Sekolah Menjadi Panggung Para Pembully?

Bullying yang muncul tidak dalam bentuk fisik, tetapi secara verbal. Teman saya sering kali diejek bahkan saat ia sedang presentasi di depan kelas ...

Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para siswa untuk belajar dan berkembang. Akan tetapi, kenyataanya tidak berjalan seperti yang diharapkan. Banyak siswa yang mengalami tindakan bullying sehingga menyebabkan para siswa merasa takut dan merasa tidak nyaman. Pengalaman pribadi saya selama SMA menunjukkan jika sekolah dapat menjadi panggung bagi para pembully. Salah satu teman saya, yang memiliki sifat yang unik dan sedikit berbeda dari yang lainnya menjadikan dia menjadi korban bullying di sekolah saya.

Teman saya semasa SMA adalah sosok yang unik menurut saya. Dia memiliki minat yang berbeda dari teman-teman yang lain dan tidak sedikit teman kelas yang menganggap bahwa minatnya aneh. Walaupun begitu, ia sering menunjukkan minat nya tersebut ke teman-teman sekelasnya. Alih-alih mendapatkan dukungan, ia justru mendapatkan penolakan karena minatnya tidak banyak dipahami. Keunikan dia menjadikannya target bullying teman-teman sekelasnya. Mereka mulai mengejeknya dengan kata-kata yang menyakitkan, walaupun tidak mengejeknya secara langsung tetapi melalui sindiran. Ia pun sering kali dikucilkan saat pembagian kelompok.

Sekolah Menjadi Panggung Para Pembully

Setiap saya menyaksikan perlakuan teman-teman saya terhadapnya, saya merasa kasihan kepada-nya. Saya merasa bingung, di satu sisi saya merasa kasihan, tetapi di sisi lain saya takut jika saya dijauhi oleh teman-teman saya. Situasi ini menjadi sangat sulit bagi saya ketika saya menyaksikan secara langsung tindakan tersebut. Saya memilih untuk netral dalam menindaki hal tersebut, tetapi terkadang saya mengingatkan ke teman-teman saya untuk jangan melakukan hal tersebut, karena saya takut sesuatu terjadi pada teman saya yang mendapatkan tindakan bullying. Sekolah seharusnya menjadi peran yang sangat penting dalam mengatasi tindakan bullying supaya tindakan bullying tidak terulang lagi, tetapi sering kali hal itu tidak dapat terwujud.

Bullying yang muncul tidak dalam bentuk fisik, tetapi secara verbal. Teman saya sering kali diejek bahkan saat ia sedang presentasi di depan kelas sehingga membuatnya menjadi tidak percaya diri. Walaupun ejekan-ejekan nya tidak secara langsung, dampaknya sangat besar bagi teman saya. Ia sering kali diam dan menjauh dari kami. Ia lebih memilih untuk bermain laptop dan menyendiri saat kelas kami sedang jam kosong. Sekolah yang seharusnya membuat dia memiliki banyak teman malah berubah menjadi tempat yang menakutkan bagi nya. Ia selalu merasa malu saat sedang berbincang dengan kami.

Salah satu momen yang saya ingat adalah saat ia salah dalam menjawab pertanyaan dari guru. Ia selalu sangat semangat dan antusias saat guru memberikan pertanyaan. Pada saat itu, jawaban yang ia berikan salah sehingga menyebabkan hal itu menjadi bahan ejekan. Ia mendapat banyak sindiran pada saat itu, hampir satu kelas memberikannya sindiran, berupa tertawa dan kata-kata yang menyakitkan. Ekspresi wajahnya berubah, dari yang awalnya sangat semangat menjadi sangat murung. Mulai dari kejadian itu, ia jarang memberikan jawaban saat guru melontarkan pertanyaan. Seharusnya kelas menjadi tempat untuk berpendapat dan menghargai perbedaan pendapat, tetapi pada saat itu suasana terasa sangat tidak mendukung teman saya.

Sekolah seharusnya sangat berperan dalam mengatasi tindakan bullying. Namun, sering kali tidak ada tindakan yang diambil untuk menangani masalah ini. Beberapa guru sering memberikan nasihat, tetapi tidak ada langkah tegas yang dilakukan untuk memberikan efek jera bagi para pembully. Akibat dari hal tersebut, pelaku bullying merasa tidak ada konsekuensi yang ia dapatkan dari tindakan mereka, dan bullying terus terjadi. Hal ini seharusnya menjadi bahan evaluasi untuk sekolah-sekolah supaya hal serupa tidak terjadi di kemudian hari. Kita semua harus menumbuhkan kesadaran tentang bullying. Bukan hanya tanggung jawab sekolah, namun orang tua dan diri kita sendiri juga harus bertanggung jawab. Orang tua harus terlibat dengan menasihati dan mengingatkan anak-anaknya dalam memahami perbedaan. Kampanya anti-bullying di sekolah juga bisa menjadi cara untuk mendidik para siswa tentang dampak dari bullying dan memberikannya cara dalam melawan perilaku yang tidak sesuai.

Pengalaman ini mengajarkan saya betapa pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi semua siswa. Bullying harus menjadi perhatian bersama, agar sekolah menjadi tempat belajar dan berteman, bukan menjadi ajang bagi para pelaku bullying. Kita perlu berani bersuara dan mendukung teman yang mungkin berbeda dari yang lain. Setelah peristiwa itu, saya berusaha mendekati teman yang merasa terisolasi, meskipun awalnya tidak mudah. Saya mulai sering berbicara dengannya tentang minatnya dan mengajaknya berinteraksi, terutama saat jam kosong, agar dia tidak merasa sendirian. Dengan melakukan hal ini, saya berharap dia merasa lebih diterima dan memiliki semangat untuk terus bersekolah. Saya juga berharap tindakan-tindakan ini dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung semua siswa untuk bebas berekspresi dan berpendapat tanpa rasa takut atau tekanan.

Adrian Alviano Susatyo

Biodata Penulis:

Adrian Alviano Susatyo, lahir pada anggal 4 April 2006, saat ini aktif sebagai mahasiswa program studi Informatika, di Universitas Sebelas Maret

© Sepenuhnya. All rights reserved.