Suatu aksi penganiayaan, penyudutan, maupun mempermalukan orang lain yang dianggap lebih lemah merupakan suatu tindak bullying, baik dilakukan oleh individu maupun sekelompok. Bullying dapat terjadi dalam berbagai berbagai bentuk, seperti:
- Bullying verbal, yaitu dengan menghina, merendahkan, maupun mencaci orang lain.
- Bullying fisik, yaitu memukul, mendorong, bahkan merusak barang milik orang lain juga termasuk tindakan dari bullying.
- Bullying sosial, tindakan mengucilkan seseorang, mempermalukan orang lain, juga menyebarkan gosip yang dapat menggiring opini seseorang.
- Bullying siber, jenis bullying ini sering kali dilakukan di era sekarang dalam penggunaan sosial media, seperti mengomentari suatu konten menggunakan kata-kata negatif.
- Bullying psikologis, yakni menekan mental seseorang dengan membuatnya seolah-olah tidak berharga.
Bullying dapat berdampak parah bagi para korban, mengakibatkan trauma secara psikologis, merasa kurang percaya diri, bahkan dalam beberapa kasus menyebabkan suatu tindakan kekerasan dan bunuh diri. Korban bullying juga sewaktu-waktu bisa menjadi pelaku.
Baru-baru ini, media sosial digemparkan dengan adanya kasus santri yang membakar pengurus pondok sebagai bentuk balas dendam. Peristiwa ini terjadi di salah satu pondok pesantren Langkat, Sumatra Utara. Diduga karena pelaku sakit hati terhadap tindakan korban yang selalu memfitnah, mengadu domba, serta selalu mempermalukannya saat dia melakukan sebuah kesalahan. Tindakan tersebut juga termasuk dalam kategori bullying.
Dalam lingkup pesantren, tanggungjawab dari pihak pengurus dan pengasuh dalam membentuk lingkungan yang damai sangat diperlukan. Jika terdapat suatu konflik dari santri, maka pengurus dapat menyikapinya dengan kepala dingin, menggunakan kata-kata yang mengedukasi, juga menjaga privasi dari setiap kesalahan santri. Pengurus dapat mempertimbangkan dan bermusyawarah untuk mencari jalan keluar, jika masalah tidak bisa ditangani, maka bisa melapor kepada pengasuh dengan menggunakan kata-kata yang baik, sehingga tidak ada kesalahpahaman dalam memutuskan jalan keluar.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah bullying di lingkungan pesantren yaitu dengan mengajarkan cara menghargai sesama, berempati terhadap semua kalangan, mengadakan seminar anti bullying agar bisa mengedukasi semua pihak pesantren, menggunakan CCTV sebagai bentuk pengawasan terhadap kegiatan para santri dan pihak lainnya, juga menyediakan layanan pengaduan kekerasan seperti BK, agar jika terdapat suatu masalah dapat ditindak lanjuti secara tepat.
Pendidikan karakter juga harus diterapkan untuk semua pihak, baik dalam bentuk sebuah pembelajaran maupun wejangan sebagai alat pengontrol diri dan lebih berhati-hati dalam melakukan sebuah tindakan.
Dikutip dari Detik Sumut, bahwa pelaku sudah diamankan dan terjerat pasal 187 KUHP UU nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak.
Dari kasus tersebut, bisa menjadi pelajaran untuk semua pihak agar lebih berhati-hati dalam bertindak. Bagi para orang tua,sebelum memasukkan anak ke pondok pesantren maupun lingkungan pendidikan lainnya, sebaiknya memastikan kesehatan mental anak terlebih dahulu, melakukan pendekatan dan memberikan arahan-aharan yang positif serta tidak memaksa, sehingga anak tidak menjadi pelaku ataupun korban bullying.
Ayo, ciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan suportif, cegah pembullyan mulai dari sekarang!
Biodata Penulis:
Kharismatul Khasanah, lahir pada tanggal 29 Agustus 2006 di Pekalongan, saat ini aktif sebagai mahasiswa di UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan.