Stereotipe Gender Perbandingan Pandangan tentang Laki-Laki Lebih Kuat daripada Perempuan

Stereotipe bahwa laki-laki lebih kuat daripada perempuan adalah pandangan yang terlalu sederhana dan sering kali tidak akurat. Dari sudut pandang ...

Stereotipe gender mengenai kekuatan fisik sering kali mengasumsikan bahwa laki-laki secara inheren lebih kuat daripada perempuan. Pandangan ini tidak hanya didasari oleh persepsi sosial, tetapi juga memiliki dimensi ilmiah dan agama. Dalam artikel ini, kita akan membahas stereotipe ini dari sudut pandang masyarakat, ilmiah, dan agama Islam.

Sudut Pandang Masyarakat

Dalam masyarakat umum stereotipe bahwa laki-laki lebih kuat daripada perempuan sering kali didasarkan pada peran tradisional dan norma budaya. Laki-laki sering dianggap sebagai individu yang lebih mampu secara fisik dan kuat, sedangkan perempuan dipandang lebih lemah dan bergantung. Pandangan ini sering dipengaruhi oleh pembagian tugas yang historis, di mana laki-laki lebih banyak terlibat dalam pekerjaan berat dan perempuan dalam pekerjaan rumah tangga.

Stereotipe Gender Perbandingan Pandangan

Seperti contohnya, pekerja kuli bangunan yang dimayoritasi dengan laki-laki karena dipercaya laki-laki lebih mampu untuk mengangkat barang berat dan juga tugas memasak yang sering dilakukan oleh kaum perempuan karena dianggap memang tugas perempuan adalah masak, macak, manak yang artinya memasak di dapur, berdandan, dan melahirkan. Pandangan ini, meski semakin tergerus oleh perubahan sosial, masih mempengaruhi persepsi banyak orang.

Sudut Pandang Agama Islam 

Dalam Islam kekuatan tidak dinilai semata-mata dari segi fisik. Islam mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kelebihan masing-masing dan peran yang berbeda tetapi saling melengkapi. Kekuatan laki-laki dalam Islam lebih banyak diartikan sebagai tanggung jawab dalam memimpin keluarga dan menyediakan nafkah, sedangkan kekuatan perempuan dianggap terletak pada perannya dalam menjaga rumah tangga dan mendidik anak. Keduanya dihargai sesuai dengan fungsi dan tanggung jawab masing-masing tanpa menilai kekuatan secara fisik semata. Al-Quran juga mengajarkan bahwa kedudukan orang beriman baik laki-laki maupun perempuan itu sama di hadapan Allah SWT oleh karena itu mereka dianggap setara oleh-Nya.

Contohnya, Khadijah binti Khuwailid, istri pertama Nabi Muhammad Saw, dikenal sebagai seorang pengusaha sukses yang memiliki kekuatan mental dan emosional yang besar. Selain itu, dalam Islam, pria dan wanita diberi hak dan tanggung jawab yang setara dalam konteks spiritual dan moral, menunjukkan bahwa kekuatan tidak hanya dinilai dari aspek fisik.

Sebagaimana dijelaskan pada Q.S An-Nisa (4):1, yang artinya “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu".

Dari ayat tersebut menginformasikan betapa dekatnya hubungan antara laki-laki dan perempuan berdasar asal kejadian, bahwa perempuan dan laki-laki berasal dari asal yang sama, bahkan diri yang sama. Karena itu adanya rasa saling membutuhkan antara laki-laki dan perempuan dan adanya kecenderungan untuk hidup bersama, hal ini merupakan fitrah yang telah ada sejak awal penciptaan manusia.

Sudut Pandang Ilmiah 

Dari sudut pandang ilmiah perbedaan kekuatan fisik antara laki-laki dan perempuan sering dikaitkan dengan faktor biologis seperti hormon dan massa otot. Riset menunjukkan bahwa, rata-rata laki-laki memiliki massa otot lebih banyak dan kekuatan fisik yang lebih besar dibandingkan perempuan karena perbedaan hormonal, seperti kadar testosteron.

Dikutip pada jurnal National Library of Medicine yang menyajikan penjelasan penyebab potensial perbedaan kinerja otot rangka dan komposisi jenis serat, yang membahas tentang efek diferensial dari peningkatan dan penurunan kadar hormon tiroid, estrogen, dan testosteron.

Meskipun hormon tiroid menginduksi konversi dari serat lambat ke serat cepat dan meningkatkan kecepatan kontraksi, hormon khusus jenis kelamin estrogen dan testosteron terlibat dalam pertumbuhan otot rangka, ukuran serat, dan minimal dalam fungsi kontraksi.

Beberapa laporan menyoroti peningkatan fungsi kontraksi dan peningkatan ekspresi gen β-oksidatif pada pria yang diberi suplemen estrogen dan peningkatan pertumbuhan otot pada wanita yang diobati dengan testosteron (61).

Namun, penting untuk diingat bahwa kekuatan tidak hanya terbatas pada aspek fisik. Kekuatan mental, emosional, dan intelektual juga sangat penting dan tidak terikat pada jenis kelamin. Penelitian semakin mengarah pada pengakuan bahwa kemampuan dan kekuatan manusia jauh lebih kompleks dan multidimensional daripada sekadar perbedaan fisik. 

Stereotipe bahwa laki-laki lebih kuat daripada perempuan adalah pandangan yang terlalu sederhana dan sering kali tidak akurat. Dari sudut pandang masyarakat, ilmiah, dan agama Islam, kita melihat bahwa kekuatan fisik tidak semata-mata ditentukan oleh gender. Perbedaan biologis ada, tetapi kemampuan dan kekuatan fisik perempuan dapat sama atau bahkan melampaui laki-laki dalam banyak kasus. Oleh karena itu, penting untuk mengedepankan pandangan yang lebih inklusif dan menghargai kekuatan individu tanpa terjebak dalam stereotipe gender

Biodata Penulis:

Citra Rheva Juliyana saat ini aktif sebagai mahasiswa di Politeknik Kesehatan Kemenkes Surakarta.

© Sepenuhnya. All rights reserved.