Bagaimana "How to Make Millions Before Grandma Dies" Mengajarkan Kita Tentang Waktu dan Kasih Sayang

How to Make Millions Before Grandma Dies bukan hanya sekadar film tentang warisan tetapi juga merupakan pengingat akan pentingnya menghargai ...

How to Make Millions Before Grandma Dies/125 menit/Bioskop

Film How to Make Millions Before Grandma Dies benar-benar berhasil menyentuh hati saya dengan cara yang tak terduga. Awalnya, saya tertarik menontonnya karena film ini dibintangi oleh aktor Thailand favorit saya, Billkin Puttipong, yang memerankan tokoh utama di film ini. Selain itu, saya cukup familiar dengan industri perfilman Thailand dan tahu bahwa GDH, rumah produksi film ini, sering merilis karya-karya berkualitas seperti Bad Genius, Friend Zone, dan My Ambulance. Namun, ketika akhirnya menonton, saya tidak menyangka akan diajak dalam perjalanan emosional yang begitu mendalam. Sejak awal, film ini menampilkan dinamika keluarga yang kompleks, cinta dan ambisi saling bertaut, menciptakan lapisan emosi yang sulit untuk diabaikan.

Film ini mengikuti kisah M (Billkin Puttipong), seorang pemuda yang putus kuliah karena bercita-cita menjadi gamer terkenal dan beranggapan bahwa pendidikan tidak penting baginya. M berusaha merawat neneknya yang sekarat, Amah. Awalnya, niat M adalah untuk mendapatkan warisan dari Amah setelah kepergiannya. Itu karena Ia terinspirasi oleh sepupunya dari pihak kakek, Toon, yang merawat kakeknya dan mendapatkan warisan ketika kakeknya meninggal. Toon juga membantu M dalam strateginya untuk mendapatkan warisan Amah. Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan antara M dan Amah berkembang menjadi lebih dalam dan penuh makna.

How to Make Millions Before Grandma Dies

Saya merasa terhubung dengan perjalanan karakter M, terutama dalam konteks psikologisnya. Dia mulai sebagai sosok yang egois dan hanya memikirkan keuntungan materi. Namun, melalui interaksinya dengan Amah, M mulai menyadari nilai waktu dan kasih sayang yang lebih berharga daripada harta benda. Film ini tidak hanya menggambarkan perjalanan emosional seorang pemuda dalam mencari warisan tetapi juga menyoroti dinamika hubungan antar generasi. Mewakili generasi muda yang sering kali terjebak dalam ambisi pribadi, M pada akhirnya belajar tentang arti sejati dari cinta dan perhatian terhadap orang tua.

Dari sudut pandang psikologi, film ini menggambarkan beberapa konsep penting:

1. Teori Keterikatan

Hubungan antara M dan Amah menunjukkan bagaimana keterikatan dapat berkembang dari ketidakpercayaan menjadi kasih sayang yang tulus. Awalnya, M hanya ingin mendekati Amah untuk kepentingan pribadinya. Namun, seiring berjalannya waktu, ia belajar untuk menghargai hubungan tersebut.

Demikian pula, Amah yang pada awalnya tidak begitu menerima kehadiran M di rumahnya, mulai membuka diri dan mengandalkan M dalam berbagai hal. Perkembangan hubungan ini menggambarkan transformasi emosional yang terjadi di antara mereka, menciptakan ikatan yang lebih kuat dan berarti.

2. Dissonansi Kognitif

M mengalami konflik batin saat dia menyadari bahwa niat awalnya bertentangan dengan perasaan kasih sayang yang tumbuh dalam dirinya. Hal ini menciptakan ketegangan emosional yang membuat penonton terikat pada cerita. Seiring waktu, M merasa nyaman tinggal bersama Amah dan mulai menyadari bahwa tindakan paman-pamannya sangat buruk, karena mereka hanya peduli pada warisan Amah, meskipun M juga awalnya memiliki niat serupa. M merasa bersalah karena tidak menyadari perjuangan besar yang telah dilalui Amah untuknya, baik ketika ia masih kecil maupun saat ia dewasa.

Melalui proses ini, M akhirnya sadar bahwa ia merawat neneknya dengan ikhlas, dan hubungan mereka berkembang menjadi lebih dalam dan bermakna.

3. Pentingnya Waktu

Film ini mengingatkan kita bahwa orang tua dan kakek-nenek sering kali hanya menginginkan waktu dan perhatian dari kita. Dalam film tersebut, Amah selalu menunggu momen di mana ada pertemuan keluarga. M pun menyadari bahwa cinta sejati tidak bisa diukur dengan uang atau warisan.

Selama menonton film ini, saya tidak bisa menahan air mata. Setiap adegan terasa sangat hidup dan realistis. Meskipun saya tidak memiliki hubungan yang begitu erat dengan nenek saya, saya dapat melihat refleksi dari hubungan saya sendiri dengan keluarga. Terkadang, saya terjebak dalam rutinitas dan melupakan untuk menghargai waktu bersama orang-orang tercinta. Penampilan Usha Seamkhum sebagai Amah sangat mengesankan. Ia berhasil menangkap esensi seorang nenek yang kuat namun lembut, penuh cinta meskipun dikelilingi oleh ketamakan keluarganya. Saya sangat takjub ketika mengetahui bahwa ini merupakan debut film layar lebar bagi kedua aktor utama film ini. 

Saya merasakan bahwa seluruh bioskop menangis bersama saya saat menonton film ini. Momen yang paling membuat saya terharu adalah ketika M, bersama ibu dan pamannya, mengantarkan Amah ke tempat peristirahatan terakhirnya. Adegan tersebut dibalur dengan flashback yang mengharukan, di setiap jalan yang mereka lewati, selalu ada kenangan antara Amah dan M. Ditampilkan juga flashback bahwa Amah selama ini menabung setiap bulan untuk memberikan uang kepada M ketika ia meninggal, sesuai permintaan M sewaktu kecil yang ingin neneknya memberikannya uang berjuta-juta. Ironisnya, uang itu masuk ke rekening M tepat pada hari Amah meninggal. Namun, M menggunakan uang tersebut untuk membelikan makam yang indah untuk Amah. Saya benar-benar menangis sejadi-jadinya pada bagian tersebut, merasakan betapa dalamnya rasa cinta Amah kepada M selama hidupnya.

How to Make Millions Before Grandma Dies bukan hanya sekadar film tentang warisan tetapi juga merupakan pengingat akan pentingnya menghargai hubungan keluarga sebelum terlambat. Film ini berhasil membuat saya merenungkan kembali tentang nilai-nilai dalam hidup, cinta, waktu, dan hubungan dengan keluarga saya. Dalam dunia yang sering kali terfokus pada materi, film ini mengajak kita untuk melihat ke dalam diri kita sendiri dan mempertanyakan apa yang benar-benar berarti. Saya meninggalkan bioskop dengan perasaan campur aduk bahagia karena telah melihat kisah yang begitu mendalam, tetapi juga sedih karena menyadari betapa cepatnya waktu berlalu bersama orang-orang tercinta.

Tsabita Aura Yubiharto

Biodata Penulis:

Tsabita Aura Yubiharto, lahir pada 26 September 2005 di Purwokerto, adalah mahasiswa Psikologi di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Di sela kesibukannya, Tsabita gemar menonton berbagai genre film, menjadikannya sumber inspirasi dan hiburan.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.