Dari Kamar Mandi ke Atap Pondok: Petualangan Sehari-hari Seorang Santri

Kehidupan santri di pondok pesantren adalah hal yang tidak semua orang bisa merasakan. Di pondok pesantren semuanya serba mandiri, dari bangun ...

Kalau saya ceritakan experience hidup yang paling berkesan ialah ketika saya memutuskan untuk melanjutkan sekolah jenjang SMA di pondok pesantren.

Kehidupan santri di pondok pesantren adalah hal yang tidak semua orang bisa merasakan. Di pondok pesantren semuanya serba mandiri, dari bangun tidur sampai tidur lagi.

Pernah di satu saat saya pergi ke kamar mandi bukan untuk membuang air kencing tetapi membuang air mata. Kejadian itu bukan tanpa sebab. Ketika teman-teman mengejek saya dengan sebutan yang menyakitkan. Saya rasa kalimatnya tidak perlu saya beri tahu, soalnya kurang enak didengar, hehe.

Bukan hanya itu saja yang bikin menangis di kamar mandi, ketika beberapa hari kesulitan untuk menghafal Al-Quran sedangkan teman-teman lainnya sudah terlampau jauh hafalannya. Dan ada masanya ketika tidak bisa menahan kesepian dan tidak bisa mengatur ritme kehidupan di pesantren, rasanya sangat berat, dan membuat hati sedih.

Petualangan Sehari-hari Seorang Santri

Tetapi di balik kesedihan tersebut tersimpan beribu kesenangan yang datang dengan seiring waktu. Walaupun anak pondok jauh dari media sosial dan sering dikatakan kudet, tetapi itu bukan hambatan untuk mencari kesenangan.

Para santri bukan hanya jago di bidang agama saja, keahlian lainnya juga banyak loh. Berikut saya berikan kesenangan-kesenangan selama menjadi santri yang jarang banyak orang ketahui.

1. Hafalan di Mana Pun Berada

Bukan soal menghafal Al-Quran saja yang jago, santri juga bisa mencari tempat strategis untuk kenyamanan dalam menghafal. Seperti di atas pohon, di balik jemuran baju, dan yang tidak kalah menariknya yaitu di atas atap pondok ditemani angin sepoi-sepoi.

Tempat-tempat itu yang menjadi “destinasi” para santri ketika rasa bosan melanda saat menghafal di tempat biasanya.

2. Tukang Bangunan Handal

Kalau soal memperbaiki sesuatu santri juga handal. Dengan keahlian seadanya ditambah dengan rapalan doa, semua pekerjaan pasti selesai juga. Eitss, bukan itu saja, santri juga bisa renovasi bangunan, ngecor “dak-dakan”, membangun gapura pondok, “ngelas” besi. Kegiatan itu menjadi penghibur para santri untuk melepas penat belajar.

Kalau soal kualitas jangan diremehkan, hasilnya bakal memuaskan dan selesai dalam waktu yang cepat.

3. Nepel (Masak) Sesuai Selera Sendiri

Urusan makan bagi santri itu yang paling terpenting, kalau perut kosong mana bisa mikir, yang ada malah seperti orang bingung. Solusi ketika tidak ada makanan ya harus masak. Tidak cukup dengan jatah makan, maka harus buat masakan sendiri.

Biasanya yang paling sederhana untuk dibuat cukup mie. Kalau masak mie bukan main-main. Jumlahnya bisa sampai sebaskom 3 liter. Cukup buat 3 orang saja kalau dalam kondisi yang sangat lapar. Makanya, para santri itu juga bisa disebut sebagai juru masak, walau rasanya nggak karuan enak apa tidak.

4. Bisa Mengajar

Jangan diremehkan lagi kalau santri disuruh untuk mengajar, dari awal memang kewajiban orang berilmu itu untuk menyampaikannya juga. Walau awal-awal agak gemeteran tubuhnya. Tapi makin lama semakin terbiasa dengan pressure ketika mengajar. Seperti, melihat siswanya tidur di kelas, tidak masuk kelas karena alasan sakit, bahkan ada yang beralasan nukang, MasyaAllah.

Namun, pengalaman mengajar ini juga bisa dibawa untuk menjadi modal di berbagai kegiatan, seperti kajian rutin, kultum ramadhan, bahkan sampai ceramah sholat jumat.

5. Bertemu dengan Masyayikh (Ulama)

Betapa serunya ketika menjadi santri, bisa bertemu dengan ustadz atau ulama ternama. Bukan hanya ulama dari dalam negeri. Tetapi juga dari luar negeri, seperti Mesir, Syria, dan Palestina. Sampai bisa foto di samping beliau.

Tetapi yang paling ditunggu-tunggu dari kedatangan ulama itu untuk mencari keberkahan ilmunya. Para santri yang berusaha mencari tempat terdepan. Supaya bisa menyimak dengan jelas dan bisa mencium tangan beliau.

6. War Antri Mandi

Disebabkan karena keterbatasan kamar mandi, mau nggak mau santri harus segera booking secepatnya. Kalau tidak, maka semakin lama juga untuk mandinya. Cara bookingnya dengan meletakkan gayung di depan kamar mandi. Kalau dilihat bisa berjejer sampai 10 gayung ke belakang di depan kamar mandi.

Cara itu bukan dipandang sebagai konflik. Justru meningkatkan kepekaan supaya bisa menghormati hak-hak orang lain. War antre mandi walau bukan tentang masalah. Tetapi juga sebagai moment untuk membangun persaudaraan antar santri.

Saya rasa itu berbagai kesenangan yang ada di pondok pesantren. Asik bukan? Asik lah. Semoga pengalaman yang saya miliki ini bisa menjadi hujjah bahwa di pondok pesantren tidak semenakutkan seperti yang dikatakan orang-orang.

Biodata Penulis:

Fatahillah Nashih 'Ulwan, lahir pada tanggal 4 Februari 2005, saat ini aktif sebagai mahasiswa.

© Sepenuhnya. All rights reserved.