Perkembangan teknologi saat ini disertai dengan maraknya penggunaan Artificial Intelligence (AI) atau teknologi kecerdasan buatan dalam berbagai bidang kehidupan. Kemampuan AI dalam memecahkan masalah dan memberikan solusi dalam waktu yang cepat menjadi salah satu alasan teknologi ini berkembang pesat dan populer. Penggunaan dan akses AI yang mudah menjadikannya sebagai teknologi yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan dan perubahan di berbagai sektor. Dunia seni menjadi salah satu sektor yang tak lepas dari cengkraman perkembangan teknologi AI.
Siapa sangka sekarang karya seni dapat dibuat hanya dalam sekejap mata. Hanya dengan tulisan dan perintah singkat, terciptalah karya yang diinginkan. AI memungkinkan siapapun untuk dapat menghasilkan karya yang kompleks, yang mungkin sebelumnya hanya bisa dicapai oleh keterampilan seniman berpengalaman dan tentunya memerlukan proses yang tidak singkat.
Proses AI Menyusun Karya
Beberapa orang mungkin bertanya-tanya, bagaimana bisa AI menghasilkan sebuah karya seperti gambar atau lukisan dalam waktu begitu singkat. Di sinilah generative AI bekerja. Generative AI bergantung pada dataset yang terdiri dari karya seni buatan manusia yang sudah ada sebelumnya. Internet menjadi ladang bagi AI untuk mengakses berbagai gambar atau lukisan hasil karya para seniman. Dalam proses ini teknologi bernama machine learning berperan untuk mempelajari dan memahami karya seni. Dengan machine learning, AI ‘belajar’ untuk menemukan dan memahami pola serta komposisi dari karya-karya tersebut. Bermodalkan pemahaman dan pola yang telah ‘dipelajari’, AI menggabungkan berbagai elemen dari data yang dimiliki kemudian menghasilkan gambar atau lukisan sesuai dengan permintaan dari penggunanya.
Penggunaan AI tidak hanya sebatas menghasilkan gambar dan lukisan, tetapi juga karya seni lain dalam bentuk musik, tulisan, dan lain-lain. AI memberikan kemudahan dalam pembuatan suatu karya seni. Namun, pada kenyataannya, penggunaan AI sebagai alat untuk menghasilkan suatu karya menimbulkan layangan protes baik dari para seniman maupun penikmat seni.
Gambar AI Buat Resah Seniman
Pemanfaatan teknologi AI dalam dunia seni kerap menjadi diskursus yang memicu terjadinya perdebatan belakangan ini. Hampir semua seniman, penikmat seni, dan orang-orang yang peduli dengan pekerja seni kontra dengan pemanfaatan AI dalam bidang seni dengan cara yang tidak etis. Mereka menolak keras gambar AI. Alasan utama yang melatarbelakangi penolakan ini menyangkut perihal hak cipta atas karya-karya seniman yang digunakan untuk dataset dalam proses training pada AI. Mereka yang kontra mempertanyakan apakah dataset yang digunakan untuk melatih model generative AI didapat secara legal dengan memperhatikan hak cipta seniman atau tidak. Para seniman ini kemungkinan besar bahkan tidak mengetahui karyanya digunakan sebagai sumber data untuk melatih generative AI. Hal ini menggambarkan bagaimana pengambilan dataset dilakukan tanpa konsen dari sang pembuat karya yang dinilai sebagai tindakan tidak etis. Selain itu, seniman pun tidak mendapatkan benefit dan apresiasi apapun.
Tidak berhenti pada keresahan terkait hak cipta, belakangan ini gambar AI kerap digunakan untuk tujuan komersil dan bahkan diikutkan dalam ajang perlombaan. Beberapa waktu lalu, sebuah penerbit menuai kritik di media sosial karena menggunakan AI untuk membuat sampul buku terbitannya. Semakin maraknya penggunaan AI dengan cara seperti ini dirasa sebagai bentuk tidak peduli terhadap keberadaan para pekerja seni. Jika dilihat secara seksama, penolakan demi penolakan yang diserukan para seniman dilandasi oleh perasaan ingin dihargai atas karya dan kerja keras mereka dalam proses penciptaan karya itu sendiri.
Bagaimana Seharusnya Hubungan antara AI dan Seni Berjalan
Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran teknologi AI membawa berbagai perubahan yang tak terelakkan dalam dunia seni. AI muncul sebagai alat tak terduga yang mengubah cara kerja dan kreativitas di dunia seni. Terlepas dari kontroversinya, AI dapat berperan dalam mendukung berlangsungnya proses kreatif. Di sisi lain, kehadiran teknologi AI tentu saja memicu debat mengenai dampak yang ditimbulkannya terhadap seniman dan bagaimana AI dapat memahami batasan-batasan etika dalam seni.
Perlu kita ingat bahwa seni lahir dari kreativitas dan ekspresi perasaaan seorang manusia. Karya memiliki ikatan erat dengan latar belakang, pengalaman hidup, dan emosi si pencipta karya. Proses kreatif dalam pengembangan dan eksplorasi ide untuk mewujudkan karya seni merupakan bagian dari kekhasan sebuah karya yang natural dan orisinil. Dalam konteks ini, saya rasa teknologi bernama AI tidak akan pernah mampu dalam menghasilkan suatu karya seni yang bermakna dan memiliki kedalaman emosi. Karya AI tidak memberikan pengalaman yang sama dengan karya yang diciptakan manusia melalui proses berpikir kreatif. Hal ini bukan berarti teknologi tak diberi ruang sedikitpun dalam lingkup kesenian. Oleh karena itu, penting untuk menganggap AI hanya sebagai alat yang dapat membantu jalannya proses kreatif, bukan serta merta menggantikan manusia dalam menjalankannya.
Teknologi AI dapat digunakan sebagai ‘partner’ atau kolaborator dalam mencari ide dan inspirasi maupun aspek lain yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya. Penggunaan AI dalam hal kolaborasi memungkinkan seniman menciptakan karya-karya inovatif yang tetap mempertahankan nilai dan keaslian dari sebuah karya seni manusia. Penggunaan AI dalam dunia seni harus dipastikan tidak melewati batasan etika yang ada dan tidak menimbulkan kerugian. AI hadir sebagai alat yang dapat dimanfaatkan untuk memperkaya dunia seni, bukan sebagai alat yang mengaburkan kreativitas manusia.
Untuk menjadikan AI sebagai bagian yang memperkaya seni, perlu ditetapkan batasan yang jelas mengenai penggunaan AI, terutama terkait dengan hak cipta seperti yang telah disinggung sebelumnya. Dalam memanfaatkan teknologi di bidang seni, diperlukan regulasi yang jelas untuk mengatur hak cipta dari karya seni yang ada. Oleh karena itu, diperlukan dialog antara seniman, pembuat regulasi, dan pengembang teknologi. AI dalam dunia seni harus dibangun dengan prinsip yang menghargai esensi kemanusiaan seorang seniman. Dengan begitu, seni dapat berkembang berdampingan dengan kemajuan teknologi yang ada.
Biodata Penulis:
Khashia Yasmin Az Zahra, lahir pada 6 April 2006, saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret Surakarta.