Analisis Puisi:
Puisi "Negara Bangun" karya Walujati menggambarkan perjalanan sebuah negara yang mencari identitas dan keberlanjutan di tengah-tengah perubahan zaman. Melalui metafora bunga, gunung, dan pohon, Walujati menyampaikan kritik terhadap masa lalu, kebingungan di masa kini, serta harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Keindahan Metafora dan Simbolisme: Puisi ini dimulai dengan metafora bunga kesuma putih yang tersebar wangi atas lautan daun hijau. Kesuma putih menjadi simbol keindahan dan keharuman, mewakili masa lalu yang perlahan-lahan tersapu perubahan zaman. Simbol-simbol seperti gunung dan pulau juga digunakan untuk menyampaikan kekuatan dan keteguhan.
Perubahan Zaman dan Kekhawatiran: Walujati menggambarkan negara seperti gunung yang akan meletus, menciptakan api sial dan batu tekanan jiwa. Ini mencerminkan kekhawatiran akan perubahan zaman yang membawa tekanan dan tantangan baru, menuntut negara untuk beradaptasi atau meletuskan kemarahan dan kekecewaan.
Keadaan Bingung dan Bimbang: Puisi "Negara Bangun" menggambarkan keadaan bingung dan bimbang rakyat yang mencari pegangan di tengah asap hitam perubahan. Rakyat diibaratkan seperti kelana yang tersesat, mencari jalan di tengah hutan raya kehidupan yang penuh ketidakpastian.
Pengorbanan dan Kehilangan: Puisi menyentuh pengorbanan, terutama yang dirasakan oleh ibu yang kehilangan anaknya dalam perang. Meskipun perjuangan rakyat tampak berat, pengorbanan ibu dianggap lebih berat karena melibatkan penderitaan jiwa yang mendalam.
Pemikiran tentang Modernisasi dan Kehilangan Tradisi: Walujati mengajukan pertanyaan penting tentang modernisasi dan hilangnya adat lama. Pohon-pohon indah tradisi yang direbahkan oleh pergerakan jiwa rakyat harus dihargai sebagai pondasi yang berharga untuk mendirikan taman peradaban yang baru dan muda.
Harapan dan Peninggalan Perjuangan: Puisi menyampaikan harapan akan masa depan yang lebih baik, diwakili oleh taman peradaban yang baru. Walujati mendorong untuk tidak hanya menyesali hilangnya adat lama tetapi juga untuk membangun sesuatu yang lebih bernilai dan berharga.
Merdeka dan Gamelan Kemerdekaan: Puisi mengakhiri dengan gambaran indah tentang kebebasan dan keberhasilan merdeka. Analogi sawah kuning dan gamelan panen menggambarkan puncak dari perjuangan, menunjukkan kesuksesan dan kebahagiaan dalam mencapai tujuan.
Puisi "Negara Bangun" menggambarkan perjalanan kritis sejarah, kebingungan zaman, dan harapan akan masa depan. Walujati menggunakan metafora dan simbolisme dengan indah untuk menciptakan melodi puisi yang merangkum dinamika kompleks negara yang sedang berkembang. Puisi ini tidak hanya menjadi kritik terhadap masa lalu dan kini, tetapi juga menyiratkan harapan akan kebangkitan dan kemajuan.
Puisi: Negara Bangun
Karya: Walujati
Biodata Walujati:
- Walujati lahir pada tanggal 5 Desember 1924 di Sukabumi.
- Nama sebelum menikah Louise Walujati Hatmoharsoio.
- Nama setelah menikah Walujati Supangat.