Puisi: Puisiku (Karya Mustiar AR)

Puisi "Puisiku" karya Mustiar AR mengingatkan pembaca tentang ketenangan yang dapat dicapai melalui hubungan yang erat dengan Tuhan, sedangkan ...
Puisiku (1)

Sebaris puisi menari
Dalam ombak
Di jiwanya nan makin liar
Pada Rabbnya

Allahu Allahu Allahu Akbar

Baris baris puisi itu
Luruh dalam sujudnya.

Juni, 2016

Puisiku (2)

Puisiku dikepung hujan
Malam ini
Dik, malam ini tidur di trotoar

Puisiku
Berenang di senyap malam
Beku.

Juni, 2017

Analisis Puisi:

Puisi "Puisiku" karya Mustiar AR terdiri dari dua bagian yang sama-sama menggambarkan pengalaman batin dan renungan mendalam, namun dengan nuansa yang berbeda. Melalui kata-kata yang sederhana namun penuh makna, Mustiar AR mengungkapkan keterhubungan yang dalam antara jiwa, Tuhan, dan kondisi sosial yang ada di sekitarnya. Puisi ini merefleksikan rasa spiritualitas yang mendalam sekaligus kepekaan sosial terhadap kehidupan yang penuh tantangan.

Puisiku (1): Mencari Tuhan dalam Gelombang Jiwa

Bagian pertama puisi ini, Puisiku (1), menggambarkan hubungan batin penyair dengan Tuhan. Mustiar AR memilih kata-kata yang penuh makna spiritual, seperti "Rabbnya" dan “Allahu Allahu Allahu Akbar,” yang menyiratkan kesucian dan keagungan Tuhan. Dalam baris pertama, "Sebaris puisi menari dalam ombak," terdapat simbolisasi jiwa penyair yang bergelora, mencari kedamaian dalam spiritualitas. Ombak di sini melambangkan dinamika jiwa manusia yang terus-menerus mencari makna, berusaha mendekatkan diri pada Sang Pencipta.

“Baris-baris puisi itu luruh dalam sujudnya” mengandung makna ketundukan total pada Tuhan. Penyair seakan menunjukkan bahwa meskipun jiwa terus bergejolak seperti ombak, pada akhirnya, segala kegelisahan itu akan berujung pada ketenangan melalui sujud kepada Tuhan. Baris ini mengisyaratkan bahwa kedekatan dengan Tuhan dapat menghilangkan keresahan dan memberikan ketenangan yang sejati.

Puisiku (2): Renungan Tentang Kehidupan di Tengah Malam

Bagian kedua puisi, Puisiku (2), mengambil pendekatan yang berbeda dari bagian pertama. Di sini, Mustiar AR mengangkat tema sosial dengan menggambarkan suasana malam yang sunyi, di mana penyair menyaksikan realitas kehidupan yang keras. “Puisiku dikepung hujan malam ini, Dik, malam ini tidur di trotoar.” Baris ini menggambarkan suasana malam yang sunyi dan sepi, di mana hujan menjadi metafora kesepian atau mungkin penderitaan.

Kata "Dik" pada puisi ini memberi kesan hangat sekaligus sedih, seolah penyair sedang berbicara kepada seseorang yang dekat, mungkin sosok yang terlantar atau tak memiliki tempat bernaung. Dengan kata-kata sederhana, penyair menggambarkan kepekaan sosialnya terhadap mereka yang harus menghadapi malam yang dingin di trotoar, hidup di pinggiran dan terpinggirkan.

“Puisiku berenang di senyap malam, beku” menunjukkan perasaan yang semakin dalam. Suasana sunyi dan beku pada malam hari menggambarkan kesunyian yang dalam, mungkin perasaan terasing atau kehilangan harapan. Kalimat ini juga dapat ditafsirkan sebagai ekspresi kebekuan hati, rasa lelah, dan keputusasaan yang mungkin dirasakan oleh seseorang yang harus tidur di trotoar dalam kesendirian dan kedinginan.

Tema Spiritualitas dan Empati Sosial dalam Puisi

Kedua bagian puisi ini, meskipun berbeda tema, menyatu dalam ekspresi yang mencerminkan kedalaman hati penyair. Pada bagian pertama, Mustiar AR menunjukkan aspek spiritual yang kuat. Ia seolah mengingatkan pembaca akan pentingnya hubungan dengan Tuhan sebagai sumber ketenangan. Dengan kata-kata yang sederhana, bagian pertama puisi ini membawa pembaca untuk merenung dan mengingatkan tentang ketergantungan kita pada Sang Pencipta di tengah gejolak kehidupan.

Sementara itu, pada bagian kedua, penyair menyentuh isu sosial dengan cara yang lembut namun mengena. Mustiar AR menggambarkan empati terhadap mereka yang berada di jalanan, menghadapi malam yang dingin dan sunyi. Ada rasa kesendirian dan penderitaan yang disampaikan, yang mungkin sering diabaikan oleh banyak orang. Puisi ini mengajak pembaca untuk merasakan dan memahami kondisi orang-orang yang kurang beruntung dan terpinggirkan.

Makna Simbolis dalam Puisi

Dalam Puisiku (1), kata "ombak" dan "sujud" memiliki makna simbolis yang menggambarkan gejolak jiwa dan ketenangan spiritual. Ombak yang liar menggambarkan rasa gelisah, sementara sujud menunjukkan ketenangan yang didapatkan ketika jiwa tunduk dan berserah pada Tuhan.

Di Puisiku (2), simbol "hujan" dan "beku" memiliki makna yang lebih sosial. Hujan menggambarkan kondisi yang sulit, kesepian, dan dingin yang dirasakan oleh mereka yang tidak memiliki tempat tinggal. Beku bukan hanya menggambarkan suhu malam, tetapi juga kesulitan dan keputusasaan yang mereka rasakan.

Puisi "Puisiku" karya Mustiar AR adalah puisi yang sederhana namun kaya akan makna. Dalam dua bagian puisi ini, Mustiar AR berhasil menyampaikan pesan tentang pentingnya spiritualitas dan empati sosial. Bagian pertama mengingatkan pembaca tentang ketenangan yang dapat dicapai melalui hubungan yang erat dengan Tuhan, sedangkan bagian kedua mengajak kita untuk berempati pada mereka yang hidup dalam kondisi sulit.

Melalui kedua tema ini, Mustiar AR menunjukkan bahwa puisi dapat menjadi media untuk menyampaikan pesan-pesan yang mendalam dan penuh makna. "Puisiku" bukan hanya tentang ekspresi perasaan penyair, tetapi juga tentang panggilan untuk merenungkan kehidupan, baik dalam konteks spiritual maupun sosial.

Puisi Terbaik
Puisi: Puisiku
Karya: Mustiar AR
© Sepenuhnya. All rights reserved.