Analisis Puisi:
Puisi "Resah Menyesak" karya Mustiar AR adalah karya singkat yang padat dengan emosi dan makna. Dengan hanya empat baris, Mustiar AR berhasil menangkap perasaan resah, kesepian, dan kerinduan yang mendalam. Meskipun sederhana dalam pemilihan kata, puisi ini mampu menyampaikan nuansa perasaan yang kuat, membuat pembaca turut merasakan getaran emosi yang dialami oleh sang penyair.
"Aku di sini" – Sebuah Kesadaran Akan Diri yang Sunyi
Baris pertama, "Aku di sini," membuka puisi dengan nada introspektif yang penuh kesadaran diri. Sang penyair mengidentifikasi posisinya, seolah-olah sedang berdiri sendiri, menyadari keberadaannya di tengah kekosongan atau kesunyian. Kalimat sederhana ini menyiratkan bahwa "aku" dalam puisi sedang mengalami momen kesendirian yang intens, di mana ia mungkin tidak memiliki seseorang di dekatnya, sehingga satu-satunya fokus adalah keberadaan dirinya sendiri.
Pernyataan “Aku di sini” juga dapat dilihat sebagai ekspresi penegasan bahwa ia merasa terisolasi atau terjebak dalam situasi tertentu. Ada kesan bahwa ia terpisah dari sesuatu atau seseorang yang dicintai, membuat pernyataan ini semakin kuat sebagai ungkapan keterasingan atau keterpisahan.
"Menggigil dalam kerinduan" – Emosi yang Menyengat dan Menghantui
Pada baris kedua, "menggigil dalam kerinduan," Mustiar AR mengekspresikan emosi yang dalam dan menyakitkan. "Menggigil" menunjukkan perasaan yang sangat kuat dan bahkan menyiksa, menggambarkan keadaan fisik yang seolah terpengaruh oleh kerinduan yang dirasakan. Kata "menggigil" bisa membawa konotasi dingin atau ketidaknyamanan yang mencekam, yang membuat pembaca merasakan betapa kuatnya emosi ini hingga menimbulkan respons fisik.
Kerinduan dalam puisi ini digambarkan sebagai sesuatu yang menguasai diri, hingga tubuh sang penyair “menggigil.” Bagi banyak orang, kerinduan adalah perasaan yang menyiksa, terutama ketika jarak atau waktu memisahkan mereka dari seseorang yang sangat berarti. Penggunaan kata ini memperkuat kesan bahwa kerinduan tersebut bukan sekadar emosi biasa, melainkan sesuatu yang benar-benar menekan dan menguras tenaga.
"Mencabik sunyi" – Ketidakmampuan untuk Menerima Kesendirian
Baris ketiga, “mencabik sunyi,” menunjukkan perlawanan terhadap kesepian. “Mencabik” adalah kata yang keras, seolah-olah menggambarkan usaha yang kuat dan penuh amarah untuk merobek kesunyian yang menyelimutinya. Mustiar AR seakan menggambarkan sunyi sebagai musuh yang harus dihadapi dan dihancurkan, menunjukkan ketidakmampuannya untuk menerima kesendirian tersebut. Perasaan ini memperlihatkan betapa resahnya hati sang penyair, yang merasa bahwa sunyi adalah keadaan yang menyiksa.
Perlawanan terhadap kesunyian ini juga menandakan bahwa kerinduan dalam diri sang penyair tidak hanya perasaan pasif. Kerinduan ini begitu menggebu hingga mendorongnya untuk melawan, meski mungkin dalam bentuk yang tidak terlihat. Sunyi, bagi sang penyair, adalah ruang yang ia tempati dengan perasaan hampa. Dengan kata lain, ia merasa tidak utuh tanpa kehadiran kekasihnya, sehingga ia berupaya "mencabik" sunyi itu, meskipun hasilnya hanya semakin menegaskan kesendiriannya.
"Kekasih." – Akhir yang Menyentuh dan Mendalam
Puisi ini diakhiri dengan satu kata, "Kekasih." Kata ini tidak hanya berfungsi sebagai penutup, tetapi juga memberikan konteks bagi emosi yang melandasi keseluruhan puisi. Kata ini menjadi pusat dari semua perasaan resah, kerinduan, dan keinginan untuk melepaskan diri dari kesepian yang diungkapkan dalam baris-baris sebelumnya. Sang penyair tampaknya menggambarkan bahwa segala kegelisahan, kerinduan, dan pemberontakan terhadap sunyi itu berasal dari perasaan yang ia miliki terhadap kekasihnya.
Penggunaan kata "Kekasih" tanpa tambahan kata atau frasa lainnya, memperlihatkan betapa mendalam dan kuatnya makna kata tersebut bagi sang penyair. Ini seolah-olah memberikan kesan bahwa kekasihnya adalah jawaban dan penyembuh dari segala keresahannya. Kekasih menjadi satu-satunya harapan, alasan, dan makna dari segala perasaan yang ia alami. Kata ini menjadi klimaks emosional yang mengakhiri puisi dengan nada penuh kerinduan dan keinginan akan kehadiran seseorang yang sangat penting baginya.
Puisi "Resah Menyesak" karya Mustiar AR adalah ungkapan sederhana namun sarat dengan perasaan rindu yang mendalam. Mustiar AR dengan apik merangkai kata-kata yang mampu mengungkapkan emosi dalam ketenangan dan kesunyian. Puisi ini menggambarkan keadaan batin yang dirundung kesepian dan keinginan akan kehadiran kekasih, di mana rindu telah menjadi beban yang menyiksa, menyebabkan tubuh menggigil dan hati meronta melawan kesunyian yang membekap.
Mustiar AR tidak memerlukan banyak kata untuk menunjukkan intensitas emosinya. Melalui puisi pendek ini, ia mengingatkan kita bahwa perasaan yang kuat tidak selalu membutuhkan rangkaian kata yang panjang. Justru dalam keheningan dan kesederhanaan inilah, kekuatan emosi bisa disampaikan dengan lebih mendalam. Kekuatan puisi ini terletak pada kesederhanaannya yang mampu menyampaikan ketulusan dan keteguhan hati yang merindukan kehadiran kekasih.
Dalam konteks yang lebih luas, puisi ini bisa juga menjadi representasi dari kerinduan manusia akan kedekatan dan keterhubungan dengan orang lain. Kesepian dan kesunyian sering kali menjadi hal yang menyiksa ketika seseorang merasa ada jarak yang memisahkan mereka dari orang yang mereka cintai. Dengan kata-kata sederhana, Mustiar AR mengajak pembaca untuk merenungi makna rindu dan seberapa kuat perasaan tersebut dapat mempengaruhi jiwa dan raga.
Karya: Mustiar AR