Apakah kamu pernah dibandingkan secara langsung dengan pencapaian orang lain? Saya rasa hal ini pasti pernah dialami setiap orang, termasuk saya. Komentar seperti, “Anak unggulan kok nggak lulus ujian matematika,” atau “Juara umum kok nggak lulus SNBP? Temanmu saja pada lulus,” pasti pernah ditujukan kepada kalian.
Semua kata yang mereka lontarkan membuat saya merasa tertinggal jauh dari orang-orang di sekitar saya. Sampai muncul pertanyaan-pertanyaan di benak saya yang isinya kekhawatiran dan keraguan atas diri saya sendiri, seperti “Apa saya bisa sampai di posisi seperti mereka? Apa saya mampu?” “Apakah dengan proses yang lambat ini saya bisa mendapat benefit yang sama dengan mereka yang lebih cepat?” “Jika saya terus tertinggal di dunia pendidikan, bagaimana nanti saat saya bekerja?”
Pikiran yang sedang dipenuhi berbagai hal di luar jangkauan dan kemampuan, membawa saya mendapat pencerahan dari sebuah buku berjudul “The Things You Can See Only When You Slow Down,” bahwa saat dunia berlari dengan begitu cepat, saya tidak harus ikut berlari pula. Terus melangkah sesuai kemampuan dan fokus pada diri sendiri. Sebab pusat kehidupan saya adalah diri saya sendiri. Kitalah yang menentukan dan berusaha untuk mencapai tujuan hidup kita.
Kita pasti pernah mendapatkan tekanan saat berproses mencapai kesuksesan di dunia yang serba cepat ini. Namun, ada fakta yang harus kita ketahui, bahwa tidak apa-apa untuk berjalan perlahan dan lebih lambat daripada orang lain. Berjalan sembari menghargai langkah demi langkah yang kita ambil sebagai usaha untuk mencapai impian kita.
Menerima fakta pahit yang berdampak besar pada kehidupan pastinya tidak mudah dilakukan oleh siapapun, termasuk saya. Saat saya masih duduk di bangku sekolah dasar, saya termasuk dalam barisan siswa bodoh matematika. Nilai saya hanya sebatas standar, sedangkan teman-teman saya mendapat nilai sempurna. Setelah semakin dewasa saya menjadi paham bahwa ternyata saat itu perjalanan saya baru pada titik “mengerti” cara menyelesaikan soal, tapi belum sampai pada titik “menguasai” matematika dengan segala ketelitiannya dan kini saya sudah sampai di titik itu. Artinya tiap orang dengan berapapun kecepatannya pasti akan tetap sampai ke tujuan.
Lalu, bagaimana cara untuk menerima fakta itu, ketika kita harus berhadapan dengan orang lain? Apa mindset yang harus kita tanamkan? Kita bisa mencoba menerapkan mindset di bawah ini:
Setiap Orang Punya Ritme Sendiri
Berproses di dunia yang bergerak serba cepat, terkadang mengharuskan kita mencontoh dan belajar dari orang lain yang sudah lebih dahulu memahami dan menguasai sesuatu daripada kita. Tentunya, kita boleh menjadikan orang lain sebagai role model dengan semua pencapaian dan kesuksesannya. Namun, yang paling penting adalah menerima kenyaatan hidup kita sendiri, bahwa perjalanan kita mungkin lebih panjang dan memakan waktu. Oleh karena itu, jangan memforsir diri untuk tergesa-gesa sampai ke tujuan. Life is not a race, guys. Cukup nikmati setiap prosesnya dan percaya bahwa Tuhan telah mengatur yang terbaik untuk kita.
Untuk menerima kenyataan yang berpengaruh besar dalam hidup, ada pesan dari seorang filsuf Tiongkok yang menyadarkan pentingnya konsistensi, kesabaran,dan kesungguhan hati dalam mengejar impian. Kalimatnya sederhana “it doesn’t matter how slowly you go, as long as you don’t stop,” tidak penting seberapa cepat kamu melangkah, asalkan kamu tidak berhenti. Kutipan itu menjadi mantra yang menyadarkan kita bahwa keberhasilan mencapai impian tidak selalu bergantung pada seberapa cepat mencapainya, tetapi seberapa gigih dalam bertahan untuk terus berjuang. Kutipan itu juga menekankan pentingnya memiliki keyakinan yang kuat untuk suatu tujuan dan memahami bahwa setiap langkah yang kita ambil pasti akan membawa kita pada tujuan.
Perjalanan Lama, Kesempatan Lebih untuk Belajar
Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama dalam perjalanan mencapai tujuan. Kita dapat mengambil rute yang berbeda dengan orang lain. Rute yang sesuai dengan kemampuan kita walaupun membutuhkan waktu yang lebih lama. Layaknya sedang berjalan di jalan raya, ada beberapa jalur, ada yang jalannya berbatu tapi waktu tempuhnya sebentar, ada pula jalanan yang mulus tapi waktunya lebih lama. Tapi keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu sampai pada titik yang diinginkan.
Menempuh perjalanan panjang dan memakan waktu memberikan kesempatan kepada kita untuk melihat dan merasakan banyak hal. Perjalanan itulah yang membentuk kita menjadi pribadi yang lebih baik dan kuat. Akan ada lebih banyak kejadian yang kita lihat dan alami, lebih banyak babak yang kita hadapi, dan lebih banyak perasaan yang muncul di hati kita. Proses panjang itu akan membuat kita lebih menghargai kesuksesan, sehingga kita mampu memaknai rasa syukur, kepuasan, dan kebahagiaan yang kita peroleh.
Hidup di dunia yang serba cepat tak serta merta mengharuskan kita untuk mempercepat langkah bahkan mengikuti ritme orang lain. Fokus pada ritme sendiri, terima fakta yang ada, hargai setiap proses, dan berorientasi pada tujuan. Setiap perjalanan memiliki keistimewaannya, dan terkadang hal-hal baik datang kepada mereka yang bersabar dan memberikan waktu untuk berkembang. Terus bergerak meskipun berjalan karena orang yang gagal bukan orang yang lambat, tapi orang yang berhenti. You are on your own unique timeline, and that’s perfectly okay.
Biodata Penulis:
Nadiya Rabihah Yuma Manaf, lahir pada tanggal 17 Juli 2006, saat ini aktif sebagai mahasiswa Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.