Batik Solo Trans (BST) adalah layanan bus raya terpadu yang beroperasi di Kota Surakarta. Sebagai perantau dari Ngawi, saya merasa sangat terbantu dengan adanya transportasi ini. Dengan harga yang terjangkau dan fasilitas yang baik, BST menjadi pilihan transportasi kesukaan saya.
Keterbatasan Transportasi Umum di Ngawi
Sebagai orang yang lahir dan besar di Ngawi, saya belum pernah merasakan kenyamanan menggunakan transportasi bus kota. Ngawi adalah kabupaten kecil di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan sayangnya, sistem transportasi umumnya sangat terbatas. Jika ada bus, biasanya hanya beroperasi di pusat kota dan tidak menjangkau daerah lain.
sumber: Wikipedia |
Perjalanan dari rumah ke pusat kota Ngawi biasanya memakan waktu sekitar 40 menit jika menggunakan bus AKAP (antar kota antar provinsi) dengan tarif Rp 12.000. Namun, saat bus penuh, penumpang terpaksa berdiri, dan kenyamanan perjalanan pun berkurang. Selain itu, aksesibilitas dari daerah pedesaan ke pusat kota juga menjadi masalah, karena tidak semua desa memiliki layanan transportasi umum yang memadai. Kondisi ini membuat banyak warga lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk beraktivitas sehari-hari.
Pengalaman Pertama Naik BST
Ketika saya merantau ke Solo untuk melanjutkan pendidikan, saya mulai mengenal banyak hal baru—termasuk kuliner, tempat wisata, dan tentu saja, transportasi umum. Suatu hari, saya mendapat tugas untuk mengunjungi tempat bersejarah di Solo. Kebetulan saya satu kelompok dengan teman asal Solo yang tahu betul seluk-beluk kota ini, teman saya merekomendasikan untuk memilih Kampung Batik Laweyan sebagai tempat bersejarah yang ada di Solo. Teman saya menyarankan agar menggunakan bus koridor 3 (K3) untuk menuju Kampung Batik Laweyan, dengan senang hati saya dan teman-teman mengikuti saran.
Batik Solo Trans (BST) ternyata melayani 12 koridor, terdiri dari 6 koridor utama dan 6 koridor pengumpan. Untuk koridor utama sendiri ada Koridor 1 (K1) rute Bandara Adi Sumarmo - Terminal Palur, Koridor 2 (K2) rute Sub Terminal Kerten - Terminal Palur, Koridor 3 (K3) rute Terminal Tirtonadi - Solo Baru, Koridor 4 (K4) rute Terminal Kartasura - Solo Baru, Koridor 5 (K3) rute Terminal Kartasura – Bekonang, Koridor 6 (K6) rute Terminal Tirtonadi - Solo Baru.
Perasaan penasaran sekaligus antusias memenuhi pikiran saya saat sebelum naik BST. Harga tiket naik BST ternyata sangat terjangkau, terutama untuk mahasiswa. Tarif menuju Kampung Batik Laweyan adalah Rp2.000 untuk mahasiswa dan Rp3.700 untuk masyarakat umum. Saat pertama kali menginjakkan kaki di dalam BST, fasilitas yang ditawarkan seperti tempat duduk yang rapi dan pendingin ruangan yang sejuk membuat perjalanan menjadi lebih nyaman—hal ini jarang saya temui di transportasi umum di Ngawi.
Ketika naik BST, sopir menyarankan agar membuat kartu agar tidak antre saat membayar dengan QRIS. Jika membayar menggunakan kartu, penumpang bisa menikmati perjalanan gratis selama 90 menit; jadi saat perjalanan baru 30 menit di bus pertama, di bus kedua hanya perlu tap kartu saja tanpa mengurangi saldo hingga mencapai 90 menit. Sungguh tawaran yang menguntungkan bagi siapa pun yang ingin berkeliling kota Solo.
Pentingnya Transportasi Umum
Pengalaman ini membuat saya berpikir betapa pentingnya transportasi umum seperti BST bagi masyarakat, terutama bagi perantau seperti saya. Dengan sistem yang efisien dan harga terjangkau, BST tidak hanya memudahkan mobilitas tetapi juga mendorong kita untuk lebih mengenal budaya dan sejarah lokal. Saya berharap suatu hari nanti kota-kota kecil seperti Ngawi juga bisa memiliki transportasi umum yang memadai seperti BST. Dengan adanya sistem transportasi yang baik, masyarakat dapat lebih mudah beraktivitas tanpa harus bergantung pada kendaraan pribadi.
Saya sangat menikmati pengalaman naik BST ini dan berencana untuk menggunakannya lagi selama 3-4 tahun ke depan selama masa studi saya. Semoga harga tetap terjangkau dan layanan tidak berkurang karena sangat membantu mahasiswa rantau seperti saya dan teman-teman lainnya.