Puisi: Orang yang Bulan (Karya Kriapur)

Puisi "Orang yang Bulan" karya Kriapur adalah refleksi yang mendalam tentang kehilangan, harapan, dan dampak emosional yang ditinggalkan oleh orang ..
Orang yang Bulan

orang yang bulan meninggalkan pedih
mengguncangkan tanah-tanah menggetarkan angin
di lembah-lembah
orang yang bulan dengan cahayanya membakar mimpi
dan harapan pohon-pohon dan sayap-sayap burung
rontok menjelaga
orang yang bulan melancong di atas kota bagai layang-layang
bagai sukma bersiutan di atas menara
pelabuhan

orang yang bulan
telah kuterima luka atas kekalahan
dan betapa pedih mengusap kenangan

sangat mencemaskan
perempuan-perempuan suka membiarkan kanak-kanak
bermain bayang-bayang sampai kelelahan
langit yang pernah dilepaskan tak pernah memberi warna
yang pasti
tapi lautan terus saja menggelombang
orang yang bulan kau menggali sunyiku sampai dalam
kau meninggalkan luka yang pedih
dan jejak-jejak yang berdarah

Solo, 1980

Sumber: Horison (Agustus, 1980)

Analisis Puisi:

Puisi "Orang yang Bulan" karya Kriapur menampilkan penggambaran yang kuat tentang dampak kehilangan dan luka emosional yang dialami seseorang. Melalui simbolisme bulan, Kriapur menciptakan narasi yang mendalam tentang bagaimana harapan dan mimpi dapat terpengaruh oleh kesedihan dan kekecewaan, serta bagaimana masa lalu membentuk realitas saat ini.

Simbolisme Bulan dan Kehilangan

Puisi ini dimulai dengan frasa "orang yang bulan meninggalkan pedih," di mana bulan berfungsi sebagai simbol dari sesuatu yang indah tetapi juga menyakitkan. Ketiadaan atau kehilangan "orang yang bulan" mengindikasikan kepergian seseorang yang sangat berarti, yang meninggalkan rasa sakit yang mendalam. "Mengguncangkan tanah-tanah menggetarkan angin di lembah-lembah" menggambarkan dampak dari kepergian tersebut, yang tidak hanya terasa di dalam hati, tetapi juga meluas ke alam sekitar, menciptakan ketidakstabilan emosional.

Membakar Mimpi dan Harapan

Selanjutnya, Kriapur menyebutkan bahwa "orang yang bulan dengan cahayanya membakar mimpi dan harapan." Dalam konteks ini, cahaya bulan yang seharusnya memberikan keindahan malah menjadi alat penghancur bagi impian dan harapan. "Pohon-pohon dan sayap-sayap burung rontok menjelaga" menunjukkan bahwa harapan yang dulunya tumbuh subur kini menjadi hangus akibat kehilangan. Ini menciptakan gambaran tentang bagaimana kehilangan dapat merenggut kehidupan, menghilangkan semangat, dan meninggalkan rasa hampa.

Perjalanan dan Kenangan

Bait berikutnya menggambarkan "orang yang bulan melancong di atas kota bagai layang-layang." Di sini, Kriapur mengaitkan bulan dengan perjalanan dan pengembaraan, seolah-olah orang yang bulan terus berkelana meskipun telah pergi. "Bagai sukma bersiutan di atas menara pelabuhan" menambahkan nuansa spiritual, menunjukkan bahwa kenangan dan jiwa orang tersebut masih menghantui tempat-tempat yang pernah mereka singgahi.

Menghadapi Luka dan Kecemasan

Kriapur melanjutkan dengan mengungkapkan "telah kuterima luka atas kekalahan dan betapa pedih mengusap kenangan." Di sini, ada pengakuan akan rasa sakit yang dialami, di mana luka emosional diterima sebagai bagian dari hidup. Penerimaan ini mencerminkan bahwa meskipun ada rasa sakit, masih ada kekuatan dalam mengingat dan menghadapi kenangan yang menyakitkan.

Dampak Terhadap Generasi Selanjutnya

Bagian selanjutnya dari puisi menggambarkan situasi yang mencemaskan: "perempuan-perempuan suka membiarkan kanak-kanak bermain bayang-bayang sampai kelelahan." Ini menandakan bahwa generasi baru mungkin terjebak dalam siklus yang sama, di mana mereka dibiarkan terpengaruh oleh bayang-bayang masa lalu. "Langit yang pernah dilepaskan tak pernah memberi warna yang pasti" menunjukkan bahwa meskipun ada harapan untuk masa depan yang lebih baik, kenyataan sering kali tidak secerah yang diharapkan.

Luka yang Mendalam

Di bagian akhir, Kriapur menekankan bahwa "orang yang bulan kau menggali sunyiku sampai dalam" menunjukkan bahwa kehadiran orang yang telah pergi terus-menerus mengingatkan akan luka yang ada. "Kau meninggalkan luka yang pedih dan jejak-jejak yang berdarah" menandakan bahwa meskipun orang tersebut telah tiada, dampak dari kehilangan masih terasa dan sangat menyakitkan.

Puisi "Orang yang Bulan" karya Kriapur adalah refleksi yang mendalam tentang kehilangan, harapan, dan dampak emosional yang ditinggalkan oleh orang-orang terkasih. Melalui simbolisme bulan dan imaji yang kuat, Kriapur berhasil menyampaikan pesan bahwa meskipun kepergian seseorang dapat menyakitkan, kenangan dan pengaruh mereka tetap ada, membentuk cara kita melihat dunia dan diri kita sendiri. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana pengalaman-pengalaman tersebut membentuk kehidupan dan identitas kita, serta pentingnya menghadapi luka dan kenangan dengan keberanian dan ketulusan.

Puisi: Orang yang Bulan
Puisi: Orang yang Bulan
Karya: Kriapur

Biodata Kriapur:
  • Kriapur (akronim dari Kristianto Agus Purnomo) lahir pada tahun 1959 di Solo.
  • Kriapur meninggal dunia pada tanggal 17 Februari 1987 dalam sebuah kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Batang, Pekalongan, Jawa tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.