Commuter Line atau Kereta Rel Listrik pastinya sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Jabodetabek dan Jogja-Solo untuk berpergian. Bagi mereka Commuter Line sangat membantu mereka bepergian karena Commuter Line memiliki harga yang murah dibandingkan kereta lainnya. Walaupun menawarkan harga yang murah, fasilitas dari Commuter Line ini cukup memadai, nyaman, dan memiliki kecepatan yang baik juga. Cara untuk bisa menikmati fasilitas Commuter Line ini pun sangat mudah. Kita bisa menaikinya dengan membayar menggunakan uang elektronik atau dengan kartu khusus seperti Kartu Multi Trip. Commuter Line ini memang terkesan mudah dan sangat bermanfaat terutama Commuter Line rute Yogyakarta-Palur. Bagi mahasiswa yang rumahnya di daerah Yogyakarta dan Solo kereta ini menjadi pilihan utama bagi mereka untuk pulang ke rumah dan pergi ke kampus.
Commuter Line Yogyakarta-Palur juga memiliki rute tambahan yaitu rute dari Stasiun Tugu Yogyakarta dengan tujuan akhir Stasiun Kutoarjo di Purworejo. Rute ini menggunakan kereta khusus yang hanya dipakai pada rute ini yaitu Prameks. Lantaran berbeda kereta, untuk melanjutkan perjalanan pada rute ini kita perlu transit terlebih dahulu dari Prameks ke Commuter Line atau sebaliknya di Stasiun Tugu. Di lain sisi menjadi primadona masyarakat, tentunya Commuter Line juga tidak akan terlepas dari masalah-masalah terutama Commuter Line rute Yogyakarta-Palur. Apabila PT KAI tidak segera berbenah, masyarakat akan menilai pelayanan Commuter Line rute Yogyakarta-Palur ini menjadi lebih buruk.
Masalah Jumlah Unit Kereta yang Tersedia
Volume penumpang Commuter Line Yogyakarta-Palur memang tidak sebesar di Jabodetabek. Pada hari kerja penumpang harian Commuter Line di Jabodetabek bisa mencapai 870.782 orang. Untuk rute Yogyakarta-Palur jumlah penumpang terbanyak bisa mencapai sekitar 27.000 per hari terutama di akhir pekan. Walau demikian, jumlah unit kereta rute Yogyakarta-Palur terasa terlalu sedikit untuk jumlah penumpang yang ada. Dari sekian penumpang di rute Yogyakarta-Palur hanya bisa dilayani dengan total 24 rute perjalanan dengan beberapa unit kereta. Di lain sisi, volume penumpang yang besar di rute Jabodetabek diikuti oleh sekitar 1150 unit kereta yang tersedia. Dari angka perbandinga tersebut dapat kita ambil analogi sederhana bahwa Commuter Line di Jabodetabek dalam 1 unit keretanya memiliki beban penumpang sekitar 757 orang.
Keadaan justru berbanding terbalik dengan Commuter line rute Yogyakarta-Palur yang dimana satu unit kereta harus menampung beban penumpang sekitar 1080 orang. Tentunya hal ini dapat terjadi karena jumlah penumpang di Jabodetabek yang besar diikuti juga dengan banyaknya unit kereta yang ada, sedangkan pada rute Yogyakarta-Palur walaupun jumlah penumpangnya jauh lebih sedikit dari Jabodetabek tetapi jumlah unit keretanya dirasa masih terlalu sedikit. Dengan itu penumpang Commuter Line di Jabodetabek apabila tertinggal hanya memiliki selang sekitar 10 menit ke kereta selanjutnya. Sedangkan di rute Yogyakarta-Palur memiliki selang waktu sekitar satu jam lebih dengan kereta selanjutnya.
Memang volume penumpang di rute Yogyakarta-Palur tidak sebanyak di Jabodetabek, tetapi selang waktu satu jam lebih dirasa terlalu lama bagi para penumpang. Seharusnya dengan volume penumpang rute Yogyakarta-Palur sekarang jarak setiap keberangkatan kereta bisa kurang dari satu jam. Jumlah penumpang sudah menumpuk di setiap stasiun dan beberapa dari mereka menunggu lagi satu jam lebih untuk kereta selanjutnya karena tidak mendapat jatah di kereta sebelumnya. Tentu saja dengan jarak keberangkatan kereta yang satu jam lebih ini tidak sebanding dengan jumlah penumpang yang ada. Hal ini juga berisiko membuat penumpukan penumpang di setiap stasiun. Keberangkatan kereta sekarang juga dirasa sering terlambat oleh para penumpang. Kereta sekarang terlambat sekitar 5-10 menit dari jadwal yang seharusnya di beberapa stasiun.
