Di era digital saat ini, media sosial erat kaitannya dengan kebebasan berekspresi dan memberikan pendapat. Seolah tidak memiliki batasan, sebagian orang dengan mudahnya mengeluarkan curahan hati atau membagikan hal yang tak seharusnya mereka bagikan kepada siapapun. Hal utama yang menyebabkan fenomena ini muncul adalah anonimitas, seorang pengguna dapat menyembunyikan identitas asli mereka yang terkadang berlindung di balik persona yang mereka ciptakan sendiri.
Fenomena anonimitas ini seakan menjadi hal yang wajar dalam media sosial. Sebagian orang menganggap jika anonimitas adalah bentuk mengekspresikan pikiran mereka dengan dalih ingin membuat apa yang mereka katakan menjadi netral. Sebagian lainnya menganggap jika anonimitas hanyalah bentuk dari ketakutan dan tidak percaya diri dari seseorang untuk berpendapat menggunakan identitas asli mereka. Dilihat dari banyaknya fenomena yang terjadi, muncullah banyak pertanyaan. Apakah anonimitas ini membawa dampak positif atau justru memberikan dampak yang negatif?
Jika dilihat dari sudut pandang positif, anonimitas adalah media untuk memberikan pendapat tanpa takut dihakimi. Tidak menyangkal jika kita tinggal di masyarakat yang suka menghakimi secara setidaknya hanya karena melihat fisik atau latar belakang seseorang terlepas akan kebenaran pendapatnya. Selain itu, Indonesia adalah negara yang memiliki aturan ketat mengenai kebebasan berekspresi. Dengan ini, anonimitas dapat menjadi ruang aman bagi sebagian orang untuk menyuarakan pendapatnya.
Contoh lainnya adalah ketika membahas isu-isu sensitif atau berkaitan dengan hal pribadi. Sebagian orang kesulitan untuk mengungkapkan jika mereka membutuhkan bantuan dikarenakan isu mental yang mereka miliki. Dengan adanya anonimitas, dapat dibangun sebuah komunitas atau forum diskusi untuk mendukung satu sama lain bagi mereka yang mengalami hal serupa. Ini memberikan dukungan mental, rasa aman, sekaligus melindungi dari ketakutan akan stigma sosial yang melekat karena tidak ada yang mengetahui identitasnya.
Di balik sisi positif, pasti ada sisi negatif didalamnya. Anonimitas tidak sepenuhnya hanya tentang kebebasan tanpa takut penghakiman, banyak hal negatif lain dan penyalahgunaan dalam tanda kutip kebebasan itu sendiri. Karena tidak ada tanggung jawab yang akan dibawa ke identitas asli, sebagian pengguna menggunakan anonimitas ini untuk melakukan ujarnya kebencian, menyebarkan berita palsu, memberikan ancaman, melakukan penipuan, atau melakukan perundungan siber (cyber bullying). Mereka memanfaatkan anonimitas ini untuk melakukan hal yang tidak seharusnya mereka lakukan apabila menggunakan identitas asli.
Dampak atas tindakan negatif tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian pada korban tetapi, juga memiliki dampak yang sama bagi pelaku. Di balik tindakan pelaku yang tidak bisa dibenarkan, sebagian dari mereka mengalami konflik internal dalam dirinya. Sebagian kesadaran pelaku menolak untuk mengadopsi kepribadian yang bertentangan dengan nilai-nilai keyakinan mereka. Salah satu pihak yang paling terdampak adalah para remaja yang sedang proses mencari jati diri. Mereka akan cenderung merasakan cemas, stres, dan kehilangan kepercayaan terhadap media sosial secara keseluruhan.
Penelitian membuktikan jika perilaku seseorang di media sosial cenderung lebih agresif karena tidak khawatir akan dapat dilacak atau diidentifikasi. Bisa saja orang yang terlihat biasa saja saat di dunia nyata justru adalah sosok yang berbeda jika sudah berada di media sosial. Fenomena ini disebut sebagai deindividuasi, individu merasa kehilangan kesadaran akan diri sendiri dan lebih berani melakukan hal yang tak seharusnya mereka lakukan saat identitasnya dapat dikenali.
Dari sudut pandang hukum, anonimitas dalam media sosial menjadi fenomena yang memberikan banyak tantangan. Dalam penegakan hukum, pihak berwenang kesulitan dalam melacak pelaku karena keterbatasan data identitas pengguna anonim. Hal ini tentunya menimbulkan perdebatan tentang aturan tentang “apakah seharusnya aturan anonimitas lebih diperketat?” Tanpa anonimitas, individu yang berada pada kelompok minoritas atau pendapat berbeda tidak akan lagi memiliki kebebasan untuk berbicara secara terbuka. Mereka akan merasa terancam untuk menyuarakan hal yang mereka rasa benar.
Anonimitas bukanlah hal yang sepenuhnya baik ataupun sepenuhnya buruk. Baik dampak positif maupun dampak negatif akan dirasakan sesuai bagaimana pengguna memanfaatkan media sosial itu sendiri. Sikap yang bijak dan etika sangat diperlukan dalam berinteraksi di media sosial ini. Selain dapat menciptakan sistem moderasi yang lebih baik, media sosial mampu menjadi tempat edukasi yang efektif jika digunakan secara tepat. Meskipun demikian, diperlukan peraturan dan regulasi yang tegas dan tepat untuk mengatur tentang anonimitas ini agar tidak merusak dampak positifnya.
Pada akhirnya, anonimitas dapat diibaratkan sebagai pedang bermata dua. Anonimitas memang memberikan kesempatan untuk berdampak secara bebas tanpa takut akan segala resiko atau stigma buruk. Akan tetapi, tidak bisa bisa dipungkiri jika akan terus ada pihak yang menyalahgunakan keuntungan dari anonimitas ini untuk hal-hal yang merugikan orang lain. Dibutuhkan kesadaran dari para pengguna untuk selalu menjaga etika dalam anonimitas agar keseimbangan kebebasan di media sosial dapat terus terjaga.
Biodata Penulis:
Aisyah Nurul Sholikhah, lahir pada tanggal 15 Juli 2005 di Karanganyar, saat ini aktif sebagai mahasiswa, Program Studi Informatika, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.