Game Online, Bikin Temenan dan Musuhan?

Di sini aku lihat game online itu seperti pedang bermata dua, yang bisa membuka percakapan dan ngasih peluang buat kita makin dekat. Nggak jarang ....

Game online seperti Mobile Legends, Free Fire, dan PUBG memang punya banyak penggemarnya, hampir semua anak sekolahan memainkan salah satunya, tapi aku baru sadar kalau ternyata game-game itu berpengaruh ke kehidupan sosial.

Waktu aku masih SMP, aku punya teman yang selalu menjadi bahan ejekan di kelas, panggil saja Dimas. Dia bahkan memiliki julukannya sendiri. Semua orang di kelas tertawa ketika temanku Dimas ini diejek. Bahkan guru pun ikut tertawa. Hal ini jelas membuat Dimas ini tidak nyaman dan sulit untuk bergaul dengan teman sekelas. Aku pun jadi memandang remeh temanku ini.

Game Online, Bikin Temenan dan Musuhan

Tapi suatu hari, aku mendengar bahwa Dimas, yang menjadi “bahan ejekan” ini, memainkan PUBG, dan bukan cuma asal main doang, dia jago banget mainnya bahkan ranknya sudah mencapai rank tertinggi di game itu. Entah kenapa, ini mengubah sudut pandangku tentangnya, awalnya aku pikir kalau dia cuma siswa biasa yang jadi bahan ejekan, aku jadi berpikir kalau dia ini keren dan jadi sangat menghormatinya. Kita pun jadi sering bermain dan banyak bersenang-senang di game itu. Di luar game, kita juga jadi teman baik dan kita sering main bareng.

Lalu di SMA, aku juga menemukan hal yang mirip, aku melihat hubungan antara game online dan kehidupan sosial. Di kelasku, hampir semua teman-temanku bermain Mobile Legends. Awalnya kita semua main tanpa pilih-pilih, siapa yang mau main langsung gas. Semakin lama kita bermain, semakin kelihatan siapa yang “jago” dan yang tidak di permainan itu. Kemudian teman-temanku yang “jago” bermain Mobile Legends cuma mengajak orang yang dianggap mereka “jago” dan pantas untuk bermain dengan mereka. Mereka main dengan kompetitif dan mendapatkan kesenangan dari kemenangan. Kalau mereka kalah, mereka sering adu mulut dan saling menyalahkan. Tapi mereka tetap sering main bareng.

Dan teman-temanku yang kurang jago main Mobile Legends itu juga main bareng karena jarang diajak oleh teman-teman yang “jago”. Mereka main tanpa khawatir kalah, cuma seru-seruan bareng. Ini membuat sebuah dinding di pertemanan kita di kelas, yang jago main nggak mau ngajak yang nggak jago karena takut kalah, dan sebaliknya, yang nggak jago nggak mau main sama yang jago karena takut dimarahi dan disalahi.

Di sini aku lihat game online itu seperti pedang bermata dua, yang bisa membuka percakapan dan ngasih peluang buat kita makin dekat. Nggak jarang aku waktu kenalan sama orang baru pasti nanyain, “Rank-mu apa?” atau “Ayo mabar.” Dan di sisi lain juga bisa jadi sumber perpecahan, aku pernah kesal sama temanku karena dia mainnya jelek di game. Walaupun aku tahu itu cuma game, tapi tetap saja rasa kesal itu ada.

Jadi, aku bisa nyimpulin kalau kita bisa menggunakan game sebagai media kita untuk memperdalam hubungan kita dengan orang lain, dan kita juga harus hati-hati karena game-game kompetitif membuka celah buat perpecahan.

Biodata Penulis:

Muhammad Ihza Dzikrullah, lahir pada tanggal 27 November 2005 di Cilacap, saat ini aktif sebagai Mahasiswa Informatika di Universitas Sebelas Maret.

© Sepenuhnya. All rights reserved.