Mengikuti Standar TikTok Dapat Mengubah Mindset Seseorang

Standar TikTok dapat berdampak yang berbeda pada kehidupan seseorang, terutama generasi muda. Banyak pengguna yang merasa tertekan untuk memenuhi ..

TikTok, semua orang pasti tidak asing dengan media sosial ini. Salah satu media sosial yang popular di dunia, salah satunya di Indonesia. Lebih dari 1 milyar pengguna aktif di dunia dan lebih dari 100 juta pengguna aktif di Indonesia. Di Indonesia media sosial ini sudah lama populer hingga sekarang. Bahkan sudah banyak orang yang menggunakannya, apalagi generasi milenial dan Gen Z.

Platform ini untuk berbagi video, sepeti: hiburan, aktivitas keseharian, informasi, dan lain-lain. TikTok juga sebagai alat untuk mengekspresikan diri dan berinteraksi di dunia digital. Dengan fitur video pendek yang menarik, konten dapat menyebar secara cepat sehingga memicu fenomena viral yang akan berdampak luas.

Mengikuti Standar TikTok Dapat Mengubah Mindset Seseorang

Ternyata, selain untuk hiburan, TikTok juga dapat memengaruhi pola pikir penggunanya. Setiap pengguna memiliki perubahan pola pikir dan penilaian yang berbeda-beda. Ada yang positif dan justru sebaliknya. Tidak setiap pengguna dapat menerima dan memiliki penilaian yang sama. Penilaian seseorang terhadap suatu hal juga dapat berubah ubah dan tergantung pada masing-masing pengguna. Ada beberapa hal yang memengaruhi pola pikir tersebut.

Pertama, konten viral di TikTok sering menampilkan kehidupan yang ideal, sehingga menciptakan standar yang tidak realistis. Konten yang viral sering menampilkan kecantikan, sehingga menciptakan ekspektasi yang tinggi. Standar kecantikan di TikTok sering tidak mencerminkan kenyataan. Filter dan editing video yang disediakan TikTok menciptakan kecantikan yang ideal, hal ini membuat banyak remaja merasa tidak puas dengan penampilan fisik mereka.

Menurut penelitian, sekitar 40% remaja merasa kurang puas dengan penampilan mereka setelah melihat konten di media sosial. Hal ini membuat pengguna merasa tertekan untuk memiliki tubuh yang sempurna dan menimbulkan penilaian yang negatif terhadap diri mereka.

Hal ini dapat mengakibatkan rendahnya rasa percaya diri. Mereka sering membandingkan diri mereka dengan konten yang mereka lihat. Mereka mungkin merasa tidak cukup baik dan tidak memenuhi ekspektasi, karena tidak sesuai dengan kecantikan yang ditampilkan. Biasanya orang-orang menyebutnya dengan istilah “insecure”. Hal ini, dapat memicu kecemasan dan masalah kesehatan mental. Mereka mungkin lupa bahwa semua cantik di mata orang yang tepat.

Kedua, gaya hidup glamor yang ditampilkan memungkinkan pengguna merasa ingin meniru gaya hidup atau penampilan tersebut untuk mencapai kebahagiaan. Misalnya, remaja yang terpengaruh oleh konten fashion atau barang- barang mewah dari konten tersebut, yang membuat mereka ingin mendapatkan barang yang sama. Jika barang tersebut tidak dibutuhkan, maka hal tersebut merupakan suatu pemborosan.

Kehidupan yang glamor mengakibatkan pengguna berperilaku konsumtif, karena mereka membeli barang tertentu hanya untuk mengikuti tren saja. Selain itu, membeli barang dapat memicu budaya pamer, karena ingin menunjukkan bahwa mereka juga memiliki barang yang sama dengan konten tersebut.

Ketiga, pengguna TikTok sering membandingkan diri mereka dengan pencapaian orang lain, contohnya influencer. Hal ini karena konten influencer tersebut menarik dan menghibur. Influencer berhasil dalam mendapatkan perhatian publik, memiliki pengikut yang banyak dan konten yang selalu viral. Pengguna merasa tertarik dan ingin memperoleh pencapaian seperti para influencer tersebut. Pengguna merasa terdorong melakukan hal yang sama untuk mencapai kesuksesan. Namun, karena hal ini pula pengguna merasa tidak puas dengan apa yang mereka miliki saat ini, karena adanya konten yang menunjukkan kesuksesan lebih daripada si pengguna.

Rasa ketidakpuasan pengguna karena melihat konten tentang pencapaian orang lain, bisa menjadi dorongan untuk melakukan usaha yang lebih agar dapat memperoleh pencapaian yang sama dengan orang lain. Hal ini menjadi motivasi bagi pengguna.

Terkadang pengguna merasa iri dengan pencapaian orang tersebut. Mereka belum tentu ingin menjadi orang tersebut, namun hanya iri dengan pencapaiannya. Pengguna yang ingin menyaingi namun belum mampu bersaing dengan orang tersebut, ini dapat menimbulkan hal negatif. Pengguna bisa saja mencari kesalahan dan menjelek-jelekkan orang tersebut. Pengguna bisa melakukannya melalui chat di TikTok maupun berkomentar di postingan tersebut. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan antar pihak terkait dan akan berpengaruh pada hubungan sosial.

Standar TikTok dapat berdampak yang berbeda pada kehidupan seseorang, terutama generasi muda. Banyak pengguna yang merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi yang tidak realistis, baik dalam penampilan maupun hubungan sosial. TikTok yang menciptakan konten ideal dapat memaksa orang untuk mengubah gaya hidup mereka agar sesuai dengan standar yang ada di TikTok. Pengguna mungkin akan berusaha melakukan apapun untuk bisa menjadi orang lain dan bisa kehilangan identitas diri karena hanya mengikuti orang lain.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk dapat menetapkan batasan dan tidak menjadikan TikTok sebagai acuan dalam menjalani hidup. Tetaplah menjadi diri sendiri, selalu bersyukur, dan ambil sisi positif dari semua konten yang ada. Ingatlah bahwa kehidupan nyata tidak selalu sesuai dengan kehidupan di sosial media.

Alya

Biodata Penulis:

Alya saat ini aktif sebagai mahasiswa di UNS.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.