“Sukses di usia muda” siapa sih yang tidak ingin sukses dan Bahagia? Di era serba instan ini kesuksesan sudah menjadi tolak ukur hidup semua orang. Tak jarang juga anak muda zaman sekarang malah terjebak di gemerlap dunia media sosial dengan tuntutan lifestyle yang tinggi dan mewah, tapi masih sering susah untuk bangun dari tempat tidur. Mungkin istilah “otak ingin produktif, tapi hati berkata lain” sudah sering didengar di kalangan anak muda.
Peristiwa itu bukan terjadi tanpa alasan. Saya selaku anak muda juga sering kali merasakan hal tersebut, keinginan untuk melakukan sesuatu yang produktif, namun di sisi lain juga ada saja godaan untuk bersantai atau bermalas-malasan. Maka kali ini saya akan membahas dilema apa saja yang dirasakan pada kalangan muda di era serba instan ini. Serta tips bagaimana cara melewati dilema tersebut.
Berikut adalah dilema yang sering dirasakan anak muda:
1. FOMO vs. Rasa Ingin Bersantai
FOMO (Fear Of Missing Out) kata kata yang sudah sangat sering didengar maupun dibaca, artinya adalah ketakutan akan ketinggalan sesuatu momen atau peristiwa. Anak muda sering kali takut akan tertinggal suatu tren yang sedang berlangsung, anak muda cenderung akan berpikir mereka akan merasa kudet (kurang update) akan tren tersebut jika tidak mengikutinya.
Tapi tak jarang juga ada keinginan ingin bersantai dari pada harus mengikuti tren yang mungkin tidak terlalu penting, terutama keinginan untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran.
2. Ekspektasi Tinggi vs. Proses yang Tidak Mudah
“Aku pengen sukses di usia 20 tahun, punya rumah, tabungan banyak, blablabla” andai-andaian atau ekspektasi anak muda kebanyakan, termasuk saya. Ekspektasi tersebut harus dibarengi dengan kerja keras untuk meraihnya. Hal tersebut tentu harus menempuh proses yang panjang dan tidak mudah.
Dalam dilema anak muda sudah sering dijumpai yaitu, memasang ekspektasi yang tinggi, namun tetap bermalas-malasan dan tidak berproses untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Nyatanya bagi anak muda “rebahan di kasur” lebih menggoda daripada harus mengejar ekspektasi yang mereka inginkan.
3. Hustle Culture vs. Self-Care
Hustle cultur adalah budaya kerja yang tanpa henti, dan mengukur kesuksesan berdasarkan pencapaian materealistik. Di era yang sudah serba instan dengan perkembangan teknologi yang pesat telah meningkatkan pengaruh hustle culture ini. Orang-orang menampilkan kehidupan yang megah dan mewah, serta sisi baik mereka di media sosial. Hal seperti ini mempengaruhi orang lain ingin melakukan dan mencapai kesuksesan yang sama dengan secepat mungkin.
Namun di sisi lain, mereka harus memperhatikan bahwa tidak semua harus dicapai dengan secepat mungkin, semua butuh proses dan juga tidak instan. Perlu juga menjaga keseimbangan untuk mencegah burn out dan semacamnya.
4. Ketersediaan Informasi vs. Overload Informasi
Ketersediaan informasi dan peluang sangatlah banyak, pada era saat ini anak muda harus pintar memilah informasi dan juga pintar mengambil kesempatan untuk meraih suatu tujuan. Tetapi mereka harus pintar juga memilih informasi, kelebihan informasi (Overload Information) justru malah menghambat produktifitas loh, kenapa? Karena dianggap kelebihan informasi, malah susah focus pada saru hal.
Anak muda cenderung merasa perlu update dalam segala hal, mereka lupa memilah mana yang penting dan mana yang tidak penting. Dan hal itu lah yang menghambat produktifitas tersebut.
Sering kali anak muda tidak bisa mengatur waktu mereka. Kapan waktu harus produktif? Kapan waktu untuk beristirahat? Kerap sekali anak muda lebih mementingkan istirahat dibanding harus beraktifitas. Cara untuk mengatur waktu agar tidak terjadi dilema “produktif di otak, rebahan di hati” mungkin setiap anak muda memiliki cara masing masing-masing dalam mengatur permasalahan tersebut, namun di antaranya adalah:
1. Membuat Jadwal Produktif untuk Sehari-hari
Buat to-do-list untuk kegiatan yang akan dilakukan sehari-harinya, dengan menggunakan jadwal kemungkinan kita akan memudahkan dalam berproduktifitas, karena merasa tertantang dalam tiap jamnya. Gunkan system 25 menit kerja, dan 5 menit untuk istirahat agar meningkatkan efisiensi.
2. Jadikan Lingkungan menjadi Produktif
Jadikan lingkungan menjadi produktif dengan meminimalisir gangguan yang ada, seperti jauhkan atau matikan ponsel dan cari tempat nyaman untuk bekerja. Karena ponsel bisa membuat distraksi pikiran saat berada di sekitar kita, serta lingkungan yang nyaman akan membuat pekerjaan akan jauh lebih nyaman dibandingkan dengan tempat yang kurang nyaman.
3. Carilah motivasi
Di awal kalian harus sudah tahu, apa yang ingin kalian capai? Bayangkan saja bagaimana jika keinginan kalian akan tercapai? Senang? Bahagia? Sudah pasti. Maka untuk meningkatkan produktifitas, kalian harus memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan tersebut. Motivasi untuk keluarga, diri sendiri, atau bisa saja dengan mengikuti orang yang menginspirasi diri untuk tetap produktif.
Sekarang, sudah saatnya kita sebagai anak muda mengubah ekspektasi terhadap keingianan tersebut menjadi kenyataan. Kesuksessan tidak harus terbentuk secara sempurna. Dengan memanfaatkan potensi dan juga perkembangan tekonologi di era ini, mari kita mulai dengan Langkah yang kecil, dan terus bersungguh sungguh denga napa yang akan kita capai. Dengan mengatur waktu dengan baik dan juga keluar dari zona nyaman.
Biodata Penulis:
Ananda Cahya Avriliansya, lahir di Madiun tanggal 7 April 2006, saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jurusan Manajemen Bisnis.