Analisis Puisi:
Puisi "Astagfirullah" karya Hamid Jabbar adalah karya sastra yang menggambarkan kompleksitas emosi manusia, konflik batin, serta upaya pencarian pengampunan dan makna dalam konteks spiritualitas. Dengan gaya bahasa yang kuat dan penggunaan istilah-istilah keagamaan, puisi ini mengajak pembaca merenung tentang keterbatasan manusia dan hubungannya dengan Tuhan.
Kesadaran akan Dosa: Puisi ini dimulai dengan istilah "astagfirullah," yang merujuk pada istigfar atau permohonan pengampunan atas dosa-dosa. Dalam bait pertama, penyair menggambarkan kesadaran atas kesalahan dan dosa-dosa yang ada dalam dirinya. Penggunaan istilah "penuh sadar" dan "sepenuh istigfar" menunjukkan keinginan untuk memohon ampunan secara sungguh-sungguh.
Perasaan Remuk dan Kehilangan: Penyair merenungkan perasaan "remuk-redam" dan perasaan terhilang. Bahkan saat dosa diampuni, penyair merasa seperti "debu kembali sezarrah debu," menggambarkan kerentanannya dan perasaan hina di hadapan Tuhan.
Konflik Dalam Diri: Puisi ini mencerminkan pertarungan batin dalam diri penyair. Ia merasa terjebak antara kelemahan manusiawi dan upaya spiritual untuk memperbaiki diri. Penyair merasa kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya sendiri kepada dirinya sendiri dan mencari tanggungjawab.
Pengamatan Sosial: Puisi ini juga menggambarkan gambaran sosial yang penuh kegelisahan, dengan menyentuh isu-isu seperti keserakahan, penindasan, dan ketidaksempurnaan manusia. Hal ini tercermin dalam istilah-istilah seperti "rakus," "jungkir-balik," dan "saling makar."
Spiritualitas dan Pencarian Makna: Puisi ini menyentuh tema spiritualitas dan upaya pencarian makna hidup. Penyair memohon ampunan dan mencari hubungan yang lebih mendalam dengan Tuhan. "Astagfirullah" menjadi ungkapan yang mengakui ketidaksempurnaan manusia dan merupakan jalan untuk menemukan makna dan kedamaian.
Puisi "Astagfirullah" karya Hamid Jabbar merupakan perenungan yang mendalam tentang keterbatasan manusia, pertarungan batin, dan pencarian makna dalam hubungan manusia dengan Tuhan. Melalui gaya bahasa yang kuat dan penggunaan istilah-istilah keagamaan, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan hakikat manusia dan upaya spiritual dalam menghadapi dosa dan kelemahan.
Karya: Hamid Jabbar
Biodata Hamid Jabbar
- Hamid Jabbar (nama lengkap Abdul Hamid bin Zainal Abidin bin Abdul Jabbar) lahir 27 Juli 1949, di Koto Gadang, Bukittinggi, Sumatra Barat.
- Hamid Jabbar meninggal dunia pada tanggal 29 Mei 2004.