Hal serupa juga terjadi pada rute tambahan Yogyakarta-Kutoarjo. Di Stasiun Kutoarjo jumlah penumpang Prameks sangat membeludak. Sudah menjadi pemandangan umum dengan stasiun selalu padat dengan para penumpang Prameks yang tidak mendapat tempat. Lebih mengenaskannya dalam sehari hanya ada 4 jadwal keberangkatan yang jaraknya bisa dari pagi sampai siang. Bahkan untuk penumpang yang ingin melanjutkan perjalanan ke Solo hanya ada 3 jadwal yang bertepatan untuk transit antara Prameks dan Commuter Line. Para penumpang sangat sering sekali terlihat kecewa dengan hal ini. Karena juga beberapa penumpang memiliki kepentingan mendadak mereka terkadang terpaksa membeli tiket kereta jarak jauh yang harganya jauh lebih mahal. Ini merupakan pemandangan umum bagi para penumpang prameks.
Kesadaran Penumpang yang Masih Rendah
Masalah juga tidak hanya ditemukan di luar kereta tetapi juga di dalam kereta. Dikarenakan volume penumpang yang besar maka desak-desakan tak terelakan. Berebut tempat duduk menjadi hal yang lumrah ketika dalam perjalanan Commuter Line. Pemandangan ini sudah sering terlihat baik pada Commuter Line rute Jabodetabek ataupun rute Yogyakarta-Palur. Dalam berebut kursi pun para penumpang masih sering tidak memperhatikan peraturan atau tanda yang ada. Kursi prioritas masih sering diambil oleh penumpang yang tidak seharusnya walaupun penanda sudah terlihat jelas.
Para penumpang tidak peduli dengan tanda yang sudah dipasang di dalam kereta dengan orientasi yang penting mereka bisa duduk. Lebih buruknya lagi mereka yang melanggar ini enggan memberikan kursinya ketika ada penumpang lain yang lebih diprioritaskan untuk duduk. Masih banyak penumpang yang membuang muka atau pura-pura tidur supaya kursinya tidak diambil alih. Adu mulut di dalam kereta pun sering terjadi hanya karena perihal kursi ini. Untungnya masih terdapat segelintir orang yang dengan terbuka masih mau memberikan kursi yang seharusnya sudah didapatkan kepada penumpang lain yang lebih membutuhkan lantaran kursi prioritas diisi orang yang tidak seharusnya.
Masalah kursi prioritas ini sebenarnya juga hanya satu dari sekian contoh salah satu kebiasaan buruk masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia memiliki salah satu kebiasaan buruk yaitu tidak memperhatikan peraturan atau tanda peringatan. Menerobos rambu lalu lintas, membuang sampah sembarangan, dan berjualan di tempat yang salah merupakan beberapa contoh lain dari akibat kebiasaan buruk ini. Kebiasaan buruk ini sudah sering terjadi sejak dahulu. Lama-lama kebiasaan acuh terhadap tanda peringatan ini dilakukan oleh banyak orang sehingga menjadi dinormalisasi. Kebiasaan ini sudah menjadi kultur dalam masyarakat. Ditambah juga angka literasi masyarakat Indonesia yang sangat rendah membuat kebiasaan buruk ini lebih parah. Sebagai bukti lain rendahnya literasi masyarakat Indonesia yaitu sangat sedikit orang yang mampu mengetahui semua arti rambu lalu lintas. Indonesia terjebak dalam sebuah kultur yang buruk. Dengan melihat semua faktor di atas maka tak heran apabila hal seperti masalah kursi prioritas Commuter Line masih sering terjadi.
Commuter Line menjadi suka dan duka bagi masyarakat. Di satu sisi Commuter Line memberikan kebahagiaan kepada para penumpang dengan berbagai manfaat yang diberikan. Namun, dibalik manfaatnya tentunya masih ada beberapa kekurangan dalam rangkaian perjalanan Commuter Line. Masalah dalam Commuter Line Yogyakarta-Palur ini merupakan masalah yang serius sehingga perlu langkah yang tanggap dari PT KAI. PT KAI bisa meningkatkan lagi operasional Commuter Line supaya lebih efektif lagi bagi penumpang.
Kereta dengan sistem sejenis Commuter Line ini juga dapat kita temukan di Amerika yang dinamai Metro. Walaupun sama sibuknya dengan Commuter Line di Indonesia, kereta ini tidak mengalami penumpukan penumpang di stasiun seperti di Indonesia. Hal ini terjadi karena pengelolaan sistem operasional yang baik. Alih-alih berebut tempat duduk, masyarakat di sana lebih memilih berdiri di dalam kereta. Selain itu masyarakat di sana memiliki kultur menghargai ruang pribadi sehingga ketika di dalam kereta mereka menjaga jarak dan enggan duduk berdampingan dengan penumpang lain. Hal seperti ini perlu dicontoh oleh Indonesia terutama bagaiamana masyarakat Indonesia sedikit demi sedikit harus bisa menghilangkan kebiasaan buruk mereka ini.
Biodata Penulis:
Irfan Cahyo Setyo Nugroho saat ini aktif sebagai Mahasiswa Psikologi, di Universitas Sebelas Maret.