Kasus seorang siswi SMP kelas 7 dirudapaksa ramai-ramai oleh 6 bocah di media sosial, ternyata para pelaku melakukan hal itu tidak hanya sekali, namun mengulangi perbuatannya terhadap korban selama tiga hari setelah melakukan aksi pertamanya di semak-semak. Warganet yang mengetahui kasus yang terjadi di Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, tentu saja geram. Mereka meminta polisi untuk turun tangan, namun yang sangat miris, 3 pelaku ternyata masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Kasus berawal saat korban, sebut saja Elsa (nama samaran) pulang sekolah pada Jumat, 12 September 2024, pukul 13.00.
Di tengah perjalanan, korban bertemu dengan tiga pelaku masing-masing berinisial BZ, PZ dan FO. Pelaku BZ kemudian meminta Elsa agar mengikutinya, BZ membawa korban ke semak-semak yang lokasinya berada di belakang masjid. Di sanalah, Elsa dirudapaksa beramai-ramai oleh ketiga pelaku. Pelaku BZ sempat memberikan ancaman agar korban tidak melaporkan kejadian ini ke siapapun. Keesokan harinya, BZ kembali mengajak Elsa untuk melakukan perbuatan tersebut. Kali ini BZ mengajak teman-temannya yang lain. Total ada 6 bocah yang merudapaksa dan mencabuli korban.
Mereka adalah BZ, OMK, DBP, RN, IZ, dan PZ. Para pelaku kemudian kembali ke rumahnya masing-masing setelah melakukan aksinya. Pada Sabtu, 14 September 2024 sekitar pukul 13.00 WIB. Para pelaku kembali beraksi. Terbongkar, Kanit PPA Satreskrim Polres Siak Aipda Leonar Pakpahan membenarkan telah terjadi kasus rudapaksa terhadap anak di bawah umur. Kasus berhasil terbongkar saat korban akhirnya menceritakan kejadian pahit kepada keluarganya. Keluarga Elsa tidak terima, melaporkan para pelaku ke polres Siak pada 21 September 2024. “Setelah peristiwa tersebut, korban bercerita kepada kakaknya bahwa ia telah disetubuhi dan dicabuli.” Katanya.
Leonar melanjutkan, para pelaku melakukan aksinya secara bersama-sama. Sedangkan lokasinya berbeda yang tersebar di belakang masjid, dekat sekolah dan kantor desa. “Pelaku melakukan perbuatannya secara bersama-sama,” timbuhnya. Para pelaku masih SMP dan SD. Diketahui keenam pelaku semuanya masih di bawah umur, usia mereka antara 11 hingga 14 tahun. Keenamnya masih sekolah, 3 berstatus siswa SMP dan 3 lainnya duduk di bangku SD.
Leonar menegaskan pihaknya masih mengusut kasus ini secara hati-hati karena melibatkan anak-anak. Hingga kini, belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Penyidik sangat berhati-hati dalam menangani kasus ini mengingat para pelaku masih di bawah umur, dari 6 orang itu umurnya masih 11, 12, 13, dan 14 tahun.
Peristiwa yang terjadi di belakang masjid ini menyoroti betapa rapuhnya pelindungan anak di lingkungan kita. Korban, yang masih berusia 13 tahun mengalami trauma mendalam akibat kejadian tersebut. Ia dipaksa untuk mengalami kekerasan seksual secara berulang selama tiga hari. Peristiwa ini tentu saja meninggalkan bekas psikologis yang dalam pada korban. Yang mungkin akan menghantuinya seumur hidup.
Kasus ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan seksual. Anak-anak adalah aset bangsa yang harus dijaga dan dibina dengan baik. Mereka memiliki hak untuk tumbuh dalam lingkungan yang aman dan nyaman. Para pelaku, yang masih anak-anak juga menjadi korban dari sistem yang gagal. Pertanyaanya adalah mengapa anak-anak seusia mereka bisa melakukan tindakan keji seperti itu? Diduga, ada faktor lingkungan dan pendidikan yang berperan dalam pembentukan perilaku mereka.
Peristiwa ini juga mengungkap adanya masalah yang lebih luas di masyarakat, yaitu kurangnya pengawasan terhadap anak-anak dan minimnya edukasi tentang seksualitas, orang tua, guru, dan masyarakat secara umum memiliki tanggung jawab untuk memberikan perlindungan dan pendidikan yang tepat kepada anak-anak. Pentingnya bagi kita untuk tidak hanya menyalahkan para pelaku, tetapi juga mencari akar masalah dari kasus ini. Kita perlu melakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan, lingkungan sosial, dan peran keluarga dalam membentuk karakter anak-anak.
Kasus ini juga menjadi tantangan bagi penegak hukum untuk memberikan perlindungan yang maksimal kepada korban dan menjatuhkan hukuman yang setimpal kepada para pelaku. Selain itu, perlu ada upaya rehabilitasi bagi para pelaku anak agar mereka dapat kembali ke masyarakat dan tidak mengulangi perbuatanya. Mari kita bersama-sama berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak kita. Dengan memberikan perhatian, kasih sayang dan pendidikan yang tepat, kita dapat mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.
Biodata Penulis:
Dita Suliatiawati, lahir pada tanggal 17 Maret 2006 di Pemalang, saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid, Pekalongan.