Sebagai bagian dari Gen Z, hidup di era digital memberikan pengalaman yang luar biasa, namun juga memunculkan tantangan, seperti FOMO (Fear of Missing Out) yang sering kali menyebabkan pengeluaran boros. Segala sesuatu kini terasa lebih mudah—hanya sejauh jari. Dari belanja kebutuhan hingga mencari informasi, semua bisa dilakukan dengan cepat. Dunia terasa lebih terhubung, dan peluang untuk belajar, bekerja, atau sekadar bersosialisasi semakin terbuka lebar.
Media sosial pun jadi bagian tak terpisahkan dari keseharian saya, terutama Instagram dan TikTok. Keduanya menawarkan pengalaman yang mirip namun tetap punya daya tarik unik masing-masing. Lewat Instagram, saya bisa mengikuti berita terkini, melihat momen seru teman, hingga menggali inspirasi. Sementara di TikTok, hiburan kreatif dan tren terkini selalu berhasil mencuri perhatian.
Namun, di balik semua keseruannya, media sosial juga menyimpan tantangan: FOMO (Fear of Missing Out). Apa itu FOMO sebenarnya? Dan Herman (2018), seorang psikolog, mendefinisikan FOMO sebagai "perasaan cemas atau khawatir karena melihat orang lain menjalani pengalaman yang lebih baik atau lebih seru, yang mengarah pada keinginan untuk tetap terhubung secara digital agar tidak ketinggalan." Fenomena ini semakin kuat di era digital, kita terus-menerus terpapar dengan postingan tentang tren terbaru, gaya hidup mewah, atau momen-momen spesial orang lain.
Sebagai pengguna aktif media sosial, saya sering kali merasakan fenomena FOMO (Fear of Missing Out) yang kerap muncul saat melihat apa yang sedang trending. Ketika sedang scroll TikTok, misalnya, saya sering tergoda untuk ikut mencoba tren terbaru, entah itu soal pakaian, makanan, atau bahkan hal-hal yang sebenarnya saya tidak begitu paham. Sama halnya dengan Instagram, melihat story teman yang sedang berada di tempat indah atau membeli barang baru sering kali membuat saya merasa ingin ikut serta, hanya karena terlihat seru atau menarik. Hal-hal seperti inilah yang membuat saya sulit untuk mengatur keuangan, apalagi untuk menyisihkan uang dan menabung.
Setiap kali membuka media sosial, saya merasa takut ketinggalan. Melihat teman-teman memposting foto saat mereka sedang hangout atau mengikuti tren tertentu, rasa cemas itu muncul. Takut dianggap tidak "up-to-date" atau bahkan kehilangan kesempatan untuk lebih dekat dengan teman-teman. Akibatnya, saya sering kali menerima ajakan untuk pergi atau nongkrong, meskipun sebenarnya saya belum tentu membutuhkannya. Hanya untuk tidak tertinggal dan agar bisa tetap terhubung, saya akhirnya terus mengeluarkan uang untuk kegiatan tersebut.
Tren viral, promo diskon, hingga gaya hidup influencer sering kali menjadi pemicu utama FOMO. Rasanya ingin segera memiliki barang atau pengalaman yang sama dengan orang lain, bahkan jika itu bukan sesuatu yang saya butuhkan. Begitu melihat iklan atau flash sale, godaan untuk membeli barang-barang baru pun sulit dihindari. Platform seperti Instagram dan TikTok semakin memudahkan kita untuk memborong barang tanpa berpikir panjang. Jika tidak hati-hati, kemudahan ini justru bisa menjadi bumerang yang menguras tabungan.
Namun, ada beberapa cara untuk mencegah boros akibat FOMO, yaitu:
- Tetapkan Anggaran Bulanan: Sebelum mengakses media sosial, tentukan anggaran untuk belanja dan hiburan. Dengan memiliki batasan, kita lebih mudah menahan godaan untuk membeli barang atau mengikuti tren yang tidak terlalu diperlukan.
- Praktikkan Mindful Spending: Sebelum membeli sesuatu yang muncul akibat FOMO, tanyakan pada diri sendiri apakah itu benar-benar dibutuhkan atau hanya karena merasa "harus" mengikuti tren. Luangkan waktu untuk berpikir dan memutuskan dengan bijak.
- Nonaktifkan Notifikasi Belanja: Agar terhindar dari godaan belanja impulsif, matikan notifikasi dari aplikasi belanja atau media sosial yang sering memunculkan promo atau diskon.
- Coba JOMO (Joy of Missing Out): Alih-alih merasa tertekan karena tidak ikut dalam setiap tren atau ajakan teman, cobalah menikmati waktu dengan diri sendiri. Nikmati kegiatan yang tidak membutuhkan biaya, seperti membaca buku, berolahraga, atau berkumpul dengan teman-teman tanpa mengeluarkan uang.
- Kurangi Eksposur terhadap Konten yang Memicu FOMO: Batasi waktu scrolling di media sosial atau pilih untuk mengikuti akun yang memberikan nilai lebih, seperti akun motivasi, edukasi, atau hobi yang lebih bermanfaat. Semakin sedikit terpapar konten yang memicu FOMO, semakin kecil pula godaan untuk membeli barang yang tidak diperlukan.
Di tengah semua godaan tersebut, kita perlu belajar untuk lebih bijak. Memahami kapan FOMO muncul dan bagaimana menanggulanginya adalah kunci agar kita tetap bisa menikmati media sosial tanpa merusak keuangan pribadi. Tidak semua tren atau ajakan teman harus diikuti. Prioritas hidup dan pengelolaan keuangan yang bijak jauh lebih penting. Bagaimana dengan anda, sudahkah anda mulai mengatasi godaan FOMO dengan lebih bijak?
Biodata Penulis:
Agischa Nur Aghianingtyas saat ini aktif sebagai mahasiswa, Program Studi Informatika, di Universitas Sebelas Maret (UNS), angkatan 2024. Dengan latar belakang akademik yang berfokus pada teknologi informasi dan pemrograman, Agischa tertarik mendalami berbagai bidang teknologi, termasuk pengembangan aplikasi dan keamanan siber.
Di luar dunia akademik, Agischa memiliki kecintaan mendalam terhadap literasi. Membaca novel menjadi salah satu kegiatan favoritnya, baik sebagai pelarian dari kesibukan studi maupun sebagai cara untuk mendapatkan inspirasi. Melalui novel, ia menemukan beragam perspektif dan cerita yang memperkaya imajinasi saya.
Selain membaca, Agischa juga gemar menulis cerita dan artikel pendek. Baginya, menulis adalah cara untuk mengekspresikan ide serta berbagi pandangan dengan orang lain. Kombinasi antara hobi membaca dan menulis ini menjadikannya sosok yang selalu ingin menggali lebih dalam tentang dunia kreatif, tanpa melupakan minat utamanya di bidang teknologi.
Agischa percaya bahwa teknologi dan literasi bisa berjalan beriringan, menciptakan dampak positif yang lebih luas. Oleh karena itu, ia bercita-cita untuk berkontribusi tidak hanya di bidang informatika, tetapi juga dalam pengembangan konten edukatif dan kreatif di masa depan.