahwa perundungan tidak lagi menjadi bagian dari budaya kampus? Jika kita terus membiarkan perundungan terjadi tanpa ada tindakan nyata, kita hanya akan menciptakan lingkungan kampus yang tidak sehat bagi generasi mahasiswa mendatang. Mulailah dari sekarang, ambil tindakan, dan bangun budaya kampus yang bebas dari perundungan. Bagaimana menurut Anda, apakah saatnya kita berhenti membiarkan perundungan terjadi dan mulai mengambil tindakan?

Biodata Penulis:

Aulya Salsabila saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Kimia.

© Sepenuhnya. All rights reserved.